Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah dan perbukitan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Ilham. Dia adalah seorang pemuda sederhana yang sehari-harinya membantu ayahnya bertani dan merawat kebun. Meski hidup dalam keterbatasan, Ilham tumbuh menjadi pribadi yang rendah hati dan penuh semangat dalam menjalani kehidupan.
Namun, ada satu hal yang membuat Ilham merasa resah akhir-akhir ini. Di usianya yang menginjak dua puluh tahun, dia merasa hidupnya kosong dan hatinya terasa hampa. Ia merasa ada sesuatu yang hilang, tetapi ia tidak tahu apa. Setiap malam, Ilham sering memandang langit malam dari jendela kamarnya, mencoba mencari jawaban dalam kelap-kelip bintang di langit.
Suatu malam, setelah lelah bekerja di kebun, Ilham duduk termenung di beranda rumah. Di kejauhan, samar-samar ia mendengar suara lembut lantunan ayat-ayat Al-Qur'an. Suara itu berasal dari masjid kecil di ujung desa. Ia penasaran dan memutuskan untuk menghampiri masjid tersebut.
Ketika Ilham tiba di masjid, ia melihat seorang lelaki tua dengan sorban putih dan janggut yang telah memutih tengah berdiri dengan khusyuk dalam shalat. Setelah selesai, lelaki tua itu menoleh dan tersenyum kepada Ilham.
"Anakku, apa yang membuatmu datang ke sini di malam seperti ini?" tanya lelaki itu dengan suara lembut.
"Aku merasa gelisah, Pak Tua. Hati ini terasa kosong. Aku merasa seperti kehilangan sesuatu, tapi aku tidak tahu apa itu," jawab Ilham dengan nada pelan.
Pak Tua itu tersenyum bijak. "Mungkin hatimu sedang rindu untuk dekat dengan Sang Pencipta," katanya. "Sudahkah kau mencoba qiyamul lail?"
Ilham mengernyitkan dahi. "Qiyamul lail?"
"Ya, shalat malam. Di saat manusia lelap dalam tidurnya, kau bisa berdiri dalam keheningan malam, berbicara kepada Allah. Cobalah. Bangun di sepertiga malam terakhir, ambil air wudhu, lalu berdirilah dalam shalat. Curahkan segala keresahanmu kepada-Nya."
Malam itu, Ilham pulang dengan hati yang penuh tanda tanya. Ia penasaran dengan ucapan Pak Tua tadi. Ketika malam semakin larut dan suasana desa sunyi, Ilham terbangun. Hatinya seperti digerakkan oleh sesuatu. Ia mengambil air wudhu, lalu berdiri di tikar kecil di kamarnya. Dengan gemetar, ia mengangkat tangan dan mulai melafalkan niat.
Saat Ilham mulai membaca Al-Fatihah, air matanya perlahan menetes. Dalam setiap gerakan shalat, ia merasa beban yang selama ini menekan dadanya perlahan-lahan terangkat. Ia bersujud lebih lama dari biasanya, berbisik dalam hati:
"Ya Allah, jika Engkau mendengarku, tenangkanlah hatiku. Tunjukkanlah aku jalan yang benar. Aku merasa kosong, aku merasa sendiri..."
Air mata jatuh tanpa ia sadari. Setelah selesai shalat, Ilham duduk bersimpuh. Ada keheningan yang aneh, namun menenangkan. Hatinyanya yang semula terasa kosong, kini terasa lebih ringan. Malam itu, Ilham tertidur dengan damai.
Hari-hari berikutnya, Ilham rutin bangun di sepertiga malam untuk menunaikan qiyamul lail. Setiap kali ia bersujud, ia merasakan kedamaian yang sulit dijelaskan. Hidupnya yang sebelumnya terasa hampa, kini dipenuhi ketenangan dan makna.
Suatu malam, setelah selesai shalat, Ilham bertemu lagi dengan Pak Tua di masjid. Ilham tersenyum. "Pak Tua, aku merasa jauh lebih tenang sekarang. Hati ini terasa penuh dan damai."
Pak Tua tersenyum dan mengusap pundaknya. "Itulah rahasia qiyamul lail, nak. Dalam keheningan malam, kau akan menemukan cahaya. Cahaya itu adalah kasih sayang Allah yang menyelimuti hatimu."
Sejak saat itu, Ilham tidak pernah meninggalkan qiyamul lail. Dalam setiap langkah hidupnya, ia merasa ditemani cahaya yang menyinari jalannya. Dan setiap kali malam datang, Ilham tahu ke mana ia harus mencari ketenangan --- dalam sujud di sepertiga malam terakhir.
"Dan pada sebagian malam hari, lakukanlah shalat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS Al-Isra: 79)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI