Mohon tunggu...
Panggala ''r''
Panggala ''r'' Mohon Tunggu... -

Mandaraka Radjasti Djenar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Prasetya Basukarna (Jalan Pengabdian Sang Putra Dewa Surya)

4 Maret 2017   09:55 Diperbarui: 4 Maret 2017   10:27 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Basukarna atau yang lebih dikenal dengan nama Adipati Karna kakak tertua pandawa lahir dari seorang putri raja (Dewi Kunti) lahir dari mantra suci yang disebut aji dipa pemberian resi druwasa, lahir atas anugrah Dewa Surya, yang dibuang dan ditemukan oleh seorang kusir kuda bernama Adirata, sang anak dari Dewa Surya tumbuh menjadi pribadi yang otodidak, berani karena benar, berjuang sendiri tanpa mengandalkan bantuan keluarganya, ksatria yang tau membalas budi, di dalam hatinya timbul rasa rela berkorban demi menangnya kebenaran meskipun mengorbankan jiwa dan nama baiknya, pada saat besar dia terikat karena janji setianya pada para kurawa karena Prabu Suyudana (kakak tertua kurawa) mengangkatnya sebagai Bupati, dengan syarat dia harus berjanji untuk setia pada kurawa, 

Basukarna pun menyanggupinya, karena kagum pada kebaikan para kurawa yang berani mengangkatnya yang hanya seorang putra kusir kuda, menjadi seorang Bupati di daerah bagian ngastina bernama ngawangga, Basukarna tidak tau bahwa itu sebenarnya adalah akal-akalan kurawa, pihak kurawa melihat Basukarna sebagai seorang ksatria yang pilih tanding yang bisa diandalkan, sehingga kurawa berkeinginan agar Basukarna ada di pihak kurawa, dengan cara memberi jabatan pada Basukarna sebagai Bupati di daerah awangga agar nantinya Basukarna akan memihak kurawa sebagai senjata untuk melawan pandawa jikalau pandawa sebagai pewaris yang sah menuntut haknya atas tahta ngastina dari kurawa.

Setelah sekian lama Basukarna yang telah bergelar adipati Karna mulai menyadari kebusukan kurawa dan kebusukan taktik politik sengkuni yang licik, namun adipati Karna tidak bisa apa apa Karna janji setianya pada kurawa dan harus mengikuti sistem kurawa meskipun dirinya tau bahwa sistem itu salah, lambat laun kebusukan kurawa dan kejahatanya mulai menjadi jadi, Basukarna sendiri sudah berkali kali menasehati kurawa namun sia sia

maka membatinlah sang adipati “janji setiaku sebagai adipati pada kurawa adalah menemani dan menggiring kurawa kemanapun para kurawa berlabuh dan sumpahku pada Tuhan adalah menegakkan keadilan, kalau memang kata kata yang keluar dari pengetahuan suci saja tidak bisa menyadarkan hati para kurawa, maka aku akan memenuhi janjiku pada para kurawa untuk mengiringinya dan aku akan memenuhi sumpahku sebagai kesatria yang membela hal baik, akan aku giring para kurawa pada kehancuran, demi musnahnya kebatilan, meskipun aku akan hancur bersamanya”

semenjak itu Basukarna selalu “mengompori” para kurawa untuk melawan para pandawa, dalam hati Karna yakin bahwa pandawa adalah pemegang kebenaran yang teguh sementara kurawa adalah pemegang kebatilan yang kukuh, ia tau bahwa nantinya kurawa akan hancur melawan pandawa.

“SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT, LEBUR DINING PANGESTUTI”

(dengan pengetahuan yang benar, kejahatan pasti akan musnah melawan kebaikan)

Pihak pandawa mulai khawatir jika perang pecah pandawa akan melawan kekuatan besar dari para panglima kurawa salah satunya adalah adipati Karna yang sakti mandraguna, karena Basukarna dianugrahi 2 pusaka mahasakti,aji tameng waja (kere waja) oleh Dewa Surya yang dibuat dari panas matahari dimana tidak ada satu senjata di muka bumi maupun senjata Dewa sesakti apapun yang bisa menembus baju jirah tameng waja batara surya dan juga panah sakti kunto wijayandanu anugrah dewa indra yang bahkan mampu membunuh dewa, jirah dan panah ini yang membuat Basukarna menjadi salah satu ksatria yang tidak ada bandingannya.

Disuatu hari adipati Karna ingin bersemadi/mengheningkan cipta di tepi sungai bengawan Yamuna tempat dia dulu dipungut oleh adirata, secara kebetulan Sri Krisna melihat adipati Karna lewat dan ingin menghampirinya sekedar bertegur sapa atau berbincang karena meskipun Sri Krisna di pihak pandawa namun apa salahnya jikalau sebagai manusia tetap menjalin silaturahmi

Sri kresna; salam adiku, saya datang dik

Adipati Karna; salam kakang prabu,hamba menghaturkan sembah

Sri kresna; weleh weleh tidak perlu sampai menghaturkan sembah lha wong saya ini bukan dewa kok

Adipati Karna; kakang prabu ini memang orang yang bijak dan rendah hati, namun njenengan ini orang yang suci dan disucikan, maka sudah sepantasnya saya menghargai sebagai pelaksanaan tata krama hamba.

Sri krisna; walah sudah sudah, saya Cuma ingin mengobrol selaku penasehat juga untuk mewakili para pandawa

Adipati Karna; mohon maaf sebelumnya, pembicaraan apa lagi kakang? bukankah para pandawa sudah mendapat kemuliaan kembali dalam bentuk setengah kerajaan ngastina?

Sri krisna; leh? adi Karna ini ngawur saja, yang mau mebelah ngastina jadi separuh itu siapa? negara kan bukan duren yang bisa dibelah belah dik, apalagi masalah wilayah, itu toh sudah jadi harga mati, perang bharatayuda akan segera terjadi itu sudah ditakdirkan, oleh karena itu saya mendapat pesan dari Prabu Puntadewa (Yudistira) agar adik bersedia hijrah ke wirata dan bersatu dengan adik adik dari ibu yang sama (pandawa), adi Arjuna pun tidak berkenan berperang dengan saudara tua seibu

Adipati Karna; hmmm, memang ini sudah suratan takdir, sudah terlanjur, jadi seperti ini nasib Basukarna, saya harus tega memutuskan ikatan saudara sedarah, duh kakang prabu ijinkan hamba menyampaikan juga ini sebagai pesan bagi adi Arjuna dan adik adik hamba lainya yaitu para pandawa bahwasannya hamba tidak bisa memenuhi kehendak adi Puntadewa, kakak prabu

Sri kresna; loh? Alasannya ??

Adipati Karna; hamba ingin menepati janji dan membayar semua hutang budi hamba, hamba bisa menjadi adipati di ngawangga kerana diangkat sebagai saudara oleh kurupati (kurawa), jadi sebagai seorang manusia yang ingin benar menjadi manusia, hamba berkewajiban menjaga orang yang telah memberi budi kepada hamba dan juga sudah tugas hamba sebagai seorang ksatria menepati darma/tugas sebagai seorang ksatria  untuk membasmi angkara murka

Sri kresna; weelaah, nanti dulu, adik ingin membalas hutang budi itu benar adanya tapi prasetyamu (pengabdianmu) untuk membasmi angkara murka dengan menyatu dengan kurawa yang jelas jelas salah dan keliru itu penalarannya bagaimana to dik??

[Basukarna tersenyum, merasa dipojokkan oleh Sri Kresna, maka diapun berucap..]

Adipati Karna; kakang prabu, kurawa itu gudangnya angkara murka, hamba dengan rendah hati dan jujur mengakui itu meskipun saya sendiri adalah bagian dari kurawa, saya sendiri terseret seret dianggap melindungi angkara murka para kurawa, meskipun niat jiwa dan pikiran saya tidak mau, tapi nyatanya hamba ini orang kurawa dan melindungi mereka

Sri kresna; lha? Mengapa begitu? Kalau adi Basukarna memang merasa bahwa kewaskitaan sudah hilang dan sudah tau bahwa kurawa itu gudangnya angkara murka kenapa adik Basukarna tidak keluar saja dan bersatu dengan pandawa??

Adipati Karna;terus terang kakang prabu, jujur, hamba sudah tidak mampu dan tidak punya daya kekuatan lagi yang bisa memusnahkan angkara murka di pihak kurawa, namun hamba ini orang dalam, hamba bagian dari kurawa, yang bisa hamba harapkan adalah segera pecahnya perang bharatayuda..

Sri kresna; wee, lah kenapa harus menunggu pecah perang?

Adipati Karna; kerana hamba yakin hanya perang yang mampu menghentikan angkara murka para kurawa, apa daya hamba dibanding Bisma Dewabrata yang agung, dengan Resi Abiyasa yang mulia, dibanding Mahaguru Drona, bahkan ketiga orang besar itu sudah tidak mampu lagi menyadarkan kurawa, meraka dihujat habis habisan oleh kurawa, apalagi hamba ini yang bukan siapa siapa dan hanya sebagai anak kusir, hamba yakin pada para pandawa, nantinya akan diberi jalan oleh Tuhan untuk memenangkan perang ini, sayapun berdoa untuk itu, bagaimanapun juga keangkara murkaan harus musnah dari ngastina, bolo kurawa termasuk saya, harus dihancurkan

Sri kresna; lah lah lah, jadi adi Basukarna ini mau menumbalkan diri untuk kebenaran dengan musnah bersama kurawa? Aduh duh adiku Basukarna, kenapa harus seperti itu, ksatria gagah perkasa dan bijak sepertimu kenapa harus ikut hancur bersama para kurawa, kasihanilah dirimu, bagaimana jika nanti orang akan menghujatmu dan melupakanmu, jalan yang kau tembuh ini amat sulit adiku

[Basukarna kembali tersenyum tulus…]

Adipati Karna; maaf beribu maaf kakang prabu, bukan hamba bermaksud berbicara tentang hidup pada kakang prabu yang lebih mengerti, namun jika hamba boleh berucap, itu sudah menjadi prasetya (pengabdian) para ksatria, demi kebenaran, disetiap kehidupan harus ada harga yang harus dibayar atas sebuah pengorbanan untuk kebenaran, baik rasa, pikiran, jiwa, waktu atau nyawa, apapun itu jika bisa memusnahkan keangkara murkaan maka dengan ikhlas hati hamba siap mengorbankannya, biarlah alam dan Tuhan menjadi saksi abadi bagi saya, biarlah jika dikemudian hari nama Basukarna tidak ada bedanya dengan sampah, biarlah hamba dihujat habis habisan, hidup di dunia tak ayal seperti bermain dadu, setiap manusia mencari kebenaran masing masing, namun pada hakekatnya hanya Tuhanlah pemilik kebenaran yang sejati, maka untuk itu di lubuk hati hamba saya tidak mencari kebenaran atau pembenaran, saya hanya seorang pengabdi yang mengabdi pada yang maha baik, biarlah saya ternoda dan dianggap buruk dimata manusia, namun hamba tetap suci dimata Tuhan, saya akan membawa kebenaran yang saya yakini hingga raga ini hancur lebur, saya akan tetap berjuang dan membawa kebenaran sejati sampai mati dan saya yakin kebenaran pasti menang, dan seperti air sungai yang berujung pada lautan dengan caranya, kebenaran sejati akan menemukan jalannya sendiri

[Sri Kresna tak dapat berkata kata, beliau meneteskan air mata, terharu melihat tekad dari seorang ksatria muda yang begitu gigih melalui jalan berduri]

Adipati Karna; dan lihatlah badan hamba sekarang ini kakang prabu, hamba sudah tidak lagi memakai jirah Dewa Surya, hamba telah memberikannya pada Dewa Indra, kini jangankan panah pasopati sakti arjuna, bahkan jarum kecil saja mampu menembus raga ini

[melihat tekad Basukarna, dengan jelas dan tegas Sri Kresna menyabda..]

Sri Kresna ; wahai adiku Basukarna dengan meihat kebulatan tekadmu aku menganugrahimu, bahwa hingga nanti namamu akan dikenal sebagai ksatria kaum bawah yang membela kebenaran dan kesetaraan, namamu akan tetap wangi dimata masyarakat, kau akan gugur sebagai tumbal kemenangan para pandawa, kau akan gugur sebagai ksatria yang memiliki hakikat jiwa yang sejati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun