Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PAN Perlu Di-Golkar dan PPP-kan

2 Mei 2019   09:00 Diperbarui: 2 Mei 2019   09:15 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PAN Perlu Di-Golkar dan PPP-kan

Perhitungan suara masih berjalan. Para kandidat sudah kembali pada kesibukannya. Jokowi sebagai incumbent telah kembali bekerja. Prabowo yang masih asyik dengan kampanye yang ia perpanjang sendiri. Parpol pun kasak-kusuk mau pindah haluan dan mulai menebarkan pesona dengan nama-nama kandidat untuk masuk kabinet.

Partai koalisi yang ada dalam hitungan lebih depan dalam hitung cepat, justru relatif adem ayem. Satu saja partai lama yang diprediksikan keluar dari Senayan, namun tidak juga banyak riak di sana-sini. Parpol di kelompok Prabowo yang cenderung ramai, riuh rendah, dan mengatakan ini dan itu demi kue kekuasaan.

Secara umum, Demokrat, PKS, dan PAN cenderung main aman dengan mengatakan secara normatif menunggu hasil dari hitung manual KPU. Sangat normatif. Demokrat mengatakan tidak akan meninggalkan rekan. PKS menyilakan Sandi untuk kembali ke DKI-2, artinya mereka tidak lagi ngotot untuk menyasar jabatan DKI-2. Suara mereka naik cukup besar, lebih baik fokus ke dewan, dari pada ikut ngotot mainkan isu curang dan presiden-presidenan.

PAN yang sejak awal memang memainkan dua kaki, makin kelihatan ke mana  arah dukungannya. Sejatinya perilaku codot, politik ala codot itu sejak periode lalu. Sangat mungkin karena besan di PAN itu berbeda pilihan dan sikap. Zulhas yang muda lebih realistis, sedangkan si besan yang sepuh, namun penuh kebencian sedang menyukai asal bukan Jokowi, jelas ke mana dukungannya.

Kabinet kerja lalu yang diisi PDI-P, Nasdem, Hanura, dan kemudian Golkar beserta PPP yang membelot dari koalisi 02. Kedudukan menteri cukup menyenangkan. Akhirnya PAN pun berlabuh dan mendapatkan satu menteri. Lumayan.

Perilaku dua kaki dan ugal-ugalan PAN sudah dan  masih saja dilakukan. Dalam banyak isu strategis mereka tetap serasa oposisi. P3 yang memang dianaktirikan di 02 dengan tidak memperoleh kedudukan di dewan dan majelis, sangat wajar riang gembira beralih haluan.

Masa pemilu 2019 menjelang, mereka tidak cukup garang karena isu kardus yang cukup kencang. PAN tidak selugas Demokrat yang menyatakan kebebasan bagi kader untuk mendukung capres manapun. Namun pilihan terbuka Bima Arya jelas sebuah kesengajaan karena respon partai pun adem ayem saja.

Usai penghitungan, PAN memperlihatkan wajah aslinya dengan kecenderungan kembali pada periode lalu dengan kembali akan menyeberang. Beberapa indikasi demikian terbaca dengan bebas dan gamblang.

Kedatangan Zulhas ke istana yang jelas akan beraroma kan ketua MPR, namun jangan disalahkan pula yang berpikir itu juga ketum partai politik. Dan ternyata juga santer kalau ia meminta ps ketua Majelis masih ada dalam tangan partai mereka.

Bara Hasibuan pun membuat makin membara dengan pernyataannya kalau kebersamaan dengan Prabowo-Sandi usai ketika pemilu sudah terjadi. Pernyataan yang cukup memantik perselisihan internal dengan cukup tajam. Usulan untuk memecat dan memberikan sangsi cukup kuat. Berbeda ketika Bima Arya menyatakan sikapnya soal dukungan pilpres lalu.

Apa yang terjadi dengan keramaian Bara Hasibuan ini, bisa membuat perpecahan internal menjadi kuat. Apalagi dengan pernyataan kalau Bara sebagai caleg gagal yang mempermalukan partai. Ingat bagaimanapun Bara adalah juga pendiri PAN. Aksi reaksi yang sangat mungkin makin meruncing.

Jadi ingat dua partai politik di periode lalu terjadi perpecahan cukup parah. Saling tuntut dan klaim terjadi. Golkar dan P3 merasakan perpecahan dan perebutan kursi ketua umum cukup lama. Kalah dan menang di pengadilan mewarnai jalannya kedua parpol pada episode lalu. Cukup lama dan panas juga kondisi mereka.

Perselisihan internal dan merasa lebih satu dari yang lain, membuat keadaan yang tidak enak bagi bangsa dan negara. Padahal kedua partai itu relatif aman dari sosok kuat atau kultus pada pribadi tertentu. Para pendiri cenderung sudah surut, toh masih bisa terjadi kekisruhan demikian.

PAN sangat mungkin terjadi demikian. Pengaruh Amien Rais yang masih cukup dominan di dalam mengawal PAN. Jelas saja tetap ada yang loyalis Amien atau pihak yang berbicara atas asaz modern. Ini jelas bisa menjadi titik masuk  untuk terjadi perpecahan.

Bisa juga karena banyaknya dukungan untuk memilih mendukung  Jokowi sebagaimana dikatakan Bima Arya, atau memilih Prabowo sebagaimana perilaku PAN secara umum dalam pemilu kemarin. Ini bukan tidak mungkin semakin hari semakin besar. Apalagi melihat tanggapan partai lain yang demikian geram melihat manufer Zulhas dan reputasinya periode lalu.

Posisi presiden yang jelas aman dari kepentingan dan pertimbangan politik sangat mungkin membuat PAN makin terpuruk. Jika ditinggalkan pemerintah, mereka bisa saling tuding dan saling sikut untuk menyalahkan langkah Amien dan Zulhas selama ini. Ini potensi yang tidak sepele.

Atau sebaliknya jika bergabung dengan pemerintahan sebagaimana ide Zulhas dan beberapa individu di sana, jangan pula dianggap sepele dan tidak berdampak cukup besar. Apalagi jika melihat reputasi mereka yang ugal-ugalan dalam memainkan peran dua kaki.

Jangan salahkan jika PAN terkena dampak perpecahan sebagaimana dua senior mereka. Sangat mungkin dan sangat terbuka untuk terjadi. Dan itu tentu memberikan dampak yang cukup besar bagi perpolitikan nasional selanjutnya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun