Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apa Itu Urban Warfare dalam Konstelasi Benteng-Benteng di Dunia?

23 Desember 2021   16:58 Diperbarui: 23 Desember 2021   18:43 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : idntimes.com

Apa Itu Urban Warfare Dalam Konstelasi Benteng-Benteng Di Dunia?

Membangun pertahanan negara, antara lain dengan membangun kemampuan peperangan, dan salah satunya adalah kemampuan Peperangan kota atau Urban Warfare. Peperangan kota dapat diartikan sebagai suatu peperangan yang berlangsung di sebuah wilayah kota atau perkotaan. Kota atau perkotaan merupakan area atau wilayah yang sangat penting yang senantiasa ditempatkan sebagai pusat pemerintahan dan kekuasaan maupun hal-hal kritikal (vital) lainnya. Oleh karenanya penaklukan (perebutan) maupun pertahanan (perlindungan) terhadap wilayah kota dan perkotaan menjadi hal yang sangat strategis dan penting. Urban Origins mengemukakan bahwa asal kota merupakan hasil evolusi wilayah atau kawasan, dimana pusat pemerintahan dan kekuasaan maupun hal-hal kritikal (vital) lainnya, yang semula dibatasi dan dilindungi dengan bangunan tembok-tembok besar berbentuk benteng (perbentengan) kemudian melalui proses waktu yang panjang menjadi wilayah atau kawasan. Dimana pusat pemerintahan dan kekuasaan maupun maupun hal-hal kritikal (vital) lainnya lebih tersebar serta tidak lagi dibatasi dan dilindungi tembok-tembok perbentengan. Dalam perkembangan sejarah  dunia,  perang benteng menjadi awal terjadinya perang kota karena benteng  menjadi pusat aktivitas manusia, seperti di jelaskan tujuan pembangunannya tidak lagi menjadi simbol pertahanan tetapi juga menjadi pusat aktivitas dan interaksi sosial manusia. Perang Benteng di dunia dari sekitar awal peradaban hingga saat ini yaitu :

1. Benteng Israel Masada yang di bangun pada tahun 66 M di masa kerajaan Yudea

Masada adalah sebuah benteng yang luas di tepi barat Laut Mati. Benteng Romawi yang ditaklukkan oleh kaum Zelot. Meskipun pihak Romawi berusaha mengambil balik bentengnya, tetap saja Masada kokoh dalam genggaman Zelot. Benteng ini diperluas dan diperkuat oleh Herodes Agung selama pemerintahannya pada tahun 37-34 SM. Benteng ini beralih fungsi untuk menampung kerabatnya secara aman. Benteng ini direbut oleh para pemberontak Yahudi dalam permulaan perang melawan Roma pada tahun 66 M. Menurut Josephus, benteng ini cukup luas untuk menanam hasil bumi di dalamnya. Pada tahun 73 M seluruh penghuni Benteng Masada ini kecuali tujuh orang perempuan melakukan bunuh diri. Mereka bunuh diri setelah suatu serangan yang ganas yang dilakukan oleh orang Roma.

2. Kastil Windsor (Inggris) digunakan dalam pengepungan era Baron

Istana Windsor sukses selamat dari periode yang penuh gejolak selama Perang Saudara Inggris. Benteng ini dipergunakan sebagai markas militer untuk pasukan Parlemen dan penjara untuk Charles I. Selama era Restorasi, Charles II menata kembali Istana Windsor dengan bantuan dari arsitek Hugh May. Ia membuat satu kompleks yang didirikan megah, dan interior Barok. Istana Windsor dipergunakan untuk  tempat berlindung untuk keluarga kerajaan ketika berlangsungnya pengeboman Jerman Nazi terhadap London dalam Perang Alam Kedua dan selamat dari kebakaran hebat pada tahun 1992.

3. Perang benteng yang melibatkan massa dengan jumlah besar dan terjadi dalam penyerbuan di Bastille pusat kota Paris pada 14 Juli 1789

Penyebab pecahnya revolusi Prancis adalah Utang Negara menumpuk maka untuk membayar utang tersebut, rakyat di bebani pajak yang sangat tinggi. Karena kalah dalam "Perang Tujuh Tahun" terhadap inggris, Raja bertindak sewenang-wenang karena dapat melakukan penangkapan tanpa pengadilan terhadap siapa saja yang dicurigai. Rakyat wajib membayar tunjangan kepada Kaum Gereja, Bangsawan dan Raja. Keputusan raja di anggap sewenang-wenang oleh golongan warga kota, timbullah kemarahan dari golongan tersebut,menyulut timbulnya rasa nasionalisme Perancis. Sementara itu Jendral Lafayette selaku Panglima militer bersikap purapura tidak tahu akan kondisi Negara khususnya Paris. Situasi semakin panas ketika raja memecat menteri keuangan Necker, golongan kota bersama kelompok militer yang merasa tidak puas melakukan Agitasi terhadap rakyat dan akhirnya memuncak pada 14 juli 1789, rakyat spontan menyerbu dan membebaskan para tahanan politik di penjara Bastille. Penyerbuan rakyat di lindungi dengan dukungan militer ke penjara dan juga benteng Bastille. Huru hara yang berlangsung selama lima hari akhirnya surut sendiri tanpa dipaksa oleh raja.

Di Indonesia, dalam perjalanan sejarah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, tidak sedikit peristiwa peperangan yang identik untuk disebut juga sebagai peperangan kota, terjadi pada masa sebelum maupun selama perang kemerdekaan Indonesia, antara lain:

  • Benteng Somba Opu milik Kesultanan Gowa dikuasai oleh pasukan Hindia Belanda (VOC) pada abad ke 17 dan 18
  • Peperangan kota Surabaya pada 10 November 1945
  • Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi tanggal 23 Maret 1946 menjadi satu titik penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia
  • Serangan umum 1 Maret 1949 oleh tentara Republik Indonesia terhadap pasukan Belanda di Yogyakarta
  • Peperangan empat hari kota Solo atau serangan umum Surakarta pada  7 -- 10 Agustus 1949

Konsep perang kota Indonesia memiliki kekhasan perpaduan dengan konsep sistem pertahanan rakyat semesta (Sishankamrata), bentuk kota-kota, center of gravity dan kekhasan fungsi-fungsi pada setiap matra TNI (Darat, Laut, dan Udara) yang dipadukan dengan kekuatan nirmiliter sehingga menghasilkan satu kekuatan pertahanan yang solid untuk menghadapi ancaman.

Peperangan kota terdiri dari tiga elemen mendasar yakni:

  • Peperangan kota ditentukan oleh skala dan demografi pemukiman perkotaan dimana peperangan terjadi;
  • Persenjataan yang tersedia untuk kombatan;
  • Ukuran kekuatan militer atau sejenisnya.

Pengaruh perkembangan teknologi dan bertambahnya populasi penduduk pada awal Abad ke-21 mengakibatkan wilayah kota atau perkotaan berkembang semakin maju. Perkembangan pembangunan tempat-tempat pemukiman, gedung-gedung bertingkat, sarana transportasi, komunikasi, fasilitas penting lainnya, politik, perekonomian, demografi dan sosial budaya membawa dampak semakin luasnya wilayah perkotaan. Revolusi demografi ini menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas nasional dan berpengaruh terhadap strategi serta taktik peperangan yang semula wilayah peperangan di hutan menjadi peperangan kota.

Beberapa peristiwa peperangan kota yang terjadi pada dekade terakhir dapat diambil pelajaran antara lain: peperangan di Mogadhisu Afrika, Mosul Fallujah Irak, Marawi Philipina. Sementara itu beberapa peristiwa peperangan kota yang terjadi di tanah air antara lain: di kota Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan kota lainnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa kemungkinan terjadi peperangan kota di masa depan sangat potensial bersifat ofensif dan defensif.

Tujuan peperangan kota adalah merebut, menduduki, menguasai, mengamankan dan mempertahankan kota di seluruh mandala atau sebagian besar daerah operasi. Beberapa faktor yang memengaruhi jalannya peperangan kota yakni intelijen, alutsista, pasukan tempur, pasukan khusus, waktu, pendadakan, isolasi, biaya dan aturan pelibatan/Rules of Enggagement (RoE) serta logistik.

Taktik perkotaan tentu saja merupakan objek analisis yang valid. Namun, untuk memahami peperangan kota, tidaklah cukup untuk fokus pada senjata  atau teknik individu tertentu, lebih tepatnya, perlu untuk mempertimbangkan peperangan kota secara keseluruhan. Peperangan kota memiliki fenomena yang kompleks dan beragam sangat dipengaruhi oleh lingkungan daerah operasi baik fisik yang meliputi geografi, demografi dan infrastruktur maupun non fisik yang meliputi politik, ekonomi dan sosial budaya. Lingkungan Fisik: Aspek lingkungan fisik yang mempengaruhi penyelenggaraan peperangan kota meliputi geografi, demografi, dan infrastruktur. Lingkungan Non Fisik: Aspek lingkungan non fisik yang mempengaruhi penyelenggaraan peperangan kota meliputi: politik; ekonomi; sosial dan budaya; serta dunia maya.

Salah satu faktor keberhasilan dalam pelaksanaan peperangan kota yaitu aspek intelijen untuk mendapatkan informasi awal tentang daerah operasi yang valid. Operasi-operasi yang digelar dalam kerangka strategi penangkalan berupa operasi intelijen strategis, diplomasi pertahanan, dan lain sebagainya. Operasi yang digelar dalam kerangka strategi penindakan adalah operasi intelijen, operasi tempur, dan operasi teritorial. Operasi yang digelar dalam kerangka strategi pemulihan berupa operasi teritorial dengan deradikalisasi, re-edukasi, reintegrasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Implementasi dari ketiga fungsi strategis tersebut (penangkalan, penindakan, dan pemulihan) dilaksanakan menurut pertimbangan perkiraan keadaan bahaya (PKB).

Center of gravity adalah "the source of power that provides moral or physical strength, freedom of action, or will to act" atau  "sumber kekuatan yang memberikan moral atau kekuatan fisik, kebebasan bertindak, atau keinginan untuk bertindak". Center of gravity merupakan sasaran strategis yang dijadikan sebagai tujuan dari peperangan di wilayah perkotaan, antara lain untuk merebut, menduduki, menguasai, mengamankan dan mempertahankan kota di seluruh mandala atau sebagian daerah operasi, sedangkan kota-kota lain biasanya menjadi tujuan operasional dan taktis walaupun peperangan yang sengit mungkin bisa terjadi di dalamnya.  Sebagai bagian dari postur pertahanan negara, kekuatan dalam menghadapi sasaran peperangan kota meliputi: kekuatan personel, kekuatan persenjataan, dan logistik.

Kemampuan peperangan kota dapat dikategorikan ke dalam beberapa fungsi dalam kampanye militer antara lain: komando dan kendali, intelijen, bantuan tembakan, logistik, manuver, perlindungan pasukan, dan informasi

Penyelenggaraan peperangan kota memiliki tantangan yang begitu kompleks, baik dalam hal geografi, demografi, dan infrastruktur lingkungan perkotaan, maupun situasi politik, ekonomi, sosial budaya, dan perkembangan teknologi informasinya (dunia maya). Kompleksitas peperangan kota tersebut membawa konsekuensi dinamika ancaman yang dihadapi bersifat faktual dan potensial.

Kota yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Namun Dihadapkan pada dinamika ancaman kedaulatan yang semakin kompleks dan dinamis serta bersifat asimetris, maka perlu mempertimbangkan center of gravity tidak semata di DKI Jakarta, namun perlu ditentukan dan ditetapkan kota-kota lain di Indonesia sebagai center of gravity lain selain DKI Jakarta

Sumber : 

1. Buku Ajar Filsafat Ilmu Pertahanan 

2. Buku Anthony King 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun