Study Tour yang Viral, Mewah dan Maut
Beberapa saat terakhir media digemparkan dengan study tour atau wisata pelajar yang cukup mengagetkan. Salah satu SD swasta di Salatiga-Jawa Tengah berwisata dengan menyewa pesawat Garuda. Â Jelas pro dan kontra terjadi. Mereka, Â sekolah tersebut berwisata ke luar negeri bahkan, Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Pihak yang kontra mengatakan, bahwa masih banyak tempat wisata dan edukasi di dalam negeri, atau minimal Jawa. Tidak akan kurang tempat indah dan penuh makna pembelajaran untuk siswa-siswi. Tentu saja ada yang pro dengan mengatakan, lha sepanjang mampu dan disepakati bersama mengapa tidak? Pihak sekolah juga mengatakan, bahwa ini sudah lebih 10 tahun mengapa baru sekarang viral.
Belum reda pembahasan dan pro-kontra mengenai wisata mewah itu, dilanjutkan dengan kisah pilu. Seorang anak yang harus menjadi kuli agar bisa perpisahan dan piknik bersama teman-temannya. Eh malah berujung meninggal karena kecelakaan. Â Bisa dibayangkan betapa berat keluarga yang ditinggalkan. Beredar video si ibu yang histeris ketika menerima telpon pemberitahuan nasib tragis yang dialami puteranya.
Dua kisah identik dalam satu frame ini sangat menarik.  Pastinya masih  ada beribu kisah pilu lainnya kalau mau didalami lebih lanjut.
Pernah juga saya tuliskan di media ini, ketika rekan dari pihak biro perjalanan berkisah, bahwa mereka, bironya dimintai membelikan motor PCX untuk kepala sekolah di daerah pedalaman, pinggir hutan. Fee agar sekolah memilih  memakai jasa mereka, biro ini membawa siswa-siswi sekolahnya ke Bali. Ia berkisah, bagaimana anak-anak keluarga pas-pasan itu harus menanggung beaya sangat tinggi demi bisa berangkat ke Pulau Dewata.
Teman ini mengatakan, jika itu sekolah kota atau menengah saja masih bisa diterima. Tidak tega orng tua yang harus menyeret kambing hanya untuk mengganjal gaya hidup oknum pendidik seperti itu. Cerita lanjutannya ketika kepala sekolah PCX, wakil kepala sekolah berarti yang sepadan walaupun lebih murah, berapa uang saku untuk guru pendamping. Itu semua harus ditanggung oleh semua siswa. Ongkos jadi membengkak tentu saja.
Ganjar Pranowo, eksgubernur Jawa Tengah sampai tahun kesembilan pemerintahannya baru bisa menghapus piknikan SMA-K Negeri di Jawa Tengah ke Bali. Ia melihat urgensinya kurang, namun lebih banyak pungutan yang tidak semestinya sebagaimana kisah di atas. Benar-benar berhasil kepala-kepala sekolah tidak berani yang melanggar.
Tidak ada yang salah dengan study tour. Baik malahan. Namun harus bijaksana. Jangan sampai membebani siswa apalagi orang tuanya. Kepekaan penyelenggaran, sekolah dengan kondisi ekonomi keluarga peserta didik.
Mengapa menyoal sekolah yang wisata mewah? Kan pasti yang masuk adalah keluarga-keluarga berada dan mereka mampu. Apa salahnya? Benar, tidak ada yang salah, namun apakah bijak, ketika SD piknik seperti itu, padahal beaya untuk masa depan masih panjang. Perlu ke SMP, SMA, dan pastinya kuliah. Belum tentu kog kondisi keluarganya masih sama stabilnya secara keseluruhan.
Masih banyak prioritas yang kudu dijagani, dipersiapkan. Itu kota kecil, jika siswa Jakarta yang piknik ke luar negeri, saya pikir juga tidak akan menjadi heboh. Biasa.
Sejatinya mau piknik atau study tour ke mana dan berapa beayanya itu relatif tidak ada masalah. Yang sering   menjadi persoalan adalah tanggung jawab pengelola dalam hal ini sekolah dan penyelenggara pihak ketiga, di mana biro yang mengadakan. Apakah benar-benar fair tanpa pungutan liar, sebagaimana kisah di atas?
Jika demikian, bagus, layak diadakan untuk menambah pengalaman dan kebersamaan siswa. Tidak ada yang salah sama sekali. Namun, jika ada pat gulipat di baliknya, itu persoalan serius. Beaya tidak dalam kepentingan siswa dan peserta, namun demi memenuhi sifat tamak oknum-oknum penyelenggara dan panitia.
Belum tentu biro wisata yang memiliki hati seperti kata teman saya di atas. Sangat mungkin ada agen wisata yang berfikir bahwa konsumen apapun harus dilayani dengan baik tanpa memikirkan hal lain di balik hitungan beaya. Pokoknya dapat orederan jalan. Sangat mungkin terjadi demikian.
Harga yang dibayarkan sesai dengan apa yang diperoleh. Murah jelas makanan, fasilitas juga tidak akan mewah. Sesuai dengan harga. Jangan sampai harganya mahal namun mendapatkan fasilitas yang buruk karena untuk menyenangkan pihak lain. Kan cilaka. Hal yang sangat buruk pastinya. Hal ini sama dengan yang terjadi kisah rekan yang dimintai fee motor tadi. Hal ini sangat biasa.
Karakter dan juga integritas. Jika pihak pendidik memang mau memberikan pendidikan dan layanan terbaik, malah membuat beaya itu terjangkau dengan cara tidak mencari-cari tambahan untuk kentungan sendiri sebagaimana cerita di atas. Malah mengurangi beban bukan menambahi beban.
Biro sebagai sebuah usaha pastinya mencari keuntungan sewajarnya, persaingan mereka ketat, tidak mungkin akan ugal-ugalan mencari laba yang di luar kepantasan, pasti akan kalah dengan kompetitor mereka.
Bijaksana itu penting dan mendasar. Guru, kepala sekolah pastinya pintar, namun itu semua belum cukup. Â Perlu yang namanya menimbang untung dan rugi dengan sangat mendalam. Apa yang menjadi pertimbangan adalah murid memperoleh yang terbaik, bukan malah sebaliknya, aku yang terbaik. Â Miris jika pola pikir demikian menjadi gaya hidup guru dan pemimpin.
Apa yang diajarkan jika demikian itu?  Masalah pendidikan  itu kompleks namun ada harapan bahwa akan baik pada waktunya. Semua bisa berkolaborasi untuk mendidik anak-anak negeri yang terbaik. Optimisme dan harapan itu perlu digaungkan dan dihidupi, sehingga tidak akan menjadi bangsa yang pesimis dan mudah patah arang.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
  Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI