Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah SBY Masih Banyak yang Menghendaki Jadi Presiden?

26 April 2020   19:45 Diperbarui: 26 April 2020   19:55 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrat sudah tidak memiliki kader yang cukup mumpuni untuk berbicara banyak di level nasional. Satu demi satu kader terbaik mereka masuk bui. Kasusnya korupsi. Dua dampak besar bagi keberadaan Demokrat. Mereka lumpuh sekaligus dengan sagu kejadian.

Kader terbaik hilang dari peredaran dan itu termasuk lumbung suara yang menjanjikan. Kekuatan Anas, Angie, atau Andi Malarengeng itu cukup signifikan bagi gerak Demokrat. Mereka kecuali Angie adalah politikus yang lumayan mapan. Angie sebagai artis membawa dampak besar juga. Ini dari sisi kekuatan pelaku korup yang mempengaruhi Demokrat.

Kasus sendiri juga menghabisi Demokrat. Soal korupsi, mengenai kepercayaan. Hukuman pada 2014 tidak bisa ditebus dalam perjalanan selama 2014-2019.  Mereka tidak bisa memulihkan kondisi mereka. Malah cenderung lebih parah dengan pemecatan kader karena pilkada DKI 2017. Lagi-lagi lebih memperparah keberadaan Demokrat.

Prestasi Demokrat itu menjadi sia-sia, karena progres pembangunan Jokowi nyata di depan mata. Benar SBY banyak membangun, jauh dari sebelum-sebelumnya, tetapi menjadi tidak ada artinya, ketika berhadapan dengan capaian Jokowi. Apalagi jika bicara luar Jawa. Habis langsung.

Perilaku Demokrat yang main dua kaki membuat mereka makin susah. Kadang sih menguntungkan dalam jangka pendek seperti mendapatkan jatah kursi pimpinan DPR-MPR untuk 2014-2019, padahal mereka tidak mendukung Prabowo-Hatta secara full. Itu pun dilakukan pada periode berikutnya. Bisa saja di tataran elit itu bisa diterima dengan jabatan, di akar rumput dihajar dengan tidak dipilih.

Terlalu banyak klaim, mengeluh, dan menjual derita. Mmau mencalonkan anaknya menjual derita dengan lebaran kuda. Kalah lagi, merasa dijelek-jelekan setiap ada masalah berbangsa. Tapi lupa ketika mengritik juga sering tidak berdasar. Terlalu banyak baper dalam berproses.

Menabrak pemerintah. Mau oposan namun nanggung. Hanya kadang kala, ketika ada dugaan menyasar ke mereka saja menembak pemerintah. Ketika aman-aman saja juga diam-diam saja dalam bernegara. Ini sangat terbaca, bahkan oleh pemilih sangat biasa, apalagi orang yang melek politik.

Tampak dengan gamblang lebih mengedepankan kepentingan sendiri atau keluarga dari pada partai dan bangsa. Tidak perlu diulas, toh sudah sangat gamblang. Membuat bosan yang membaca.

Cenderung melemahhkan capaian pemerintah, dan ironisnya meninggikan prestasi pemerintahan-nya. Jangan lupakan, ini era media. Rekam jejak itu terlihat dengan gamblang kog. Jangan anggap manusia zaman batu, jika pemahaman demikian, sedang rakyat sudah maju pesat. Mainnya medsos, paradigma pikir masih zaman kegelapan.

Padahal dengan kapasitas SBY, jauh lebih baik dengan cara lain untuk bisa dikenang dan ditulis dengan tinta emas sejarah bangsa ini. lagi-lagi nama BJ Habibie sebagai rujukan. Lakukan sebagai seorang bapak bangsa, negarawan, yang selalu memberikan nasihat kepada penerusnya. Ini menjadi catatan bagus bagi generasi muda.

Kurangi terlalu banyak klaim dan kesuksesan sendiri. Semua sudah paham dengan baik, tidak perlu ditonjol-tonjolkan, dan malah jadi olok-olokan kamu muda. Generasi yang berbeda. Pengetahuan generasi kini jauh lebih maju, juga dalam menafsirkan segala sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun