Ruang mistis Kompasiana tak menuntut sesajen klenik tertentu. Pun tak diketahui pencipta ruang mistis itu. Apakah para admin? Masih diragukan karena admin datang dan pergi silih berganti sama halnya dengan sebagian para 'aktivis kepenulisan'. Itulah mengapa Kompasiana yang lahir sejak tahun 1970an tak pernah mati sampai sekarang, melainkan hanya berubah 'format' sesuai tuntutan jaman. Dari jaman komandan pleton PK Ojong hingga Pepih Nugraha dan sekarang Kang Isjet Kompasiana tetap Kompasiana, bukan jadi Komporsiana, Ngompolsiana, apalagi Pebrianovsiana. Betul, tidaaak? Heuheuheu...
Uniknya ruang mistis Kompasiana kemudian menyebabkan operator lain kerasukan, menggelepar dan bersuara keras dan kemudian melahirkan ruang sejenis di tempat operator itu. Misalnya operator tempo.co, dan sekarang siap-siap muncul dari detik.com. Belum terhitung lagi operator mandiri seperti Seword.com, UC.com dan lain-lain. Bagaimana ruang mistis mereka? Tak perlu kita urus rumah tangga orang lain. Pamali!
Zona nyaman Kompasiana menciptakan kosmologi tertentu bagi para aktivisnya. Apa itu? Iiih mau tau aja! Heu heu heu...! Kosmologi yang dimaksud adalah suatu tata atur diri para aktivis menulis dalam menjalani passionnya. Kosmologi ini bukan prinsip yang masif mengekang, melainkan asumsi komunal (milik bersama) hasil dari sinergisitas tadi. Dimana awal mulanya? Yaa..di Kompasiana, dong aagh!
Selanjutnya, untuk menyatakan kekosmologian itu maka tersebutlah para aktivis itu sebagai Kompasianer. Betul? Heuheuheu...
Kematian Kreativitas Tulisan
Para 'aktivis kepenulisan' dalam perjalanannya mengalami dinamika pasang surut kreativitas yang dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Apakah dinamika tersebut berpotensi jadi penyebab kematian kreativitas tulisan?
Kematian kreatifitas tulisan merupakan momok bagi penulis pemula dan kawakan. Hal itu muncul ketika tulisan tak lagi memiliki nilai tambah bagi si Penulis. Dia tak lagi mendapatkan hal-hal baru dalam mengolah tulisannya. Selain itu, dia tak menikmati proses menulis.
Hal yang paling menyiksa adalah ketika passion menulis masih ada tetapi tidak satu pun karya tulis bisa dihasilkan. Hidup segan mati tak mau sementara kesakitan karena ingin menulis terus berjalan. Aw..aw!
Sebagai 'aktivis kepenulisan' seringkali mengkambing-hitamkan 'ruang mistis' Kompasiana sebagai faktor surutnya kreatifitas. Namanya 'ruang mistis' memang mistis. Serba tak jelas tapi 'Nganu'. Mungkin mereka tidak bisa dapatkan kambing hitam dari penjual kambing di tepi jalan, jadi 'Nganu' saja di ruang mistis. Hak hak hak!
Sejatinya, yang namanya 'ruang mistis' tak jelas wujudnya, sedangkan yang jelas itu adalah kambing hitam! Makanya jadi Nganu...
Disisi lain, Kompasiana tersandera oleh zona nyaman itu sendiri dan ketakberdayaan mengelola 'ruang mistis' secara sempurna. Campuran keduanya bikin bingung internal Kompasiana. Daripada bingung maka diam-diam kesadaran sebagai pemilik zona nyaman dijadikan tameng sekaligus sandaran. Akibatnya, timbullah kesan angkuh dimata para 'aktivis menulis', kemudian muncul rasa benci, tapi diam-diam tetap rindu Kompasiana di ruang mistis itu.
Kondisi ini merupaka anomali yang unik berkompasiana hingga kini.
Kematian kreativitas tulisan tak sepenuhnya terjadi ketika di dalam ruang miastis para 'aktivis menulis' dan Kompasiana tak henti saling menyiksa dan tersiksa. Padahal keduanya sama-sama kesakitan. Heu heu heu...!