Bisa jadi, sebagian warga Malang memilih mudik bertahap atau menunda keberangkatan mereka, menghindari kepadatan di H-2 atau H-1. Selain itu, ada kecenderungan beberapa orang lebih memilih merayakan Lebaran di Malang bersama keluarga yang masih ada di kota.
Pola transportasi yang berubah
Dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan kendaraan pribadi atau moda transportasi alternatif (seperti travel), kepadatan di terminal, stasiun, atau bandara tidak terlalu terasa sekaligus.
Jadi, arus mudik yang "slow motion" sekarang ini bisa dikatakan sebagai kombinasi dari pola mudik mahasiswa yang lebih cepat, warga lokal yang tidak banyak bepergian jauh, serta perubahan kebiasaan dalam memilih waktu dan moda transportasi. Mungkin nanti puncaknya lebih terasa di H-1 atau justru setelah Lebaran saat arus balik.
Apakah logis
Kalau memang begitu apakah mereka akan menabrak kenyataan transportasi sekarang. Banyak pilihan memang, tapi semakin mendekati lebaran harga ticket Jakarta-Malang, katakanlah begitu, akan terus meningkat. Bus AKAP contoh lain yang menarik untuk ditelisik. Perusahaan mengirim armadanya ke Jakarta dalam keadaan kosong-melompong. Dan di Jakarta mereka menaikkan penumpang sesuai jumlah seat. Yang terjadi kemudian ongkos mereka naikkan 2 kali lipat bahkan lebih dari itu. Alasannya, mereka sengaja mengosongkan Bus ketika meluncur ke Jakarta. Ketika balik kanan kembali ke Malang kenaikan ongkos yang cukup dahsyat itu mereka sebut ongkos Tuslah.
Fenomena kenaikan harga tiket menjelang Lebaran memang sudah menjadi "tradisi" yang seolah tak terhindarkan. Praktik yang dilakukan oleh perusahaan otobus (PO) AKAP, seperti mengosongkan bus saat berangkat ke Jakarta dan kemudian menaikkan tarif dua kali lipat atau lebih dengan alasan Tuslah, memang patut dipertanyakan.
Secara ekonomi, kenaikan harga tiket karena tingginya permintaan adalah hal wajar. Namun, alasan mengosongkan bus saat berangkat ke Jakarta sebagai pembenaran untuk menaikkan tarif justru lebih terlihat sebagai strategi bisnis yang memanfaatkan momen.
Tidak semua Bus harus kosong
PO sebenarnya bisa mengoptimalkan trayek dengan menyeimbangkan arus penumpang, misalnya dengan menawarkan tarif promo bagi yang ingin berangkat dari Malang ke Jakarta sebelum puncak mudik. Jika mereka sengaja mengosongkan bus, itu adalah keputusan bisnis, bukan keharusan operasional.
Kenaikan tarif lebih dipengaruhi oleh hukum pasar (supply and demand). Saat pemudik membludak di Jakarta, operator tahu bahwa mereka bisa memasang harga lebih tinggi karena opsi transportasi lain pun ikut naik. Ini bukan soal "menutupi biaya perjalanan kosong," tapi murni strategi mencari keuntungan besar saat momen puncak.