Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Capres Ini Harus Baca Pengakuan Pasien Ini Sebelum Nge-Hoaks RSCM

7 Januari 2019   17:00 Diperbarui: 7 Januari 2019   17:18 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berita mengenai tudingan penggunaan selang cuci darah berkali ulang perlu mendapatkan perhatian serius. Ini soal penyakit, nyawa, dan lembaga besar. Jika benar, setengah benar, dan memang demikian jelas tidak begitu menjadi masalah. Perbaiki pelayanan dan lakukan pembenahan sehingga jaminan pelayanan kesehatan benar dan baik.

Mirisnya adalah sangat susah percaya bahwa itu benar demikian. Dampaknya luas karena ada faktor kepercayaan, kecemasan, dan kekhawatiran dalam banyak segi hidup bersama. Mungkin yang bicara sudah selesai omong, besok pun sudah lupa dan membuat kisah lain. Namun apa iya bagi para pendengar?

Pasien yang sudah sakit fisik bisa tambah sakit hati, pikiran, dan perasaan karena was-was. Bayangkan saja datang dengan segala kerepotannya, eh masih ditambah jangan-jangan pasien sebelumnya mengidap penyakit yang makin memperparah keadaannya. Sampai ke sana tidak ya calon presiden itu berpikir?

Ada kisah yang separo memberikan fakta bahwa pernyataannya itu ada terjadi, namun separonya justru mementahkan tudingannya. Pengalaman seorang pasien ini baru bisa menjadi kritikan dan masukan, karena berangkat dari pengalaman, pengamatan, dan jelas sebagai saksi karena menjalani sendiri. Bukan kata orang. Berbeda bukan dengan si itu?

Kisah ini diceritakan pengidap penyakit yang harus menjalani cuci darah. Akhir-akhir ini ia merasakan kulitnya menghitam seperti terbakar. Cuci darah ia lakukan di daerah.Nah suatu hari ia melakukan cuci darah di RSCM, ia kaget melihat pasien terlihat bersih, bahkan ia katakan mereka segar bugar tampak dari wajah mereka, seolah bukan penderita yang sedang antri mau cuci darah.

Timbulah pertanyaan mengapa berbeda apa yang ia alami dan dirasakan pasien dari rumah sakit yang dituding menggunakan selang untuk 40 orang itu? Tanya sana-sini, diskusi ke sana ke mari, ternyata kulitnya menghitam, kemungkinan karena tabung dialiser, ingat tabung bukan selang, memang harganya hampir dua puluh kali lipat. Jadi masih bisa "dimengerti" jika dipakai untuk delapan kali. Ingat tabung dengan harga 180-an ribu rupiah, bukan selang yang hanya tujuh ribuan, daerah lagi.

Hal ini bukan soal membenarkan pemakian sekali pakai untuk delapan kali, namun bisa dimengerti keadaan daerah. Ingat ini daerah. Pembangunan infrastruktur jadi penting bukan sehingga daerah bisa juga tersedia bahan yang diperlukan apapun itu dengan sama mudahnya dengan di Jawa. Hayo siapa yang teriak paling lantang soal pembangunan infrastruktur.

Ketersediaan yang terhambat di daerah bisa karena memang transportasi dan distribusi yang terhambat. Jadi kalau mau bicara itu perlu banyak melihat kepentingan di balik sebuah program, proses, dan kebijakan. Mudah sih membantah atau menolak ini dan itu, pada sisi lain teriak-teriak mengapa begini dan begitu.

Dari peristiwa kecil, sederhana, dan seolah sepele, hanya karena selang seharga es campur itu, memperlihatkan kualitas seorang capres. Bagaimana bisa menelan begitu saja informasi yang katanya adalah masukan kepadanya.

Mengolah informasi dengan mentah. Ceroboh. Ini tuduhan serius karena hanya sepele selang. Beda jika tabung dialiser dengan melihat harganya. Yang dituding RSCM, rumah sakit di Jakarta rujukan dari segala rujukan. Dan ternyata dibantah dan dimentahkan kesaksian pasien tersebut. Mengapa ini penting, kalau manajemen yang berbicara masih akan dibantah, itu kan pencitraan, pembelaan diri, dan sejenisnya.

Bagaimana seorang pemimpin kog mengolah data asal-asalan. Ingat ini era data jadi, orang salah sedikit saja menginput data, apalagi mengolahnya bisa sangat fatal. Untung masih calon, dan ini bukan hanya sekali ini, sudah berkali ulang dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun