Darah di Jalanan Jakarta : Ketegangan Politik dan Keadilan yang Tertunda
Kematian Affan Kurniawan (21 tahun), seorang pengemudi ojek daring, dalam insiden yang melibatkan kendaraan taktis polisi saat aksi protes di Jakarta Pusat pada 28 Agustus 2023, memunculkan serangkaian peristiwa yang mengguncang seluruh Indonesia. Kejadian ini bukan hanya menjadi pusat perhatian media, tetapi juga membuka celah yang lebih dalam mengenai ketegangan antara rakyat dan pemerintah, khususnya terhadap ketidakadilan sosial dan politik yang kian mencuat. Di balik tragedi ini, terdengar jeritan duka dan kemarahan yang meluas, mencerminkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap elit politik dan aparat keamanan.
Kematian Affan Kurniawan dan Reaksi Awal
Affan, yang baru saja selesai mengantarkan pesanan makanan dan sedang dalam perjalanan untuk menjemput penumpang berikutnya, terperangkap dalam kerumunan demonstrasi yang berlangsung di Pejompongan, Jakarta Pusat. Sebuah kendaraan taktis Brimob, yang melintas dengan kecepatan tinggi, menabraknya dan langsung melarikan diri setelah insiden tersebut. Gambar-gambar dari video yang tersebar menunjukkan ketidakpedulian sopir kendaraan taktis yang tidak memperlambat laju kendaraan setelah menabrak Affan, menciptakan kehebohan di tengah kerumunan pengunjuk rasa. Suara teriakan dan desakan keadilan langsung menggema.
Meninggalnya Affan Kurniawan bukan hanya sebuah kehilangan bagi keluarganya, tetapi juga sebuah simbol ketidakadilan yang lebih besar. Ibunya, Erlina, yang memandang putranya sebagai tulang punggung keluarga, dengan tegas menyatakan bahwa ia ingin melihat pelaku dihukum seberat-beratnya. Affan, yang bekerja keras untuk menafkahi keluarganya dan merencanakan masa depan mereka, kini telah tiada, dan kematiannya memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat. Demonstrasi yang terus meluas dan aksi solidaritas dari pengemudi ojek daring menggambarkan betapa besar ketidakpuasan yang ada di kalangan rakyat.
Protes Meluas : Ketidakadilan yang Tertumpuk
Kematian Affan terjadi pada puncak dari ketegangan yang lebih luas. Protes besar-besaran di Jakarta pada tanggal 29 Agustus, yang awalnya dipicu oleh kemarahan terhadap paket tunjangan besar untuk anggota legislatif, dengan cepat meluas menjadi sebuah gerakan rakyat yang lebih besar. Bukan hanya pengemudi ojek daring yang turun ke jalan, tetapi juga mahasiswa, buruh, dan warga biasa yang merasa suara mereka tak didengar oleh pemerintah.
Salah satu isu yang sangat memicu protes adalah kenaikan tunjangan bagi anggota DPR. Sejak diumumkan pada 19 Agustus 2023, kebijakan ini langsung disorot sebagai simbol ketidakpedulian elit politik terhadap kesulitan hidup yang dihadapi masyarakat. Dengan tunjangan perumahan mencapai 50 juta rupiah sebulan, 12 juta untuk makan, dan 7 juta untuk transportasi, hal ini jelas memperburuk rasa ketidakadilan di kalangan rakyat yang semakin terbebani dengan harga barang kebutuhan pokok yang terus melambung, pajak yang meningkat, serta beban hidup yang semakin berat.
Respons Pemerintah : Permintaan Maaf yang Tak Cukup
Setelah insiden tersebut, pihak berwenang melakukan serangkaian langkah untuk meredam kemarahan publik. Kapolri Listyo Sigit Prabowo secara terbuka meminta maaf kepada keluarga Affan, menyampaikan belasungkawa, dan menjanjikan penyelidikan atas kejadian ini. Namun, meski permintaan maaf tersebut terdengar tulus, banyak pihak yang meragukan efektivitasnya dalam menanggapi perasaan masyarakat yang merasa terabaikan.