Banyak dari kita masuk organisasi kampus dengan niat mulia, ingin belajar jadi pemimpin, ingin jadi penyambung suara rakyat kecil, atau sekadar ingin aktif dan bermanfaat. Tapi lama-lama, makin ke dalam kita mulai sadar.. kok organisasi kampus rasanya mirip banget sama pemerintah!!Â
Di pemerintahan, kita sering lihat pejabat yang berbeda pendapat sama atasan langsung dikucilkan, dijatuhkan, bahkan disingkirkan pelan-pelan. Nah, di organisasi kampus? Sama. Mahasiswa yang beda suara dengan pemimpin organisasi sering kali dianggap pengganggu. Suaranya dikecilkan, idenya diabaikan, bahkan nggak dikasih ruang buat bicara. Beda tipis, kan?
Banyak juga yang kalau sudah duduk di atas, malah lupa sama tujuan awal. Lebih sibuk mempertahankan jabatan daripada bikin perubahan. Rapat-rapat cuma formalitas, tapi keputusan udah diatur sama "orang dalam". Kegiatan organisasi jadi ajang pencitraan, bukan lagi tempat belajar dan memperjuangkan suara mahasiswa.
Lucunya, organisasi kampus sering merasa paling suci. Merasa lebih paham rakyat daripada pemerintah, padahal kelakuannya juga nggak jauh beda. Sama-sama suka main aman, sama-sama alergi kritik, dan sama-sama susah berubah kalau udah nyaman di zona kekuasaan.
Jadi sebenarnya, antara mahasiswa di organisasi kampus dengan pejabat pemerintah, ya... sama saja. Bedanya, yang satu pake jas dan dasi, yang satu lagi pake jaket almamater. Tapi cara mainnya? Nggak jauh-jauh amat.
Kalau kita memang mau beda, harus mulai dari diri sendiri. Jangan cuma jago kritik, tapi nggak tahan dikritik. Jangan cuma ngomong perubahan, tapi giliran punya kuasa malah ikut rusak.
#Panji Ababil
Konsultan HukumÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI