Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Ibu Cantik dan Helm yang Hilang

31 Oktober 2018   20:09 Diperbarui: 31 Oktober 2018   20:18 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; liputan6.com

Hari itu di luar sebuah supermarket ada keributan. Seorang ibu muda yang cantik sedang ngamuk. Dia mencakar sambil memarahi seorang pemuda. 

Si Pemuda tidak melawan. Dia  hanya bisa menghindar dan mengelakkan badannya, tapi tetap terkena beberapa pukulan. 

Ketika aku datang,  kejadian itu sedang jadi tontonan banyak orang. Aku kemudian coba melerai. Aku sempat terkena pukulan si Ibu. Nasiiib!

Beruntunglah si Pemuda tidak melawan, karena kulihat badannya cukup kekar. Kalau mau, bisa saja si Ibu cantik itu  bonyok.

Beberapa orang membantu, mereka menahan badan si Ibu yang sedang agresif. Sedangkan si Pemuda sudah kutarik ke belakangku.

Peristiwa pemukulan itu akhirnya bisa kuredakan. Walau si Ibu tampak  masih bernafsu ingin  menyerang. 

Awalnya kukira si Pemuda adalah kekasih gelap si Ibu, dan mereka sedang terlibat pertengkaran.

Si Pemuda tampak lebih muda dari si Ibu. Wajahnya cukup tampan, tapi aku jauh lebih tampan. Kuperkirakan umurnya 25 tahun, sedangkan si Ibu sekitar 40 tahun, kulit putih dan berwajah cantik.

Si Pemuda itu adalah tukang parkir. Dia sudah lama bekerja di situ. Sedangkan si Ibu cantik tadi  adalah pengunjung supermarket yang selesai berbelanja. 

Si Ibu marah karena kehilangan helmnya yang dia letakkan pada motornya di parkiran. Sedangkan si Tukang parkir tidak tahu siapa yang mengambil karena sibuk mengatur parkiran motor. Kebetulan saat itu sedang banyak pengunjung supermarket.

Saat suasana sudah tenang dan kondusif, si Ibu  kuajak bicara di sudut area parkiran. Kutanya kenapa bisa marah begitu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun