Mohon tunggu...
JQ Soenardi
JQ Soenardi Mohon Tunggu... Buruh - Rektor Universitas Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah berkerja di kesunyian Dalam hening dan senyap namun terasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Hujan Reda Ada Pelangi Karya Najmah Syakiratun Ni'am

29 Februari 2024   01:19 Diperbarui: 29 Februari 2024   01:38 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar https://pixabay.com/id/illustrations/pasangan-muslim-berdoa-islam-6116320/

Sebenarnya tidak perlu aku  jelaskan siapa sebenarnya diriku, aku tak ubahnya seorang siswi sekolah menengah atas yang tak karuan menunggu kabar di terima di perguruan tinggi. Seorang siswi sekolah pinggiran yang sangat ingin melanjutkan studi ke luar kota. Kadang aku membayangkan , bahwa kakiku yang sudah bosan berpijak di jalanan lama tengah menyusuri jalanan baru dan melihat bangunan bangunan tinggi.

Segala do'a dan usaha selalu aku panjatkan ,dan tak henti hentinya ibu selalu menyemangati dan memberi restu. Hingga hari itu, hari pengumuman penerimaan mahasiswa baru tiba. Aku tak sabar, tak tenang, dan gelisah. Tak henti hentinya aku berdo'a hingga amplop pengumuman telah ku genggam dan segera ku baca isinya. Betapa terkejutnya aku , aku terdiam dan tiba tiba saja air mataku keluar . ingin rasanya berteriak sekencang kencangnya. " tuhan mengapa kau takdirkan aku tetap disini?" 

Namun aku urungkan, aku teringat pesan bapak "teh, impian memang indah, siapapun pasti ingin menggapainya , tapi ingatlah, jika suatu saat impianmu tidak tercapai,percayalah bahwa tuhan akan memberi mimpi indah mu yang lain!" 

Dari situ aku mulai belajar bahwa ini bukanlah akhir dari semuanya . dengan tidak diterimanya aku di kampus luar kota , bukan berarti aku berhenti bermimpi. Aku hanya perlu mencari jalan lain.

Setibanya aku di rumah, bapak dan ibu sedang menungguku di ruang tamu. Dengan senyuman termanis ku, aku memberanikan diri memberikan amplop itu. Dan terkejut lah mereka. Anak yang mereka sayangi tidak diterima di kampus yang menjadi impiannya. Namun inilah keistimewaan orangtuaku. Dipeluknya aku seakan mereka memahami apa yang anak sulungnya rasakan. Ku tumpahkan semua tangisku pada mereka hingga aku benar benar lega.

Kucoba tak mengingat ingat isi pengumuman dalam amplop itu lagi. Kini aku tengah duduk di depan tv bersama adik laki lakiku yang berusia 8 tahun .

"Teh, teteh udah gak sekolah ya? Enak amat  Dedek mah masih sekolah"  jawabnya dengan polos

" Ah, dedek kata siapa. Teteh masih harus sekolah sayang." 

" sekolah dimana teh?"

"di luar negeri! " jawabku asal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun