Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mumtaz Rais dan Maklumisasi Arogansi, Jadi Duta Penerbangankah?

15 Agustus 2020   06:39 Diperbarui: 15 Agustus 2020   07:24 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mumtaz Rais dan Maklumisasi Arogansi

Kemarin riuh rendah soal percekcokan anak Amien Rais dengan kru pesawat dan berkepanjangan berhadapan dengan salah satu wakil ketua KPK. Malas sebenarnya mau membahas, toh ujung-ujungnya juga begitu-begitu saja, salah paham pihak kru sudah memaafkan, salah komunikasi, dan tetek bengek tidak mutu lainnya. Ujungnya meterai 6000.

Tanda-tanda itu sudah mulai terlihat, ketika rekan elit Mumtaz di PAN mengatakan emosi ada orang lain ikut campur. Ini poin penting yang membuat akhirnya menunda dua tema demi menuliskan ini. Arogansi.

Kisah yang selalu berulang. Ada yang minta pesawat balik kanan karena pejabat telat. Kisah lain pejabat atau kerabat pejabat memukul kru karena dinasihati.  Kog lagi-lagi terulang.

Penerbangan dan apapun jasanya, benar penumpang adalah raja, atau konsumen adalah raja dalam konteks pelayanan. Soal keamanan jelas lebih paham adalah pegawai atau kru, apapun itu. Tidak lagi konteks raja dan hamba. Ketika si raja juga taat azas, kepentingan umum, bukan semata egoisme sendiri. Inilah masalah yang perlu disikapi dan dijadikan pedoman.

Feodalisme ala reformasi. Miris, ketika anak era 80-an dan 90-an namun perilakunya seperti orang tahun 30-an. Buat apa reformasi kepresidenan saja, tetapi perilaku anak bangsa masih BI-ADAB, arogan ala jalanan, dan juga  mengandalkan kekuatan dan kekuasaan.  Miris.

Pejabat sudah seharusnya menjadi contoh, teladan, dan memberikan keteladanan dan bukan malah sebaliknya. Ini soal peraturan internasional, berkaitan dengan keselamatan. Miris. Keamanan bersama dikalahkan oleh egoisme sepihak, yang merasa sebagai pejabat tinggi.

Kan perjalanan, semua relasi, rekan, dan kerabat sudah tahu sekian jam. Tulis dalam status media sosial, media percakapan, dan apapun demi pemberitahuan sedang dalam perjalanan.

Status medsos hanya pamer. Pihak lain juga kadang enggan membaca, dan memaksakan kehendak. Toh hanya berapa saat sih.

Permisif. Selalu terulang, ini jelas bukan soal penumpang ngeyel semata. Termasuk perilaku ugal-ugalan, fitnah, hoax, intimidasi dan persekusi. Ujungnya hanya maaf, bukan bermaksud begitu. Paling menjengkelkan membawa-bawa agama dan spiritualitas ngaco.

Bagaimana pengampunan dan pemaafan menjadi demikian murah, demi perialu kriminal. Nanti bisa-bisa membunuh orang hanya minta maaf karena bisa meyakinkan publik bukan bermaksud membunuh.

Lebih memilukan lagi, pribadi ini juga pernah menyatakan di depan publik kalau ia siap menjadi menteri. Bayangkan, ketika seorang pengarep menteri namun mempunyai kepribadian demikian. Susah ia melihat memiliki sebuah bentuk pengabdian.

Benar satu kasus tidak bisa menjadikan penilaian bisa utuh. Namun kisah teguran kru pesawat ini serius. Tidak paham aturan, kondisi, dan kedudukan. Kan jika mendesak bisa memberi tahu kru  terlebih dahulu, ini jelas lebih berkelas dan layak menjadi pejabat tinggi.

PAN dan Ikut Campur.

Ini lebih mengerikan, bukan lagi miris. Yang dikatakan ikut campur itu wakil ketua KPK. Ingat KPK itu tugasnya bukan hanya ngurusi maling uang, tetapi juga termasuk dalam hal penggunaan kekuasaan untuk melakukan perilaku curang.

Peristiwa ini termasuk dalam konteks korupsi secara luas. PAN membela bak babi buta yang malah mempersulit keadaan. Sekali lagi, jika memang mendesak dan sangat penting, jauh lebih baik dan bijak memberitahu pihak kru, kan tidak berkepanjangan.

Sikap wakil ketua KPK ini jelas benar, keselamatan penumpang juga penting dari sekadar korupsi uang negara lho. Pesawat juga milik negara pula. Kan harus dijaga bersama, kalau dia tidak terlibat malah secara moral dan legalitas dipertanyakan. Sikap petinggi antikorupsi, membiarkan perilaku korup di depan mata. Bagus, maju terus Pak, jangan takut.

Makin jelas dan mudah, secara politis, Jokowi dan partai pendukung tidak perlu menerima keinginan PAN dan Mumtaz untuk menjadi menterid an bagian kabinet. Hanya peraturan dan komunikasi saja berantakan. Apalagi memikirkan yang jauh lebih besar.

Atau jangan-jangan nanti Mumtaz akan sama dengan yang sudah-sudah menjadi duta Garuda demi penerbangan aman. Muak masyarakat melihat perilaku arogan malah menjadi duta ini dan itu. ingat kisah-kisah berkepanjangan yang sudah-sudah.

Paling nanti atau besok akan ada konpres dan pernyataan maaf telah membuat gaduh, bukan seperti itu, dan lagu sumbang senada. Berharap kepolisian menindaklanjuti sangat kecil. Paling akan mengatakan kesalahpaham semata.

Menanti pihak KPK yang bergerak lebih keras lagi untuk menjadi sebuah pembelajaran bersama termasuk bagi  warga masyarakat, jika perilaku demikian terus menerus didiamkan. Susah meminta masyarakat awam, akar rumput tertib namun elit ugal-ugalan.

Apa bedanya dengan perilaku penjajah Belanda jika demikian. miris.

Kemerdekaan tinggal dua hari menjelang ke-75, namun sikap elit dan para pejabat memiliki sikap mental penjajah dan menilai pihak lain adalah kacung, jongos. Menghargai pihak lain adalah sebuah bentuk sikap demokrasi juga.

Tidak banyak berharap bisa lebih baik sih. Paling ujungnya juga sama. Ribut tanpa makna.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun