BEBERAPA tahun silam saya dan istri melakukan perjalanan dari kota Purworejo menuju kota tempat tinggal kami, Solo. Kami naik transportasi umum kereta api yang kami pertimbangkan sebagai transportasi yang cepat, aman, dan nyaman.
Sesampai di kota Jogja, kereta berhenti di stasiun kota. Beberapa penumpang turun dan naik. Saat itu kereta tak begitu ramai penumpang. Di antara penumpang itu naiklah seorang gadis muda dan dan seorang pemuda yang tak saling kenal. Dilihat dari pakaiannya saya sangat yakin pemuda itu seorang anggota TNI. Dia mengenakan baju loreng, bersepatu lars, dan menenteng ransel tentara. Ia kemudian duduk berdampingan dengan sang gadis.
Si gadis yang duduk di samping pemuda itu saya perkirakan seorang mahasiswi yang kuliah di Jogja. Saya hanya mengira-ngira saja dia anak kuliah. Dari gaya berpakaiannya, dan dari tas punggungnya berlogo sebuah merk laptop yang membuat saya menebak bahwa dia seorang mahasiswi.
Kedua orang ini, si pemuda dan si gadis terlihat masih muda belia. Dua puluhan tahun saya yakin. Lebih menyenangkan lagi, kedua orang muda ini bertampang menarik. Si pemuda tampan dan si gadis cantik.
Setelah beberapa saat kereta berjalan, saya menyikut sedikit lengan istri saya sambil meliriknya dan sedikit senyum-senyum. Istri saya ternyata juga turut mengamati pemandangan di hadapannya dan tentu segera menangkap isyarat saya.
Saya dan istri kemudian bertaruh tanpa mendapat apapun bagi yang menang nanti: cowok dan cewek itu nanti berkenalan tidak. Saya yang sering pede dalam segala hal ini menebak "ya" sambil membayangkan hal indah akan terjadi pada mereka berdua. Istri saya dengan singkat dan dingin menaruh "tidak".
Bagi orang segenerasi kami, bayangan umum di kepala orang seumuran kami adalah kira-kira begini. Si pemuda setelah sedikit berdehem, dia akan memberanikan diri bertanya ke si gadis hendak kemana atau turun di stasiun mana.
Lalu selanjutnya ada percakapan di mana si gadis kuliah atau bekerja. Lalu si pemuda tentu akan bercerita dia bertugas di satuan TNI mana. Obrolan terus berlanjut semakin lancar bahkan mulai diselingi tawa mereka berdua. Dan seterusnya, dan seterusnya ....
Paling tidak mereka akan berkomunikasi ngobrol langsung dengan total durasi minimal satu jam karena perjalanan butuh waktu dua jam untuk tujuan akhir kota Solo.
............
Menit demi menit berlalu... Hal menyenangkan yang saya bayangkan bakal terjadi itu ternyata jauh panggang dari api. Si gadis setelah menyamankan diri sesaat di tempat duduk penumpang itu lalu mengeluarkan handphone dari salah satu kantong di tas punggungnya. Si pemuda TNI di sampingnya itu setelah memandang keluar jendela selama beberapa menit juga melakukan hal yang sama, mengeluarkan hp dari ransel militernya.