Nommensen : Antara Mitos dan Sejarah
Nama Ludwig Ingwer Nommensen hingga kini terus dikenang sebagai tokoh besar di Tanah Batak. Bagi sebagian orang Batak, terutama mereka yang beragama Kristen Protestan, Nommensen bukan sekadar seorang penginjil asal Jerman, tetapi juga dianggap sebagai rasul, bahkan "apostel tanah Batak". Ia dipandang sebagai pembawa terang yang memperkenalkan agama Kristen, pendidikan, kesehatan, serta cara hidup modern.
Namun, di balik pengagungan itu, ada sisi lain dari sejarah yang sering terabaikan. Nommensen sesungguhnya hanyalah salah seorang di antara banyak zendeling yang dikirim oleh Rheinische Missions-Gesellschaft (RMG), lembaga penginjilan asal Jerman yang sejak awal abad ke-19 aktif mengutus misionaris ke berbagai belahan dunia. Di Tanah Batak, ia memang paling menonjol dan paling lama bertugas, tetapi dalam struktur RMG, ia tetaplah seorang pelaksana yang terikat disiplin organisasi.
Fakta bahwa Nommensen hidup lebih dari lima puluh tahun di Tanah Batak membuatnya begitu lekat dalam ingatan kolektif masyarakat. Tetapi, jika kita menelaah dokumen-dokumen sejarah, termasuk laporan-laporan yang dimuat dalam Berichte der Rheinische Missions-Gesellschaft (BRMG), tampak jelas bahwa penginjilan di tanah Batak adalah sebuah proyek kolektif, bukan karya tunggal Nommensen.
Di titik inilah muncul ketegangan antara sejarah dan mitos. Apakah Nommensen benar-benar bisa disebut sebagai "rasul tanah Batak" Atau apakah ia hanyalah satu figur di tengah arus besar kolonialisme dan penginjilan abad ke-19.
RMG dan Disiplin Zending
RMG memiliki sistem kerja yang sangat disiplin. Para zendeling diwajibkan membuat laporan bulanan tentang segala hal yang mereka alami di tanah misi. Laporan itu kemudian dikompilasi dan diterbitkan dalam BRMG. Total ada hampir 10.000 halaman catatan dari Tanah Batak, mencakup kehidupan sosial, adat, konflik, hingga peperangan.
Dari sini terlihat bahwa setiap penginjil bekerja dalam kerangka organisasi yang ketat. Mereka bukan orang bebas yang bisa menentukan strategi sendiri. Sebagai bagian dari RMG, Nommensen harus tunduk pada aturan itu. Ia tidak pernah berdiri sendiri, meski dalam ingatan banyak orang Batak, seolah hanya namanya yang dikenang.
Kehadiran Nommensen di Tanah Batak memang membawa perubahan besar. Ia mendirikan sekolah, mempelopori pelayanan kesehatan, dan membuka akses bagi masyarakat Batak ke dunia modern. Tetapi hal itu tidak lepas dari visi besar RMG untuk memperluas pengaruh Protestan sekaligus menjadikan wilayah-wilayah misi sebagai "ladang" peradaban Barat.