Menilik Catatan Kritis Connie Rahakundini terhadap MRO dalam UU TNI
Membaca surat terbuka Connie Rahakundini kepada Panglima TNI yang dipublished di media Seputar Militer edisi 28 Maret 2025, kita sedikit terkejut. Connnie yang tadinya sibuk dengan Hasto ketika Sekjen PDIP itu berurusan dengan KPK sampai-sampai berikrar bahwa dia mempunyai data-data lengkap yang dititipkan Hasto terkait abuse of power mantan Presiden Jokowi. Data yang katanya sudah dinotariskan di Rusia itu akan dibukanya apabila perlu ancamnya. Kini ia melunak dengan menggarisbawahi pernyataan Adian Napitupulu politisi PDIP yang mengatakan PDIP berhasil menggagalkan upaya TNI masuk ke semua kementerian dan Lembaga. Terkait ini Connie menyampaikan apresiasi, tapi menurutnya seharusnya PDIP tetap mampu untuk setidaknya menunda dan mendengarkan suara adik-adik mahasiswa, akademisi, kampus dan masyarakat.
Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Pada kesempatan surat terbuka itu Connie hanya ingin menyampaikan secara langsung kepada Panglima TNI issue crucial pada UU TNI Â yang luput dari pandangan masyarakat umum, termasuk ia juga heran melihat TNI yang pasrah dan diam begitu saja terkait pasal 3 tentang MRO.
Banyak orang di luar komunitas militer yang tidak memahami betapa kritisnya pengelolaan MRO dalam kesiapan tempur TNI. Pasal 3 dalam revisi UU TNI telah memberikan kewenangan pemeliharaan, perawatan dan overhaul (MRO) kepada Kementerian Pertahanan alih-alih kepada masing-masing matra (TNI AD, AU, AL), maka hal ini sangat berisiko.
Kekhawatiran Connie terletak pada masalah kemungkinan terbukanya peluang untuk korupsi apabila semua terpusat di KemHankam.
Surat terbuka Connie Rahakundini ini setidaknya menunjukkan perubahan sikapnya dari sebelumnya menyerang pemerintahan Jokowi hingga kini lebih lunak dan memberikan apresiasi kepada PDIP. Namun, kritiknya terhadap UU TNI terkait pasal 3 tentang MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) tetap relevan dan mencerminkan kegelisahan sebagian kalangan militer serta akademisi.
Sentralisasi MRO di Kemenhan
Revisi UU TNI yang menempatkan kewenangan penuh atas MRO di Kementerian Pertahanan mengundang perdebatan. Sebelumnya, MRO dikelola oleh masing-masing matra (AD, AL, AU) dengan pertimbangan setiap angkatan lebih memahami kebutuhan teknis dan operasionalnya sendiri. Sentralisasi ini berisiko menciptakan birokrasi yang lebih panjang serta potensi konflik kepentingan dalam pengadaan dan pemeliharaan alutsista.
Risiko Korupsi dan Inefisiensi
Kekhawatiran Connie bahwa sentralisasi MRO membuka peluang korupsi tidak bisa diabaikan. Dengan sistem terpusat, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama. Jika tidak, pengadaan dan perawatan alutsista bisa menjadi ladang korupsi baru yang menghambat kesiapan tempur TNI.