Koperasi BLN dan Topi Surganya Abu Nawas
Kepercayaan yang Membawa Petaka
Dalam sebuah kisah Abu Nawas diceritakan mengenai topi yang bisa memperlihatkan surga. Ia membawa ke mana-mana topi itu dan menjanjikan barang siapa beriman akan melihat surga. Jelas pro dan kontra terjadi, namun Abu Nawas cerdik dengan kata kuncinya percaya, beriman, maka akan terjadi.
Pihak yang tidak yakin akan "kesaktian" topi itu mengadukan kepada Sultan untuk mendapatkan legitimasi bahwa Abu Nawas membual akan topinya. Akan tetapi, Sultan jatuh pada dilemma, jika tidak melihat surga berarti dia tidak beriman, jika melihat surga kondisi aman, banyak yang percaya dan juga berarti beriman.
Reputasi. Sultan jelas tidak mau dikenal di depan warganya tidak beriman dong. Nah, ia pun melihat ke dalam topi itu dan jawabannya, silakan diterka sendiri.
Koperasi BLN
Juli itu bulan di mana Hari Koperasi diperingati, namun bulan sebelumnya malah tersiar, bahwa salah satu koperasi diduga gagal bayar. Konon sampai angka trilyun investasi anggota yang minta dikembalikan. Masuk pada ranah pengadilan. Lembaga keuangan yang ada di Salatiga ini sebenarnya sudah cukup lama. Sejak tahun 2006-an, berubah menjadi Bahana Lintas Nusantara pada kisaran tahun 2020-an.
Koperasi yang memiliki unit usaha di pertambangan, bisnis hotel/losmen, show room mokas alias mobil bekas, bidang konstruksi, dan banyak lainnya. Gerakan yang mampu meyakinkan public dengan bisa menarik investor sangat banyak ini, memiliki tagline, jika percaya.
Cukup lama mendengar kisah koperasi ini, kala tetangga bercerita istrinya ikut dalam investasi dalam koperasi ini. Sangat menggiurkan, modal awal kembali  dua kali lipat dalam jangan 24 kali angsuran. Contoh jika menanamkan modal 1.2 juta dalam 24 bulan akan memperoleh 2.4 juta dengan skema cicilan setiap bulan 100 ribu.
Berhubung saya bukan ahli ekonomi dan bisnis saya bertanya pada Kompasianer yang memang ahli dan memiliki latar belakang tersebut. Rekan Kompasianer memberikan rambu-rambu bisnis yang bisa untung segede itu ada dua indikasi gampang. Pertama, kongklomerat ada di sana, mana ada pengusaha kakap memiliki koperasi? Kedua, unit usahanya apa? Dana yang ada diputar dalam bentuk investasi apa. Pertambangan ada gak? Â Dulu, waktu pembicaraan belum ada pertambangan, baru akhir-akhir ini dicantumkan memiliki usaha tambang.
Percaya
Pihak-pihak yang menawarkan untuk memperoleh investor menggunakan terminology PERCAYA. Silakan ikut jika  memang percaya jika bisa mendapatkan kembalian dana dua kali lipat dalam 24 bulan. Kebimbangan para calon nasabah itu pada kata percaya. Simalakama, wong faktanya sangat kecil kemungkinan dapat kembali dananya sebagaimana skema tersebut.
Di sisi lain khawatir dikatakan tidak percaya. Padahal yang menawarkan itu orang terdekat, orang yang sudah memiliki dan memberikan banyak utang budi dan seterusnya.
Bos Niko sebagai pemiliki usaha ini membidik dengan tepat kata percaya sebagai sarana untuk meyakinkan public untuk menanamkan modal di koperasinya. Saat pertama kali mendengar, memang catatan buruk sama sekali tidak ada. Via google pembicaraan normative. Normal.
Pembicaraan personal juga sama. Â Orang merasa yakin dan terbantu. Walaupun secara hitung-hitungan tidak akan mampu. Lagi-lagi ranah rasa ditantang rasio, dan menang rasio.
Logis
Bicara mengenai keyakinan jangan abaikan rasio. Kenali gerak batin pikiran ke arah mana. Jika masih bimbang, tanya pada pihak yang lebih ahli dan lepas kepentingan. Artinya, Â orang yang tidak ada kepentingan atau mendapatkan keuntungan dari sana. Obyektif.
Jangan takut cap atau label tidak percaya. Ya biarin duit-duit kita, napa juga harus percaya pada janji yang sulit terealisasi. Coba jika macet kek ini, yang dulu gembar-gembor percaya, mana ada lagi? Juga jadi korban.
Investasi yang aman banyak. Rekam jejak bisa jadi belum terbukti, namun jika irasional, ya pertimbangkan lagi. Menyesal tidak ada di depan. Lebih baik hati-hati dan waspada.
Bedakan waspada dengan paranoid. Misalnya menyimpan uang di bawah kasur. Â Dimakan rayap bisa cilaka bukan?
Kata sakti percaya memang membuat keadaan bisa berabe. Sultan di kisah Abu Nawas itu juga pastinya bimbang. Jika tidak melihat surga dia dicap Sultan yang tidak percaya, tidak beriman, padahal pemimpin. Piye jal?
Padahal dia pasti juga paham, bahwa itu tidak mungkin. Dia dan juga warga pasti paham karakter Abu Nawas, yang pastinya banyak akal untuk menghibur.
Akal sehat bisa kalah oleh konsep percaya. Hal yang sama dengan permintaan tolong di tempat umum. Bisa disalahgunakan untuk  kejahatan. Atau permintaan utang atau pinjaman. Sudah tahu orangnya ribet, bisa tidak sampai hati saat dikatakan mosok tidak percaya sih, padahal dalam hati memang sudah tidak percaya melihat reputasinya.
Sampai hati kadang juga penting. Tega itu tidak sama dengan kejam. Memang tidak mudah. Hal yang sama untuk kebenaran, harus berani.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI