Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amien Rais, Gus Dur, dan Megawati

1 April 2020   14:17 Diperbarui: 1 April 2020   14:33 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Amien Rais,  Gus Dur, dan Megawati

Tiga orang yang sangat terikat dengan era reformasi. Kedua nama tersebut sempat menjadi presiden dalam satu periode pemerintahan. Lumayan berbagi jangka waktu. Satu yang masih penasaran hinggi kini. Dan siapa yang menyangka kalau Amien justru paling merana. Hingga puluhan tahun masih saja berkelana tanpa muara.

Bayangkan, level pendidikan paling mumpuni. Doktor Amrik, politik lagi, akademisi purna sebagai profesor, dan ketua umum PB Muhamadiyah lho. Ketua umum dan deklarator partai politik era reformasi. Tidak heran jika menglaim sebagai bapak reformasi, pun tidak kaget juga jika banyak yang merasa tidak pantas. Ya normal konsekuensi demokrasi orang tidak lagi bisa seenaknya mengaku ini dan itu.

Pada masa 97-98, Amien Rais paling depan sebagai kandidat presiden menggantikan Soeharto. Kejatuhan Soeharto dan dalam pemerintahan Habibie, nama Amien masih juga terdepan. Mega jelas menang dalam kekuatan akar rumput dan militansi PDI-P dan keadaan tertekan yang amat sangat masa lalu.

Toh namanya tetap kalah moncer dengan Amien Rais. Pemilu memberikan kemenangan kepada PDI---P dan potensial bagi Mega untuk mulus sebagai presiden. Pemilihan masih lewat MPR.  Ternyata tidak semulus kenyataannya. Tarik ulur, Amien sebagai ketua MPR mandiri pertama memiliki peran penting.

Sejatinya Amien paling pengin jadi presiden, tapi tahu diri dengan perolehan suara partainya. Tiba-tiba menyorongkan nama Gus Dur yang tidak cukup lama mengisi posisi bursa capres. Kalah dengan Habibie, Akbar Tandjung, ataupun Amien, dan Mega tentunya. Eh malah dengan poros tengahnya Amien menyorongkan nama Gus Dur.

Cukup lucu ketika Mega, Amien, dan Gus Dur ini seolah petak  umpet. Gus Dur tahu jika Mega jadi bisa bahaya, akan dijadikan bahan bulan-bulanan politik yang liar bak kuda lepas dari kandang. Ia juga tahu diri dengan perolehan partai yang tidak cukup signifikan. Mengerti kalau Amien pengin juga.

Gus Dur mendukung Mega, jelas ia tahu dengan baik namanya demokrasi, pemenang itu layak menjadapatkan penghargaan. Sisi lain toh banyak elit partainya juga ingin Gus Dur naik menjadi presiden. Kondisi kesehatannya jelas menjadi pertimbangan Gus Dur untuk itu.

Amien mendukung Gus Dur. Konon dalam kasak-kusuk politik ini adalah tawwaran Amien sekadar basa-basi biar Gus Dur mengatakan, saya tidak bisa, sampeyan saja. Eh Gus Dur mengiayakan. Narasai perempuan tidak bisa jadi pemimpin makin nyaring terdengar.

Mega yang jengkel tentu memilih mendukung Amien. Ini jelas bukan sebagai dukungan setuju, namun hanya untuk mengunci keadaan, semua jadi saling kunci dan tidak bisa apa-apa. Golkar toh mengerti keadaan yang rumit itu. Mereka bertiga yang memegang kartu untuk bisa melaju dengan baik.

Pemilihan lewat pemungutan suara di MPR membawa Gus Dur menjadi presiden keempat menggantikan BJ  Habibie. Lagi-lagi peran dan zig zag Amien sangat dominan. Sama juga dua tahun lewat kemudian membuat Gus Dur jatuh dan Mega naik.

Posisi Amien yang demikian, layak jika mendapatkan balasan kemarahan dari pendukung baik Gus Dur ataupun Mega.  Meskipun naik menjadi presiden toh harus dengan jalan berputar dan merusak relasional dengan Gus Dur.

Layak jika ada yang mengarakan Amien Rais akan menjadi gelandangan politik. Kog naga-naganya memang akan ke sana. Usai 2014 meradang karena ada tukang kayu yang maju dan melaju dengan gagah menjadi presiden. suara nyaringnya terdengar sepanjang periode lima tahun. Ada kadernya yang duduk dalam kabinet. Ini yang membuat banyak orang makin tidak simpati.

Menjelang pilpres 2019, makin menjadi. Dan anak beranak pun demikian. seolah menjadi kompor yang sama sehingga bisa membakar apa saja. Eh malah panggilan polisi karena adanya operas plastik rekayasa ala Ratna Sarumpaet. Cukup diam Amien dengan kasus itu.

Lagi-lagi jagoannya kandas. Dan tidak juga mereda keinginannya untuk tetap menjadi seseorang. Toh dalam pemilihan langsung juga langsung tersingkir dalam pemilihan putaran pertama. Seusai penghitungan keadaan memanas. Toh ia juga masih ikut di sana.

Kini, tahun 20, keberadaannya makin suram. Partai yang ia besut dan besarkan malah mendepaknya. Lebih miris ia didepak oleh besannya sendiri. Politik tidak mengenal besan atau kawan, politik ya kekuasaan. Mungkin ia salah prediksi, atau memang tidak bisa membaca alur politik praktis?

Pilihan untuk masa depannya yang tidak akan lagi panjang ada di tangannya. Mau marah, kecewa, dan tidak terima kemudian membentuk partai baru. Konsekuensi akan memorakporandakan keberadaan PAN dan nama Amien makin hancur.

PAN bukan partai gede yang menjanjikan suara. Mereka akan  merongrong partai sendiri. Susah mendapatkan limpasan dari partai lain. kedua-duanya akan hancur dan malah Amien bisa menjadi tertuduh selaku biang kerok.

Militansi pemilih PAN dan Amien tidak ada. Berbeda dengan PDI dan Mega atau Sukarnoismenya. Mereka pecah dan bisa menjadi embrio dan makin besar. Konteks ideologis yang membesarkan PDI-Perjuangan. Akan berbeda dengan PAN-P atau R atau apapun namanya. Tidak ada harapan dan kejelasan ke depannya.

Kader-kader PAN juga biasa saja, tidak ada yang istimewa untuk bisa menjual makin besar, mau ada Amien atau tidak. Artinya perpecahan akan membuat makin suram. Lekat ingatan soal kader yang masuk jeruji KPK lebih kuat. Ini miris karena lahir usai reformasi malah sama saja tabiatnya.

Jauh lebih bijak Pak Amien mandita, menjadi enasihat spritual, bukan hanya PAN, namun berbangsa. Negarawan menggantikan almarhum Habibie yang bisa bersikap dengan baik mendampingi presiden penggantinya. Ini juga lebih bermanfaat dan namanya bisa kembali baik.

Pilihan tentu ada di tangannya, siapa yang bisa memberi tahu kaliber Amien. Toh tidak akan ada harapan dengan partai baru.

Terima kasih dan salam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun