Mohon tunggu...
Patrisia Dinta P.S.
Patrisia Dinta P.S. Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis Anak dan Remaja

Psikolog Klinis, Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Wilayah Jateng, Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Wilayah Jateng

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingkah Si Pesek untuk Anak? (Pesek=Pendidikan Seksualitas)

18 Juli 2021   11:41 Diperbarui: 18 Juli 2021   11:43 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tidak sedikit orang beranggapan bahwa pendidikan seksualitas merupakan hal yang dianggap tabu untuk dibicarakan dengan anak. Padahal maraknya kasus -- kasus yang terjadi di masyarakat mengenai tindak kekerasan seksual yang terjadi pada anak -- anak dan meningkatnya kasus tersebut merupakan bukti bahwa kurangnya pengetahuan anak dalam mengenal pendidikan seksualitas yang seharusnya sudah mereka peroleh di tahun pertama kehidupannya oleh orang tua. 

Hal tersebut harus dibenahi untuk membekali anak melawan arus globaliasasi yang semakin transparan dalam berbagai hal termasuk di dalamnya mengenai seksualitas. Anak pun diminta untuk lebih peduli dengan kesehatan seksual nantinya. Di dalam keluarga, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak -- anak. Salah satu pendidikan yang perlu diperhatikan oleh orangtua adalah pendidikan seksualitas.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2010), memperkirakan bahwa penduduk Indonesia mencapai jumlah total 237.641.326 jiwa. Dari data tersebut, 31.803.759 jiwa merupakan anak usia dini (0 -- 6 tahun). 

Ada sekitar satu dari tiga anak perempuan dan satu dari tujuh anak laki -- laki akan mengalami pelecehan seksual selama masa kanak -- kanak. Banyak anak -- anak tidak akan pernah tahu tentang apa yang terjadi pada mereka. Hal ini sebagai akibat dari ancaman dari pelaku  sehingga banyak terjadi kasus pelecehan seksual di sekitar kita (Finkelhor, Hammer, & Sedlak, 2008).

Orang tua memiliki peran penting untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dengan mengenalkan pendidikan seksualitas kepada anak sejak dini. 

Hal ini sangat penting mengingat kejahatan seksual semakin marak. Ditambah dengan semakin transparannya berbagai informasi yang dapat diakses melalui jaringan internet oleh setiap orang. 

Hal ini sangat memungkinkan sebagian besar anak untuk memanfaatkannya sebagai media dalam belajar untuk memenuhi rasa ingin tahu mengenai seks. Namun tidak semua informasi tepat dikonsumsi anak yang masih rentan karena tidak adanya filtrasi sehingga perlu adanya pendampingan orang tua untuk memilah informasi mana yang tepat dikonsumsi oleh anak.

Kurangnya pemahaman anak mengenai pelecehan seksual dan bahaya di lingkungan sekitar merekalah yang membuat anak hanya terdiam ketika mereka dilecehkan. Maka, pembahasan, arahan dan diskusi yang terkait dengan seks menjadi sesuatu yang sangatlah penting diberikan untuk mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak.

 Pemberian pendidikan seksualitas merupakan cara menginformasikan kepada anak mengenai keterampilan tentang seks yang aman, cara berkomunikasi tentang seks dan cara mengelola hubungan. Banyak cara yang sudah banyak berkembang untuk mengajarkan pendidikan seksualitas pada anak.

Hainstock (2002) mengatakan bahwa menurut pendapat Montessori, masa usia dini adalah periode sensitif dan selama masa inilah anak usia dini dengan mudah menerima stimulus -- stimulus dari lingkungannya. 

Dimana kemampuan otak anak dalam menerima semua pengetahuan dari lingkungannya diikuti dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu pada anak usia dini meliputi semua bidang yang menurutnya menarik atau menyenangkan dan salah satunya yang berkaitan dengan seksitas.

Menurut Freud (1917), adapun tahapan perkembangan psikoseks yaitu tahap oral, anal, phallic atau odipal, latensi dan pubertas / genital. Menurut Freud (1917) menempatkan anak usia dini pada tahap phallic. 

Dimana selama tahap ini alat genital menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif. Pada usia dini inilah anak mulai mengetahui perbedaan jenis kelamin, maka tahap eksplorasi tubuh merupakan tahap yang sedang dialami oleh anak. Eksplorasi dapat mencakup, memanipulasi genital, mengelus dirinya sendiri, memeluk boneka atau orang -- orang sekitarnya. 

Apabila aktivitas tersebut dibiarkan, maka akan menjadi kebiasaan anak hingga dewasa nanti. Ketika anak memiliki pengalaman seks yang keliru dapat mengembangkan salah persepsi mengenai alat kelamin, proses reproduksi, dan seksitas. Dimana hal ini pun dapat membuat anak mengalami penyimpangan seksual di kemudian hari.

Upaya dalam pencegahan pelecehan seksual terhadap anak melalui pendidikan seksualitas merupakan cara agar anak dapat mengidentifikasi situasi -- situasi bahaya dan mencegah terjadinya pelecehan seks, mengajarkan pada anak mengenai bentuk sentuhan  yang tidak baik dan bagaimana mengakhiri interaksi / bersikap dengan orang yang mencurigakan serta cara meminta pertolongan.

Menurut Handayani (2008), bentuk pendidikan seks kepada anak usia pra sekolah adalah sebagai berikut :

 1) Anak usia 18 bulan hingga 3 tahun, dimana anak mulai belajar mengenai anggota tubuhnya. Ketika mengajari anak untuk mengenali anggota tubuhnya, gunakanlah nama yang tepat pada masing -- masing anggota tubuh. Pada usia ini pun penting bagi orang tua menjelaskan pada anak bagian tubuh mana yang boleh dilihat orang lain dan mana saja yang tidak boleh dilihat oleh orang lain sehingga harus ditutupi dengan pakaian.

2) Anak usia 4 hingga 5 tahun, anak mulai menunjukkan ketertarikannya pada seksitas yang dasar. Menyentuh alat kelamin pada usia ini tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas seks, tetapi masih dalam rangka ketertarikan yang normal. Pada usia ini mungkin anak meningkat rasa ingin tahu mengapa tubuh laki -- laki dan perempuan berbeda atau dari mana adik bayi lahir. Dari pertanyaan sederhana tersebut, orang tua bisa mulai menanamkan pendidikan seks mulai dari tingkat dasar mengenai anggota tubuh dan fungsinya. Orang  tua pun di usia anak yang semakin dewasa dapat memberikan informasi yang lebih lengkap sehingga mereka tidak mencari tahu sendiri mengenai informasi -- informasi yang tersebar bebas di internet.

Hendaknya orang tua menjalin komunikasi yang intens dengan anak dalam memahami keingintahuan anak tentang perilaku seksual agar informasi yang anak dapatkan dapat menjadi benteng pertahanan diri untuk masa depannya. Pertanyaan -- pertanyaan yang disampaikan anak merupakan suatu bentuk tahapan perkembangan anak dalam mengeksplore lingkungannya. 

Disarankan untuk orang tua agar tetap tenang dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh anak. Hal ini dikarenakan kalau orang tua bingung atau kaget ketika anak bertanya hal tersebut, anak justru akan merasa segan untuk bertanya kembali karena dalam benak anak terekam bahwa dirinya telah menanyakan sesuatu yang salah.

Upaya orangtua menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap anak dapat dengan mendiskusikan dengan memberikan kesepakatan mengenai cara yang santun dalam mengungkapkan pendapat ke orang tua, penerapan jam belajar pada anak, batas waktu anak keluar malam, tempat yang menjadi privasi anak dan orang tua serta tayangan televisi/tontonan yang bisa ditonton anak berdasar usia.  

Perlu dipahami bahwa pendidikan seksualitas meliputi mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya baik dari sisi kesehatan, kebersihan, keamanan dan keselamatan. Anak harus dapat menjaga diri sendiri sedini mungkin. 

Prinsip yang perlu ditekankan pada anak adalah tidak mudah percaya pada orang yang baru dikenal dan tetap berhari -- hati untuk orang yang sudah kenal dekat. Hal tersebut mengajarkan anak untuk bersikap hati -- hati yang berguna bagi pembentukan sikap mandiri dan teguh dalam memegang pendirian.

Referensi:

Finkelhor et al. 2008. Sexually Assaulted Children : National Estimes and Characteristics. Journal Juvenile Justice Bulletin. 7: 1 -- 12

Freud, S. 1917. A General Introduction toPsychoanalysis. New York:Washington Square Press.

Hainstock, E. G. 2002. Metode Pengajaran Montessori Untuk Anak Sekolah. Diterjemahkan oleh Hermes. Jakarta: Pustaka Delapratasa

Handayani, A. & Amiruddin, A. 2008. Anak Anda Bertanya Seks? : Langkah Mudah Menjawab Pertanyaan Anak tentang Seks. Bandung: Khaza

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun