Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jenderal Andika-Dudung, Komisi Fatwa MUI, dan Terorisme

17 November 2021   21:23 Diperbarui: 17 November 2021   21:41 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dudung-Andika:Tribunnews.com

Andika-Dudung, Komisi Fatwa MUI, dan Terorisme

Beberapa waktu lalu, Fadli Zon dan petinggi MUI menyoal keberadaan Densus 88 dengan aneka macam alasan. Tiba-tiba, tentu dalam pandangan publik, ada pemberitaan petinggi MUI ditangkap karena dugaan terorisme. Lagi-lagi nada mempertanyakan kepolisian terdengar dari majelis keagamaan itu.

Hari ini, Presiden  Jokowi melantik Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung. Keduanya dari Angkata Darat, dan memiliki satu kesamaan di mana berani dan bersikap tegas pada pernyataan, perilaku, dan dukungan terhadap radikalisme di tubuh militer.

Pernyataan Menhan lalu, Ryamizard Ryachudu jika 3% anggota militer telah terpapar aliran radikal, perlu mendapatkan perhatian kembali. Mengapa demikian? dala banyak kesempatan, ternyata militer dan atau  keluarga sering mendukung dan memberikan pernyataan yang memiliki pemikiran dan sikap menyetujui aksi radikalis.

Contoh mengenai kedatangan Rizieq Shihab yang dielu-elukan massa pendukungnya, ternyata banyak militer dan keluarganya yang menyatakan dukungannya. Padahal jelas-jelas apa yang dilakukan pentolan FPI itu bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penghinaan pada Pancasila, ujaran kebencian pada Kebhinekaan itu warna ideologi yang jelas bukan dasar dan falsafahmiliter NKRI.

Pun kekerasan yang menimpa Wiranto, ia adalah senior, sesepuh militer, namun ada anggota keluarga besar militer yang merendahkan sang purnawirawan dan memberikan pujian kepada pihak yang melakukan aksi teror. Ini ada apa? apakah ada sebuah kesalahan atau memang berafiliasi ke sana?

Ini bukan bicara soal agama, namun ideologi yang berbalutkan agama, demi mendapatkan simpati. Mana ada sih agama yang mengajarkan kekerasan, pembunuhan, termasuk bunuh diri?  Agama menjadi alat dan legitimasi untuk menggoda publik agar tidak berpikir jauh. Ingat, agama penuh dengan dogma yang oleh pihak-pihak tertentu dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan.

Kasus TWK pegawai KPK memperlihatkan itu masalah ideologi, bukan karena agama. PGI pun ikut turun tangan. Mengapa? Itu bukan soal semata agama, namun ada upaya merongrong ideologi negara Pancasila yang sudah final dan mengikat.

Pembiaran selama ini menjadikan gerakan ini sangat aman. Menyusup ke mana-mana, menebarkan isu dan narasi yang diakhiri dengan ujaran agamis-religius yang menjadikan banyak pihak terpedaya dan ketika diberitahu ada yang tidak pas, akan hadir tudingan penistaan dan menjadi gorengan yang luar biasa.

Lihat saja bagaimana alotya pembubaran FPI dan pelarangan HTI. Pembelaan dari segala penjuru hadir. Ini negara demokrasi, namun ketika melanggar aturan ya bukan lagi atas nama kebebasan berserikat. Simalakama demokrasi, ketika orang belum dewasa, asih munafik, dan abai konsensus, berteriak demokrasi, sekaligus memaksakan kehendak. Jelas ini ngaco dan bukan demokrat yang sejati.

Perbedaan pendapat itu wajar, namun ketika sudah  merassa diri paling benar dan pihak lain pasti salah, itu bukan lagi perbedaan pendapat. Memaksakan kehendak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun