Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY dan Gagasan Lockdown yang Sia-sia

10 Januari 2021   14:00 Diperbarui: 10 Januari 2021   14:00 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hampir setahun pandemi berlangsung di Indonesia. Grafik makin meningkat. Vaksin siap beredar dengan segala narasi yang mengikuti. Khas negeri ini. Esok kembali pembatasan secara ketat hendak diberlakukan. Hal dan pilihan yang sangat wajar melihat keadaan yang sudah campur aduk. Waktu awal ada petinggi parpol yang mengusulkan lockdown bahkan puterinya pun ikut-ikutan demikian.

Apakah kali ini pilihan lockdown akan lebih tepat? Beberapa hal patut dicermati dan dijadikan bahan  evaluasi, termasuk melihat kepada kondisi lingkungan terdekat. Tidak usah bicara yang memiliki rumah di atas tanah berhektare-hektare, di mana jelas mereka akan memiliki segala sumber daya untuk bisa bertahan bahkan tujuh turunan.

Kondisi kali ini jauh lebih susah, karena titik jenuh orang jauh lebih tinggi. Baru saja dengar dua bahkan tiga pernyataan bahwa  covid hanya rekayasa. Bayangkan korban demikian banyak, masih bicara rekayasa, entah kalau mereka ini yang mengalami, akan seperti apa komentarnya. Mau menjawab susah juga, lha pengalaman, bacaan, pendidikan juga tidak cukup untuk mampu mencerna informasi.

Padahal informasi di media kita sangat bias, antara kepentingan politik dan agama yang seolah-olah itu pasti benar dan corong pendengung sangat masif. Masalah ada pada dua ini, pemain politik dan agama, ingat penggunaan agama yang ujungnya politik. Ketika tahun lalu masih belum percaya, kini pun masih sama dengan narasi yang berbeda. Sok tahu dan merasa baik-baik saja.

Masih berkaitan dengan titik jenuh dan sok tahu di atas. Bagaimana bisa ketika merasa baik-baik saja kemudian dikunci dan karantina sepenuhnya. Lihat saja di luar sana mana ada orang bermasker dan jaga jarak. Minimal di lingkungan saya demikian. Memang  ada hal baru, di mana ketika kenduri tuan rumah dipaksa menyediakan masker, hand sanitizer, dan jaga jarak. Hal yang setahun lalu malah tidak ada.

Upaya yang sudah berlangsung setahun, dan kemudian mengatakan karantina ketat, lockdown, perlu juga dipikirkan soal model hidup bersama kita sebagai bangsa ini, berkumpul dalam acara-acara keluarga besar itu sangat biasa. Memang Lebaran kemarin bisa sepi, tetapi hajatan dan kenduri tetap saja marak. Setahun keadaan sudah berlangsung dan tidak ada yang luar biasa, vaksin sudah tersedia malah kembali ke pilihan lock down jelas makin susah.

Finalsial. Negara jelas sudah habis-habisan. Pengadaan vaksin, insentif dan perawatan korban yang sudah berlangsung setahun. Bantuan ini dan itu yang sudah berlangsung juga hampir setahun. Jika harus dibebani lagi dengan mengunci atau lock down betapa ngerinya dana yang harus disediakan. Ini sih cenderung ngasal dan ngaco.

Apalagi elit yang dulu mengatakan lockdown sudah mewanti-wanti soal hutang. Coba bayangkan beaya vaksin saja sudah diperingatkan, belum lagi kalau membeayai masyarakat secara penuh. Atau beliau lupa mengingatkan pilihan lockdown ya? Sangat mungkin, kan sudah sepuh.

Usai reformasi, seolah negeri ini bebas melebihi mana pun juga. Bebas yang tidak ada adat. Lihat bagaimana media sosial berisi caci maki, perbedaan seolah adalah akhir segalanya, saling hujat hanya karena berbeda pandangan. Model demikian beneran bisa taat aturan dan azas? Ketika hal yang sederhana saja tidak bisa apalagi yang lebih gede seperti mengatasi pandemi.

Sosiologis kita yang masih seperti itu, pun di dunia cenderung tidak ada lagi yang memilih cara itu, WHO pernah mengatakan pula bukan pilihan bijak. 

Mau apa, apa dasar untuk memilih lock down, kecuali pilihan sia-sia. Malah mundur. Sama sekali tidak ada kemampuan untuk itu, selain terlambat juga tidak ada manfaatnya.

Vaksin sudah tersedia, hanya tinggal menunggu waktu dan pelaksanaan. Perlu dicermati dan diingat, bahwa campak atau cacar itu pun kini masih banyak menjangkiti, artinya tidak seketika hilang. Tetapi flu burung juga bisa langsung lenyap begitu saja. Nah dengan vaksin, kewaspadaan masih tetap perlu dijaga, vaksin hanya salah satu upaya untuk memberikan peningkatan daya tahan tubuh, bukan garansi dan jaminan akan aman selamanya.

Perlu diingat juga, vaksin ini hasil dari kerja cepat, darurat, da waktu relatif pendek. Tentu saja masih ada kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan belum terungkap karena waktu yang belum cukup menjadi referensi sebagaimana vaksin yang lahir bukan dalam keadaan pandemi.

Slogan 3 M selama ini, mengenakan masker, menjaga jarak, dan cuci tangan, ini sudah usang, perlu tambahan dengan mengurangi mobilitas, dan menjauhi kerumunan. Hal-hal yang sudah setahun saja tidak  bisa disiplin, yang dua perlu masif untuk ditekankan. Lihat saja banyak pejabat yang terpapar dan akhirnya meninggal itu memiliki mobilitas amat tinggi.

Sekali lagi, tetap saja lock down bukan pilihan bijak, upaya selama ini sudah baik, hanya soal kesadaran massa dan elit yang tidak patuh atas komitmen bersama. Urusan politis dan agamis memang membuat ribet. Ada pada masalah ini, bukan soal pilihan cara menghadapinya.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun