Mohon tunggu...
Pardomuan Gultom
Pardomuan Gultom Mohon Tunggu... Dosen STIH Graha Kirana

Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Algoritma Genetika: Solusi Atasi Problem Kemacetan Berbasis AI

11 Juli 2023   13:03 Diperbarui: 8 Agustus 2023   14:02 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Shutterstock/Eddy Fahmi via KOMPAS.com)

Hal yang tidak disukai saat para orang tua saat mengantar anaknya ke sekolah adalah kondisi jalanan yang macet. Begitu pun pada saat pergi maupun pulang dari kantor. Situasi macet membuat waktu jadi tersita, terlambat masuk kantor atau sekolah, stres, badan semakin lelah, dan yang paling beresiko adalah pada saat mengantar pasien darurat menuju rumah sakit.

Kemacetan adalah keadaan dimana kendaraan mengalami berbagai jenis kendala yang mengakibatkan turunnya kecepatan kendaraan di bawah keadaan normal. Kemacetan akan sangat merugikan bagi para pengguna jalan, karena akan menghambat waktu perjalanan mereka.

Menurut Final Report Traffic Congestion and Reliability dengan judul "Trends and Advanced Strategies for Congestion Mitigation", yang dikeluarkan oleh Cambridge Systematics, Inc. (2005), terdapat 7 (tujuh) penyebab kemacetan, antara lain: Pertama, physical bottlenecks, yaitu kemacetan yang disebabkan oleh jumlah kendaraan yang melebihi batas atau berada pada tingkat tertinggi. Kapasitas tersebut ditentukan dari faktor jalan, persimpangan jalan, dan tata letak jalan.

Kedua, kecelakaan lalu lintas (traffic incident), yaitu kemacetan yang disebabkan oleh adanya kejadian atau kecelakaan dalam jalur perjalanan. Kecelakaan akan menyebabkan macet, karena kendaraan yang terlibat kecelakaan tersebut memakan ruas jalan. Hal tersebut mungkin akan berlangsung lama, karena kendaraan yang terlibat kecelakaan tersebut perlu waktu untuk disingkirkan dari jalur lalu lintas.

Ketiga, area pekerjaan (work zone), yaitu kemacetan yang disebabkan oleh adanya aktivitas kontruksi pada jalan. Aktivitas tersebut akan mengakibatkan perubahaan keadaan lingkungan jalan. Perubahan tersebut seperti penurunan pada jumlah atau lebar jalan, pengalihan jalur, dan penutupan jalan.

Keempat, cuaca buruk (bad weather), yaitu keadaan yang dapat menyebabkan perubahan perilaku pengemudi, sehingga dapat mempengaruhi arus lalu lintas. Contohnya: hujan deras, akan mengurangi jarak penglihatan pengemudi, sehingga banyak pengemudi menurunkan kecepatan mereka.

Kelima, alat pengatur lalu lintas yang kurang memadai (poor signal timing), yaitu kemacetan yang disebabkan oleh pengaturan lalu lintas yang bersifat kaku dan tidak mengikuti tinggi rendahnya arus lalu lintas. Selain lampu merah, jalur kereta api juga mempengaruhi tingkat kepadatan jalan, sehingga jalur kereta api yang memotong jalan harus seoptimal mungkin.

Keenam, acara khusus (special event), yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan arus yang disebabkan oleh adanya acara-acara tertentu. Misalnya, akan terdapat banyak parkir liar yang memakan ruas jalan pada suatu acara tertentu.

Dan terakhir, fluktuasi pada arus normal (fluctuations in normal traffic), yaitu kemacetan yang disebabkan oleh naiknya arus kendaraan pada jalan dan waktu tertentu. Contohnya, kepadatan jalan akan meningkat pada jam masuk kantor dan pulang kantor.

Menurut data Tomtom Traffic Index yang dikutip oleh CNBC Indonesia (16/3), pada tahun 2022 yang lalu, Tomtom mencatat rata-rata waktu tempuh jarak 10 kilometer di Jakarta mencapai 22 menit 40 detik. Ternyata jarak tempuh itu meningkat 2 menit 50 detik dari tahun 2021.

Dalam paporan tersebut menyebutkan bahwa Jakarta berada di urutan ke-29 sebagai kota termacet dari 390 kota yang ada di 56 negara di dunia. Pada tahun 2021, Jakarta berada di posisi ke-46 dan pada 2020 berada di posisi 31 (detikcom, 15/2). Kondisi ini memperlihatkan bahwa Jakarta dalam 3 (tiga) tahun terakhir mengalami trend peningkatan dalam hal kemacetan lalu lintas.

Sementara, kota paling macet tahun 2022 atau tingkat kepadatan lalu lintas tertinggi terjadi adalah London, Inggris. Tercatat rata-rata orang bisa menghabiskan waktu per 10 km mencapai 36 menit 20 detik dan itupun lebih lama 1 menit 50 detik dari tahun 2021. Posisi berikutnya ditempati Bengalur di India, Dublin di Irlandia, Sapporo di Jepang, dan posisi kelima ditempati Milan di Italia.

Hal tersebut berdampak finansial pada kenaikan biaya bahan bakar, konsumsi bahan bakar/kWh dan emisi CO2 saat mengendarai mobil bensin, solar, atau kendaraan listrik di seluruh 390 kota. Dan khusus untuk Kota Jakarta, Bappenas pada tahun 2017 pernah menyebutkan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan mencapai 67,5 Triliun per tahun (Kompas, 6/10/2017).

Berdasarkan data BPS DKI Jakarta yang dikutip oleh Litbang Kompas (Kompas.com, 23/3), selama 2018-2022, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta tumbuh 4,1 persen per tahun. Pertumbuhan unit kendaraan baru sempat menurun drastis saat tahun pertama pandemi, yakni sebesar 1,7 persen.

Namun, pada 2021 dan 2022, jumlah kendaraan terus bertambah dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 4,1 persen dan 4,4 persen setahun. Pada 2022, tercatat ada 26,4 juta kendaraan bermotor di Jakarta, yang terdiri dari sepeda motor sebanyak 17,3 juta, mobil penumpang 3,8 juta, serta sisanya sekitar 5 juta unit terdiri dari bus dan truk.

Tren Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta (2011-2022) (Sumber Gambar: Kompas.id)
Tren Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta (2011-2022) (Sumber Gambar: Kompas.id)

Model Algoritma Genetika

Dari beberapa jurnal maupun artikel yang telah ditulis terkait dengan solusi mengatasi kemacetan lalu lintas, terdapat satu tulisan jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Telkom dalam e-proceeding of engineering Vol. 5, No. 1, Maret 2018, dengan judul "Analisis Sistem Lampu Lalu Lintas Gabungan Menggunakan Kecerdasan Buatan" yang menarik disampaikan dalam jurnal ini.

Jurnal tersebut menawarkan metode Algoritma Genetika sebagai solusi alternatif dalam mengatasi kemacetan melalui sistem lalu lintas gabungan (Iskandar et.al., 2018).

Menurut Iskandar, Virgono, dan Setianingsih (2018), dalam mengatasi kemacetan, solusi pelebaran dan penambahan jalan membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi. Sistem lalu lintas gabungan, menurut mereka, bersifat adaptif karena menghasilkan durasi lampu hijau sesuai dengan jumlah kendaraan yang ada dipersimpangan sehingga dapat mengatasi kemacetan dan meningkatkan kinerja lampu lalu lintas.

Algoritma Genetika merupakan proses pemilihan individu dari suatu populasi ditentukan tingkat fitness yang ditetapkan oleh fungsi objektif untuk masalah yang dioptimasi. Individu atau yang disebut juga kromosom dengan nilai fitness tinggi akan bertahan hidup (terpilih) dan menjadi induk atau parent untuk memperoleh keturunan atau generasi berikutnya.

Kromosom tersebut sekaligus menjadi kandidat solusi pada setiap siklus iteratif. Kromosom berevolusi setelah diiterasi dengan batas tertentu. Setiap iterasi menimbulkan kromosom baru yang disebut generasi dan selama iterasi ini kromosom dievaluasi berdasarkan fungsi fitness yang berupa ukuran kemampuan bertahan hidup untuk generasi berikutnya. Kromosom sebelum evaluasi disebut parent sedangkan setelah evaluasi disebut offspring.

Pembentukan kromosom baru atau offspring biasanya digunakan metode persilangan dan mutasi persilangan (crossover) adalah perpaduan (merging) antara dua kromosom parent, sedang mutasi adalah modifikasi kromosom pada string atau gen tertentu. Pembentukan generasi baru dengan melakukan seleksi berdasarkan nilai fitness parent dan offspring yang terbentuk. Kromosom yang lebih fit akan mempunyai probabilitas yang lebih tinggi untuk dapat terpilih.

Setelah beberapa generasi, algoritma akan menuju (konvergen) pada kromosom dengan kualitas terbaik, yang mewakili solusi optimal pada permasalahan yang diharapkan.

Beberapa variabel yang perlu menjari sumber data untuk analisis dalam model Algoritma Genetik adalah durasi lalu lintas, kepadatan lalu lintas atau ruas jalan (traffic counting), serta panjang dan lebas luas jalan.

Dari analisis yang dilakukan, para penulis menyimpulkan bahwa secara keseluruhan Algoritma Genetika tetap lebih unggul dibandingkan kinerja sistem lampu lalu lintas konvensional karena dapat memberikan kesempatan jumlah kendaraan yang melewati persimpangan lebih banyak dan lama lampu merah lebih kecil.

Dan jika keadaan traffic light yang ada saat ini diubah dengan menggunakan metode Algoritma Genetika, maka tidak akan selalu memperbesar jumlah kendaraan yang melewati persimpangan karena durasi lampu hijau bernilai rendah dan sama pada setiap ruas jalan.

Integrasi Antarvariabel

Penerapan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam rekayasa sistem lalu lintas diinisiasi oleh Google Indonesia dengan memilih Jakarta menjadi kota pertama di Asia Tenggara tempat uji coba penggunaan AI dalam mengatasi kemacetan yang diberi nama Project Green Light bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta (Kompas, 23/5). Sejak fase penjajakan, yang dimulai pada September 2022 lalu, hingga kini program tersebut belum diketahui bagaimana realisasinya.

Jika merujuk pada 7 (tujuh) variabel penyebab kemacetan yang diungkapkan oleh Cambridge Systematics di atas, maka sudah selayaknya model penyelesaian kemacetan di Jakarta tidak hanya mempertimbangkan aspek pengaturan lalu lintas saja, namun juga jumlah kendaraan yang melebihi batas yang ditentukan dari faktor jalan, persimpangan jalan, dan tata letak jalan.

Ketujuh aspek tersebut kiranya dapat menjadi rumusan model yang terintegrasi dalam teknologi kecerdasan buatan dalam mengatasi kemacetan. Ayo #RaihMasaDepanmu bersama Telkom University! ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun