Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alasan Keputusan Saya Berhenti Menulis di Kompasiana

26 Oktober 2018   15:21 Diperbarui: 26 Oktober 2018   15:50 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; kompasiana.com

Tepat 22 Oktober 2018 lalu Kompasiana telah memasuki usia 10 tahun. Dan kini, usianya sudah lewat 10 tahun beberapa hari. Diselang waktu 10 tahun itu, saya sudah menjadi anggota penulis (kompasianer) selama hampir 5 tahun. Lalu, apa yang saya dapatkan? 

Sebagai blog kroyokan yang punya nama besar di tingkat  nasional, saya bisa ikut ndompleng nama besar Kompasiana secara nasional. Kalau mau lebay sedikit, saya sudah seperti artis layar maya. Untunglah saya lelaki pemalu, yang kalau disapa orang seringkali melompat sembunyi ke bawah meja, lalu menundukkan wajah sambil memainkan ujung rambut. Heuheuheu! 

Kompasiana telah memberikan banyak hal kepada saya. Nama besar--maksudnya kalau ditulis pakai huruf besar, materi--maksudnya duit dari hadiah menang blog competition dan K.Reward. Non materi,  misalnya ; mendapatkan pertemanan ilmu, wawasan, keberanian menulis gagasan, kejelian melihat isu dan menangkap momentum, kesabaran terhadap tekanan gosip, hujatan dan nyinyiran dari pembaca, keiklasan menerima perbedaan pandangan, kemampuan menata diksi/literasi, kemampuan berpikir mendalam, peningkatan selera humor, mendapatkan obat jenuh dan stress akibat rutinitas kerja, dan lain sebagainya.

Dari semua yang saya dapatkan itu, bila dirangkum dan diulek-uleg maka hasilnya adalah ramuan menemukan diri sendiri. Menemukan kebebasan dan pembebasan diri di dunia literasi populis. Dunia literasi separuh maya. Eaaaa...! 

"Abaaang, kok separuh, siih? Kayak orang lagi tanggal tua pesen nasi di warteg, ajaa.."

"Gini looh dek, menulis dan berinteraksi di Kompasiana itu merupakan dunia maya. Adanya di internet, tapi orang di belakang tulisan itu nyata. Banyak yang punya identitas asli. Mereka juga bisa nyata bertemu dalam kopdar di berbagai acara bersama dalam waktu tertentu. Saling berbagi wawasan dan keceriaan. "

"Ooh, gitu ya? Abaang kok pinter siih?" 

"Aku ini bukan pinter dek, tapi kompasianer. Paham?"

Bila anda membaca artikel ini, saya berharap anda tidak es mosi. Itulah ke-lebay-an saya dalam berkompasiana. Sesuai dengan motto saya ; " Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat..." Saya ingin bersukaria saat berliterasi di Kompasiana, apapun rumitnya topik yang diangkat, dan seberapa sensitifnya isu yang tengah bergema. Bagi saya, semua itu tak melulu harus kaku. Bukankah kita diberi talenta untuk nganu secara rileks. 

Itu semua saya dapatkan dalam perenungan, tanpa mandi kembang tujuh rupa. Tidak pakai saos. Tidak pakai sambal. Dan juga tidak pakai kol.

Namun kini semua itu ingin saya akhiri. Cukup sudah 4 tahun lebih saya berkompasiana. Soal penyebab saya berhenti menulis di Kompasiana, akan dijelaskan oleh tim pengacara saya. Maafkan saya tidak bisa menjelaskan secara langsung karena sifat pemalu saya ini. Maaf, seperti kalimat syair lagu milik Cici Paramida ;  

RT lima RW tiga

Sepuluh nomor rumahku

Jalannya Jalan Cinta

Naik saja bis kota

Jurusan kota Intan

Kalau kamu tak keliru

Pasti bisa kan bertemu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun