Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Doa Terlarangkah Ini?

25 Februari 2019   09:00 Diperbarui: 25 Februari 2019   09:58 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Relasiku dengan cowokku terjalin sejak SMA. Ia anak perantauan, jadi ngekos di kotaku.  Ia anaknya rajin, cerdas, dan banyak teman-temannya yang minta bantuan buat pekerjaan rumah, dan kawan-kawan akan membelikannya makan. Anak orang cukup terpandang, ia tetap mencari duit sendiri, dengan menerima les anak sekolah dasar. Lumayan bisa menabung banyak bagi usianya.

Kedekatanku karena aku kagum pada pribadinya. Selalu ceria, banyak aktifitas yang ia ikuti dan nilainya bagus, pun masih nyambi cari uang. Pertama kali aku tanya memang uang sakunya kurang, sehingga harus ngelesi? Jawabannya ternyata jauh dari apa yang aku bayangkan, ia mengatakan memberi les ternyata untuk membantu anak-anak yang tidak cukup mampu di dalam studinya.  Ia hanya mencari anak-anak bukannya yang kaya dan pinter, namun kaya yang tidak cukup pintar. Inilah yang membedakan dengan pemuda lainnya.

Usai SMA kami  mengambil jurusan dan universitas yang sama dan benar diterima di sana. Kedekatan makin terjalin, apalagi masa kuliah berbeda dengan sekolah. Kuliah demi kuliah, ujian demi ujian kami lalui di dalam kebersamaan yang indah.

Sidang ujian dapat kami selesaikan dengan baik dengan saling dukung. Wisuda menjelang dan kala gladi, orang tuanya mendatangiku dan mengatakan, terima kasih atas kehadiranku, namun dengan menyesal mereka memohon maaf karena telah membuat kesepakatan dengan rekan kerjanya, sekaligus sahabat mereka, dan mereka berbesanan.

Aku cukup kaget, karena mereka menyatakan dengan penuh sesal dan berurai air mata, aku malah tegar dan menyatakan selamat.  Sejak hari itu aku tidak tahu lagi khabarnya, hanya bahwa ia pernah mengajakku kawin lari. Dan itu yang mempertemukan dengan imam muda itu.

Tiba-tiba ada nomer yang tidak aku kenal mengirimku pesan, aku tidak tahu siapa, dan aku pikir kalau memang berniat baik akan  memperkenalkan diri. Benar, sore sepulang kerja, aku mendapati ia ngechat aku dan akhirnya menghubungiku.

Ia berkisah bahwa ia dan istrinya merasa berdosa kepadaku. Istrinya selalu keguguran setiap kali hamil, dan merasa bahwa ia merasa berdosa kepadaku.

Aku mengambil keputusan tidak memedulikan apa yang ia katakan, karena pernikahan mereka adalah sakramen yang tidak lagi bisa diceraikan kecuali oleh maut. Aku sudah bisa kokoh dengan hidupku. Rengekannya selalu sama, merasa menyesal bahwa orang tuanya memutuskan sepihak dan seterusnya, selalu seperti itu.

Apakah doaku salah jika mendoakan kedua laki-laki itu tetap setia pada jalan mereka, meskipun mereka merasa tidak bahagia? Satu yang jelas, bahwa aku mendoakan mereka dengan tulus, dan lega jika usai menyebut nama mereka di dalam doaku. Dari sana aku merasa bahwa Tuhan berkenan dengan doaku. Sekian lamanya irama dan isi doaku sama, dan aku tetap bahagia dengan doa dan pilihanku.

Semoga kalian tetap dalam jalan kalian, dan berhagia dengan jalan kalian. Aku sudah bahagia juga dengan jalanku.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun