Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY dan Gibran Memilih Jalan Politiknya

29 April 2020   18:25 Diperbarui: 29 April 2020   18:22 1974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gibran dan AHY Memilih Jalannya

Dua pemain baru dalam kancah perpolitikan, muda usia pula. Gibran anak dari Jokowi yang melangkah dari dunia usaha kuliner menjadi bakal calon wali kota Solo. Tanah kelahirannya. AHY yang pernah menguji nyali dengan mencalonkan diri sebagai calon Gubernur DKI dan tereliminasi dini. Langkah baru yang beralih dari dunia militer.

Keduanya putera presiden, Jokowi dan SBY. Perlakuan dan pilihan memang sangat berbeda. Mereka memilih jalan yang lain dan baik bagi  pemilih untuk melihat rekam jejak mereka ke depan itu akan seperti apa, jika memang main dalam pentas nasional sebagai kandidat apa saja. Sah-sah saja, tidak perlu iri dengan keberadaan mereka.

Dinasti Politik, Boleh atau Tidak?

Mengapa tidak? Toh Amrik sebagai kiblat demokrasi juga melahirkan banyak klan politikus, bahkan presiden. Keluarga Kennedy, keluarga Bush, atau India dengan keluarga Besar Mahatma. Apa yang perlu dibahas adalah bukan soal boleh atau tidak, namun bagaimana jalan mereka menuju kepada puncak karir politik itu menjadi penting.

AHY

Jalan mulus, karpet merah, dan kalau mobil sekelas alphard merupakan kendaraan AHY untuk menjadi apa saja. Kereta kencana tersediaan eksklusif untuknya menggapai RI-1  tentunya. Apakah itu semewah dan semulus tunggangan? Tidak.  Apa yang terjadi membuktikan, dengan mudahnya tersisih dari DKI-1 itu fakta yang sangat kuat.

Terlalu dini dengan pangkat mayor menjelang letkol. Masa Orba pangkat itu belum layak menjadi bupati/walikota. Memang dalam era reformasi tidak seketat dan sepakem itu, namun paling tidak, dengan usia, rekam karir, dan kapasitas kepemimpinan wilayah, jika sudah mengenyam memang belum segede tingkatan kabupaten-kota.

Melihat nama besar bapak saja ya tidak cukup, Jakarta lagi. Potensi dan petanya  sangat dinamis waktu itu. Yang penting bukan Ahok ternyata ada yang menelikung dan membuang AHY ke dasar jurang pemilihan. Panggung kejam tersaji di depan mata. Karir militer yang belum juga matang, politik mentah yang terlalu dipaksakan.

Partai tersedia tanpa melalui menjadi kader dan menjalani kaderisasi dari sangat bawah, sudah menjadi ketua umum. Di tangan ketumnya bisa merekomendasikan apa saja, termasuk dirinya untuk menjadi apa saja. Karpet Aladin mengantar ke mana saja sesuai kehendak.

Apa isu dan gosip yang mengatakan jika Prabowo tertawa kepada Luhut ketika ada pernyataan soal AHY. Mayor, kapasitas dan pemikirannya kita sama-sama tahu. Ini bukan soal pelecehan atau merendahkan, namun itu adalah fakta yang tidak bisa disangkal. Psikologi perkembanganpun akan mengiyakan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun