Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Personal Branding Kompasianer Susy Haryawan, Dari "Bu" sampai "Mas"

15 Juni 2021   21:20 Diperbarui: 15 Juni 2021   21:53 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susy Haryawan saat dipanggung Kompasianival 2016 menerima penghargaan. Sumber gambar ; kompasiana.com

Beberapa waktu lalu kompasianer yang sudah kawakan, Susy Haryawan, menulis  tentang pencapaiannya di Kompasiana. Ia sudah menulis artikel sebanyak 3000 buah, dan mendapatkan pangkat "Senior".

Saya ucapkan selamat ! Salut! Apresiasi yang tinggi untuk kiprahnya yang konsisten menulis dan berinteraksi di Kompasiana.

Selain pencapaian jumlah artikel dan pangkat Senior itu, Susy Haryawan memiliki prestasi lain di Kompasiana, yakni pernah meraih Kompasiana Awards tahun 2016 untuk kategori Best in Opinion, serta berbagai Awards Kompasiana lainnya.  

Saya jadi teringat masa-masa awal saya menulis di Kompasiana tahun 2014, tepatnya di bulan Pebruari. Saat itu saya masih lugu (kalau sekarang sih sudah lugu) dalam berkompasiana ria.

Masa itu saya menulis suka-suka, hepi-hepi, tanpa aturan, tidak pakai sambel juga tidak pakai kol. Lalu muncul Mas Susy Haryawan sering komen di lapak saya. Padahal tulisan saya....yaaa gituu deh...asal bisa memenuhi minimal 77 kata, trus saya posting layaknya status Facebook. Artikel saya itu dalam bahasa ilmiahnya dikategorikan ; "ora mutu blas!"

Saat itu saya memanggilnya Bu Susy ketika membalas komennya, karena namanya Susy.  Saya pikir dia seorang perempuan. Foto profilnya rada-rada tidak jelas. Rambutnya panjang. Wajah keibuan. Bahu kebapacbapackan. Apalagi setelah saya tengok-tengok artikelnya bergaya seperti emak-emak yang suka ngomel, yang dalam istilah arsitektur disebut ; Ngerocos Engineering, namun estetis dan kuat.

Jadi saya pikir Bu Susy Haryawan mengisi waktu menunggu jemuran dengan cara kreatif, yakni membuat tulisan di Kompasiana.

Kebayang saat menulis artikel kompasiana, Bu Susy Haryawan berpakaian daster lusuh motif bunga-bunga, rambutnya sebagian bermahkota roll rambut warna warni, ditangannya membawa kemoceng atau pemukul kasur dari rotan, sedangkan di bahunya ada kain serbet kotak-kotak kecil.

Jemurannya adalah kasur dan pakain beserta pernak perniknya. Seringkali juga sekalian menjemur sisa nasi kering untuk dijadikan rengginang. Jadi,  daftar menu jemurannya sangat komplit !

Adapun roh ngomel-ngomel ala emac-emac dalam setiap artikelnya dipengaruhi emosi kesal karena ayam dan kucing tetangga sering mengacak-acak atau nangkring di jemurannya. Hal tersebut lumrah dalam dunia per-jemuran, per-kasur-an dan per-sumur-an. Siapa sih yang rela jemurannya diacak-acak ayam atau kucing tetangga? Semut pun akan marah bila terlalu sakit begini....!

sumber gambar ; akun twitter @SusyHaryawan
sumber gambar ; akun twitter @SusyHaryawan
Bu Susy Haryawan kemudian menjadi Mas Susy Haryawan karena ternyata tidak terbukti perempuan. Saya tahu setelah sering berinteraksi di kolom komentar artikel. Disitu saya merasa bersalah, telah keliru dalam penilaian.

Tak selamanya suatu nama menandakan jenis kelamin. Benar kata pepatah "Jangan menilai jenis kelamin dari baju terpasang". Atau ; " Jangan menilai baju terpasang dari jenis kelamin". Ingat manekin yang mejeng di gerai pakaian superstore Mall jenis kelaminnya ora jelas blas.

Seterusnya, interaksi saya dan Mas Susy sering terjadi dalam artikel kami dengan saling berkunjung lapak. Pada masa itu "Sharing and Connecting" jadi landasan ideologi di Republik  Kompasiana. Bagi para Kompasianer yang tidak menerapkan "Sharing and Connecting" maka dianggap tidak lulus jadi Kompasianer sejati. Jangan harap akan cepat diangkat jadi Kompasianer ber-Centang Hijau, heu heu heu.

Seingat saya tahun 2014 itu  saya masih lugu. Saya membuat tulisan aneka rupa, lintas kanal, lintas logika. Apapun yang sudah beres saya tulis menjadi tidak beres, dan yang tidak beres menjadi makin tidak beres. Semuanya ditulis secara suka-suka, dengan motto "yang penting hepi!"

Sementara Mas Susy sangat getol menulis soal sosial politik negeri ini dari awal menulis sampai sekarang, apalagi masa awal itu, sepanjang tahun 2014 menjelang Pilpres, isu politik sangat digemari dan ramai pembacanya. Saya sering berkunjung ke lapak Mas Susy Haryawan, membaca tulisan-tulisan politik dengan gaya emak-emak ngomel, walau saat itu jenis kelaminnya sudah bukan lagi perempuan. Sudah sangat jelas berdasarkan undang-undang. Heu heu heu...

Tadinya sempat saya terpikir bahwa Mas Susy ini seorang aktivis feminisme. Penjiwaannya pada roh hakiki perempuan diwujudkan dalam bentuk dan gaya penulisan artikel yang khas seorang Susy Haryawan. Artikel Mas Susy Haryawan selalu bermuatan isu aktual tentang politik dan sosial kemasyarakatan. Ini pertanda dia rajin membaca berita dan sangat tabah.

Dengan gaya tulisannya yang khas tersebut maka tak heran, pembaca artikel-artikel Mas Susy Haryawan sangat banyak. Semua itu merupakan sebuah talenta luar biasa dalam mengemas tulisan dan membentuk "Personal Branding" di Kompasiana.

Pada waktu itu, tulisan yang jumlah pembacanya banyak dalam satu waktu akan nangkring di kolom Trending Article (TA) (sekarang "Terpopuler" ), dan "Nilai Tertinggi". Kolom TA memiliki prestise tersendiri yang tak kalah dengan Artikel Utama (Headline), karena bertengger lama di halaman utama Kompasiana.

Saya ingat waktu itu, beberapa penulis yang langganan TA adalah Susy Haryawan, Mike Reyssent, Gatot Swandito, Pakde Kartono, Ifani, Ellen Maringka dan sejumlah nama beken lainnya. Sejumlah penulis beken itu kini sudah tidak aktif lagi. Saya sendiri di Kompasiana timbul tenggelam, dan tidak konsisten menulis artikel yang memuat tema aktual tertentu.

Rangkaian konsistensi, kesabaran dan rasa humor dalam berkompasiana, dengan menulis satu tema khusus merupakan " koentji"  Bu Susy Haryawan sampai jadi Mas Susy Haryawan. Disadari atau tidak, hal tersebut membentuk "Personal Branding" seorang Susy Haryawan di Kompasiana, yakni sebagai penulis politik dengan gaya yang khas.

Dalam menulis suatu tema tertentu, tak lepas dari "passion". Setiap orang memiliki passion yang khas, dan energi yang relatif. Untuk menghidupkannya agar konsisten dalam jangka waktu lama untuk berkarya dibutuhkan berbagai perangkat lainnya--yang bisa dijadikan pilihan--- yakni ; lingkungan pertemanan, hati dan pemikiran yang terbuka, kemauan untuk terus belajar secara otodidak, pengumpulan referensi, kesabaran dan lain sebagainya.

Seorang Susy Haryawan merupakan salah satu contoh Kompasianer yang sudah berhasil membentuk "Personal Branding" di Kompasiana. Berbagai pencapaian dan penghargaan yang telah diraihnya merupakan bukti konsistensi aktifitas menulis, sehingga terbentuklah "Personal Branding" itu.

---

Peb2021

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun