Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Presiden dan Akibatnya

14 Juni 2019   10:31 Diperbarui: 14 Juni 2019   10:59 1446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo Presiden dan Akibatnya

Gugatan ke MK itu meminta menjadikan Prabowo presiden, menepikan  pemilu. Lha kalau begitu buat apa pemilu mahal-mahal, dan riuh rendah begitu, jika dengan sepele mendelegitimasi kemenangan pihak lain yang dipilih oleh mayoritas pemilik hak suara. Lucu dan aneh.

Jika persoalan adalah mengenai cawapres 01 yang seorang yang berkaitan dengan BUMN, mengapa hal itu tidak terjadi, ketika masih dalam tahap pendaftaran, atau bahkan dalam gugutan terakhir ke Bawaslu yang berbicara hal ini.

MK sebagai lembaga yang menyidangkan sengketa pemilu, jelas tidak akan ribet dengan tetek bengek urusan di luar kewenangannya, dan sudah jelas di Bawaslu yang telah usai kerjanya beberapa waktu lalu. Semua jelas.

Kecurangan TSM, pun hanya slogan berkali ulang, media sosial dengan riuh rendahnya, dan kala diminta satu saja keunggulan Prabowo yang meyakinkan untuk menang seribu bahasa. 

Logis saja, apa keunggulan Prabowo dibandingkan Jokowi, secara obyektif? Modal awal pemilu lampau saja berkurang, artinya minim inovasi, bertahan saja enggan.

Apa yang mereka tampilkan semata negasi capaian rival yang sekaligus incumbent, tidak ada gagasan dan ide baru untuk Indonesia jauh lebih baik. Fokus hanya Prabowo presiden, namun presiden yang seperti apa tidak ada gambaran sama sekali. 

Buat apa gangti kalau yang baru saja tidak jelas, sedangkan yang lama memberikan pengharapan. Infrastruktur yang jelas-jelas memberikan kemudahan banyak hal dicela. Ini jelas kerugian yang mereka ciptakan.

Mereka banyak menggali lubang sendiri, dan marah ketika mereka terperosok. Soal hutang negara yang jelas peruntukannya malah menjadi bahan mereka mengatakan ini dan itu. 

Mentahnya data dengan mudah dipatahkan, ketika terpatahkan ngeles ke mana-mana dan itu lubang baru. Mereka tidak siap konsep dan gagasan ketika dipatahkan ngamuk dan meradang. Itu jelas fatal.

Standart ganda dan kelucuannya. Sangat panjang deretan fakta yang ada. Soal para pelanggar hukum yang dilanjutkan dalam persidangan dibela mati-matian, namun ketika tidak lagi mampu dibuang bak sampah paling parah. Begitu banyak hal demikian. Pokoknya pemerintah dan jajarannya pasti salah, dan mereka pasti benar dan menang.

Terbaru soal status KHMA di dalam BNI Syariah yang dipersoalkan. Ketika ada caleg mereka lolos dengan kondisi yang sama, Bawaslu yang salah. 

Lucu dan naif, ketika orang bisa seenaknya menerjemahkan hukum dan peraturan seenakudelnya mau jadi pemimpin. Bawaslu yang dipersalahkan karena mereka untung, pada posisi yang sama, mereka menolak kubu lain yang dijamin UU.

Mengutip dan menyomot apa kata, pendapat, gagasan, sepanjang menguntungkan. Abai akan esensi yang ada di sana. Salah satu yang asal comot dan itu dibantah adalah adanya penelitian bahwa dalam masa di mana Jokowi berusaha ada indikasi penegakan hukum yang bisa cenderung abai akan demokrasi.

Indikasi itu diopinikan pihak pembela kubu Prabowo bahwa adanya sikap penegakan hukum yang bisa menjadi antidemokrasi sebagai pemerintahan otoriter, padahal si peneliti sama sekali tidak mengatakan hal itu dalam penelitiannya. Artinya mereka menambahkan sendiri, othak-athik gathuk, asal berbau asing. Padahal katanya antiasing?

Berkaitan dengan itu, ketika peneliti itu juga tidak mengaitkan sama sekali temuannya dengan pemilu yang mereka katakan curang dan sebagainya. 

Bagaimana bisa penelitian tahun 18 dengan pemilu 2019. Adanya separo fakta dan data menjadi makanan mereka setiap saat sepanjang masa periode Jokowi memimpin.

Penolakan peneliti ketika mengenai bahwa ia juga tidak mengatakan jika Prabowo akan menjadi lebih baik di dalam memimpin negara ini. 

Aneh dan lucu ketika mereka, paling tidak ada di dalam pusaran mereka mengatakan akan menghidupkan Orde Baru namun mereka menimpakan Jokowi sebagai pelaku ala Orde Baru.

Mereka tidak pernah berupaya serius dalam melakukan tahapan pemilu ini, namun mereka berharap akan menang. Menang dari mana coba, jika memilih cawapres saja bertikai sehingga banyak yang setengah hati. Ini masalah serius jangan malah menyalahkan Demokrat apalagi Jokowi.

Mereka hanya membangun narasi pemerintah, Jokowi khususnya salah terus. Ini jelas fatal karena sebaliknya mata rakyat melihat dan gamblang bisa menilai. 

Benar ada kesalahan atau catatan yang harus diperbaiki, bukan malah jadi bahan nyinyir tanpa adanya solusi yang lebih baik. Jelas ini bukan jualan layak pilih. Ide dan gagasan mereka minim dalam visi dan misi.

Dalam debat ada dua hal ala Sandi dengan Oke-Oce yang mentah dan gagal di Jakarta. Narasi buruk yang didengungkan terus. Prabowo dengan antiasing dan aseng yang itu-itu saja dan malah bumerang sendiri. Kekayaan yang tidak terdistribusi padahal ia juga pelaku. Ini jelas fatal dan bumerang telak.

Mereka gagal dalam debat malah menutupi dengan kampanye ugal-ugalan, di mana membuat dram berseri yang lagi-lagi kebuka aslinya dengan sangat mudah. Hal yang sangat serius bagi hidup berbangsa, ini dari sisi Sandi, si Prabowo tidak kalah ngawurnya dengan perendahan demi perendahan, emosional berlebihan, dan miskin tawaran menarik lainnya.

Usai pemilihan malah makin ugal-ugalan dengan klaim menang irasional, tanpa bukti dan fakta, dan kekonyolan ketika simpulan dibangun dengan cara-cara aneh dan lucu. 

Mulai SMS, robot anticurang, dan seterusnya. Ini semua membuat orang malah tidak semakin simpati untuk  membantunya dalam mencapai keinginannya menjadi presiden. Orang sudah  kembali seperti dulu kog, masih ribet dengan keinginan sendiri dan kelompok.

Paling parah adalah adanya upaya menghalangi rekonsiliasi kedua capres. Jokowi yang pemenang, maupun kalah sebenarnya tidak ada yang salah berinisiatif untuk berjumpa, untuk menjalin komunikasi. 

Malah narasi meremehkan, buat apa kalau tidak curang menang harus mengemis bertemu, jubir saja yang menemui. Ini jelas bukan pelaku demokrasi yang pantas dan patut.

Mengatakan tidak akan ke MK, memanaskan suasana dengan pp, dan ujung-ujungnya juga ke MK karena ada waktu untuk menahan kekalahan paling tidak sebulan. Kalau memang menang, tidak perlu aneh-aneh. Menang ya menang. Nyatanya tidak ada fakta yang menyatakan memang ia menang dan layak menang.

Prabowo, sudahlah, jangan lagi tambahi panas keadaan dan orang-orang yang sudah teracuni. Akan sangat susah membersihkan tuba itu yang telah meresap dan merusak sekian banyak orang. 

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun