Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nikmatnya Jadi Penulis Penjilat di Kompasiana

9 November 2019   09:36 Diperbarui: 9 November 2019   11:28 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pxhere.com

Membaca serial artikel "Penulis Penjilat" yang ditulis Lohmenz Neinjelen (Mbah Peank) di Kompasiana membuat saya tersipu malu.
Tadinya saya ingin tersenyum, tapi takut pepsoden. Tadinya ingin ketawa, tapi takut dosa. Ingin rasanya terlahir lagi, tapi takut dukun beranak. 

Akhirnya, sembari tak henti tersipu malu saya menulis artikel ini. Pasalnya, setelah membaca kriteria atau ciri-ciri 'Penulis Penjilat', ternyata cocok dengan saya! Akibatnya, saya jadi tergugup penuh sukacita. Saya tersanjung secara paripurna. Hati berbunga-bunga ala iklan pengharum cucian di tipi. Hidung jadi kembang kempis seperti ikan mas koki. Dengkul gemetaran serasa habis nganu.

Seperti yang dituliskan dalam serial artikel "Penulis Penjilat" ; 

  • Bisa dilihat ketika Prabowo dijadikan menteri pertahanan oleh Jokowi pada kabinet sekarang ini (2019-2024). Segala puja-puji berhamburan dengan alasan pembenaran yang bisa bikin geleng-geleng kepala, contoh "Prabowo sudah bertobat" dan ingin berbakti kepada bangsa dan negara.
  • Terkait dengan sistem penilaian K-Rewards terbaru. Kembali puja-puji berhamburan, tapi lupa atau pura-pura lupa apa alasan awal adanya penilaian K-Rewards terbaru tadi. Akhirnya yang ada adalah jaka sembung bawa golok.
  • Salah satu ciri-ciri "Tulisan Penjilat" itu awalnya terkesan mengkritik, tapi ujung-ujungnya memuji. Misal, tentang Jokowi dengan "bahasa muter-muter kayak gasing" yang cenderung gazebo (gak zelas bo).
  • "Tulisan Penjilat" isinya menipu dengan "bahasa muter-muter kayak gasing" dan tak lupa menyisipkan pesan, entah secara halus atau kasar, secara garis besarnya mengatakan  demi kebaikan bangsa dan negara. Hal tersebut sangat menyebalkan dan bikin capek pembaca.

Dari ciri penulis penjilat itu semuanya cocok dengan saya dalam dunia kepenulisan di kompasiana.   

Selama ini saya tidak bisa mendefenisikan "apa dan bagaimana sih tulisan saya?" sehingga saya berada dalam era kegelapan dunia menulis. Namun setelah adanya artikel "Penulis Penjilat" semua jadi terang benderang.

Artikel "Penulis Penjilat" yang ditulis Mbah Peank dari hasil olah pikirnya yang luar biasa itu membuat mata saya terbuka. Kesadaran saya dibangunkan. Rasa haru dan bangga saya ditempatkan secara terhormat.  

Istilah 'Penulis Penjilat' itu unik, dan merupakan sebuah thesis/temuan terbaru dalam dunia kepenulisan di Kompasiana. Hal tersebut sangat "amazing!" karena melalui penelitian/pengamatan yang canggih dan perenungan mendalam yang dilandasi pemikiran positif serta bertujuan memberikan manfaat bagi para penulis dan pembaca Kompasiana.

Saya mengusulkan kepada admin Kompasiana agar dalam ajang Kompasianival kelak ada penghargaan/Award kategori penemu dan pemikir istilah baru di Kompasiana. Award ini sebagai penanda kehormatan dan bobot kualitas kompasiana serta bagi si Penulis penemu/pemikir yang telah menghasilkan thesis yang inspiratif--mengandung kebaruan (novelty). 

Artikel "Penulis Penjilat" telah mampu mengidentifikasikan data atau informasi dinamika dunia kepenulisan yang berguna bagi diri sendiri si Penulis dan bagi orang lain (para penulis dan pembaca Kompasiana).

Saya yakin bila ada kategori Award tersebut akan menambah kualitas para penulis di Kompasiana. Platform Blog Kompasiana akan semakin terkenal dan berkibar sampai ke mancanegara, baik di darat, laut dan udara. Baik di kalangan turis lokal, maupun turis mancanegara.  


Selama ini penulis di Kompasiana hanya terbagi tiga kategori, yakni terverifikasi Biru, Hijau dan tidak terverifikasi. Apakah semua penulis Kompasiana merupakan "Penulis Penjilat?"  Tentu saja tidak. Lalu dimana letak  "Penulis Penjilat?"

Kenyataan dan fakta bahwa "penulis penjilat" selalu ada di ketiga kategori tersebut. Bila dirunut strukturnya secara hirarkis, "Penulis Penjilat" berada di atas ketiga kategori tersebut sebagai induk. 

Pada puncak hirarki terdapat dua induk, yakni "Penulis Penjilat" dan "Penulis Non Penjilat". Masing-masing induk tersebut terbagi tiga kategori penulis, yakni Terverifikasi Biru, Terverifikasi Hijau, dan Tidak Terverifikasi. 

Tentu saja masing-masing ketiga kategori yang berbeda induk itu tidak sama tabiat dan kualitasnya. Sebagai gambaran,  "Penulis Penjilat" yang terverifikasi Biru tidak sama tabiatnya dengan "Penulis Non Penjilat" terverifikasi Biru. Begitu juga dengan "terverifikasi hijau" dan yang "tidak terverifikasi".

"Penulis Penjilat" terverifikasi apapun, baik Biru, Hijau, dan tidak terverifikasi kualitasnya lebih rendah dari "Penulis non Penjilat".  Seperti dalam artikelnya dinyatakan "Jilat teruuus...sampai lidahnya berlipat dan kering kerontang " tentu saja dengan lidah berlipat dan kering kerontang "Penulis Penjilat" seperti saya akan sulit menghasilkan tulisan berkualitas. Sementara di sisi lain,  nafsu saya ingin mendapatkan pembaca yang banyak (clickbait) selalu menggebu-gebu dan menjadi fokus utama saya dalam menulis di Kompasiana. 

Namun entah kenapa, saya sudah cukup lama jadi penulis di Kompasiana namun tidak pernah berniat berubah dan tidak mampu meningkatkan diri dari "Penulis Penjilat" menjadi "Penulis non Penjilat". Saya telah merasa nyaman dengan gaya seperti ini, yang saya anggap sudah paling baik bagi saya pribadi dan para pembaca Kompasiana. Selain saat ini sebagai Penulis Penjilat, saya sejak lama telah menjadi Penulis Picisan. Sungguh S e m p u r n a!

Satu hal yang mungkin menjadi alasan yang bisa saya jelaskan adalah saya paling malas berpikir ribet dan terstruktur. Bikin capek. Toh tulisan saya tetap ada pembacanya---sama halnya dengan penulis lain yang "non penjilat" yang serius menulis sampai "berdarah-darah" . Hasilnya sama saja!

Saya lebih nikmati menulis "muter-muter kayak gasing" agar tulisan jadi panjang memenuhi syarat minimal jumlah kata dalam sebuah tulisan. selain itu tulisan jadi terlihat pinter dan selalu up to date pada isu aktual. Hal paling penting adalah bisa mendapatkan banyak pembaca yang suka pada gaya tulisan saya. 

Dengan begitu, saya bisa meraih K.Rewards yang duitnya banyak. Terbukti, saya hampir selalu mendapatkan K.Rewards--yang berarti pundi-pundi Gopay saya selalu terisi. 

Saya masuk dan menjadi kompasianer sangat gampang. Tidak ribet. Tidak berat. Tidak bayar pendaftaran, tidak perlu registrasi berulang kecuali modal internet yang bisa nebeng bocoran Wifi tetangga. Tidak pakai sambel, juga tidak pakai kol. Jadi kenapa pula saya perlu repot-repot mengubah diri dari "Penulis Penjilat" menjadi "Penulis non Penjilat" bila menjilat itu nikmat? Lalu, nikmat mana lagi yang perlu didustakan?

Benarkah itu, Oma?

Iya, Aniiii....percayalah padaku..

selamat week end ya, beib....

----

sumber tulisan penjilat : satu, dua, tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun