Harajaon. Lesung sebagai alat komunal yang diletakkan di pusat huta mencerminkan struktur sosial egaliter yang saling berbagi.
Hamoraon. Ukuran dan ukiran lesung menunjukkan status ekonomi pemilik. Semakin besar dan semakin indah ukirannya, semakin tinggi pula status sosialnya.
Hasangapon. Nilai kehormatan tergambar dari penggunaan lesung dalam ritual adat dan kepercayaan. Keberadaannya menjaga keharmonisan hubungan antara manusia, leluhur, dan alam.
Dengan demikian, lesung batu menjadi cermin identitas Batak yang menjunjung tinggi keseimbangan antara materi, kekuasaan, dan nilai spiritual.
Lesung Batu dalam Perspektif Sejarah dan Arkeologi
Banyak misteri sejarah yang mengelilingi masyarakat Batak. Istilah "Batak" sendiri merupakan konstruksi kolonial yang menyatukan beragam puak di sekitar Danau Toba. Sebutan yang lebih umum dipakai masyarakat setempat adalah "orang Toba." Istilah "Batak" diyakini berasal dari kata "bataha," artinya orang pegunungan atau pedalaman.
Lesung batu, dengan segala bentuk dan variasi simboliknya, memberikan indikasi bahwa masyarakat Batak Toba telah memiliki peradaban yang maju sejak masa prasejarah. Keterhubungannya dengan praktik religius dan struktur sosial memperkuat hipotesis bahwa warisan megalitik di kawasan ini bukan sekadar benda mati, melainkan representasi hidup dari sistem nilai leluhur yang bertahan hingga kini.
Pengembangan Lesung Batu sebagai Destinasi Wisata Budaya
Lesung batu memiliki potensi besar untuk dijadikan elemen penting dalam pengembangan destinasi wisata budaya Lingkar Danau Toba.
Beberapa strategi pengembangannya antara lain :
Wisata Edukasi dan Workshop Budaya