Masa remaja adalah masa yang sangat rentan terjadi luka batin karena asmara. Dorongan kuat untuk memiliki dan dimiliki terhadap pasangan lawan jenis menyebabkan remaja putri terkadang rela melakukan apapun yang diinginkan oleh pacar, bahkan hubungan seksual sebelum nikah.Â
Menikah dini karena kehamilan yang dilakukan dari pergaulan bebas. Putus cinta yang terjadi pada remaja putri yang sudah menjalin hubungan terlalu dalam akan menimbulkan luka batin sangat parah. Pada saat membina keluarga akan terimbas dengan penderitaan akibat luka batin remaja.
Beberapa orang yang memiliki luka batin akan terlihat cepat panik atau tegang dan sering merasa cemas. Setiap kali medengar suatu peristiwa yang menurutnya menakutkan, maka kecemasan akan timbul pikiran negatif, akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap dirinya.Â
Ada sebagaian lagi yang mengalami kesulitan tidur dan sering mengalami mimpi buruk yang terus menerus. Sebagian juga ada yang tidur awal dan bangun terlalu pagi, gemetaran, jantung berdebar lebih kerasa dari biasa kesulitan bernafas (sesak) hingga pingsan, pusing yang terus menerus, mudah sakit, bersikap keras, sering marah yang meledak-ledak dan mudah tersinggung.Â
Marah atau tersinggung jika hanya sekali dua kali itu masih dianggap wajar. Akan tetapi jika sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit tersinggung ini yang perlu diwaspadai.
Ada sebuah asumsi yang mengatakan, seberapa lama kita membiarkan luka batin tanpa upaya untuk menyembuhkan, maka seberapa lama itu pula seseorang dengan luka batin dapat pulih.
Jadi misalkan 3 tahun lalu terjadi luka batin yang lantas dibiarkan, maka penyembuhannya membutuhkan waktu 3 tahun pula, sama dengan lama waktu kita membiarkan luka batin tersebut bersarang dalam tubuh. Meski demikian, kembali lagi ini hanyalah sebuah asumsi perkiraan waktu. Ada yang dapat sembuh dalam waktu relatif singkat, ada pula yang butuh waktu lebih lama. Oleh sebab itu, luka batin sebenarnya tidak dapat diremehkan.
Saat kecil, kita tahu atau diajari bagaimana mengobati sakit secara fisik, seperti lutut berdarah, demam, ataupun patah tulang. Meski tidak mendalami dunia medis, paling tidak kita tahu bagaimana pertolongan pertama atau apa yang seharusnya dilakukan. Bahkan kita pun tahu, bila sakit fisik ini tidak diobati, akan berdampak ke sesuatu yang lebih parah seperti infeksi, dan lain sebagainya.Â
Namun ironisnya, kita tidak dibiasakan untuk mengobati luka batin, yang dengan semakin bertambahnya umur, akan semakin mungkin untuk datang menghampiri. Kita menjadi tidak memiliki bekal atau kemampuan untuk mengobati batin, mental, atau cedera psikologis yang dialami.
Padahal, seperti halnya jatuh atau terkilir yang sudah umum ditemui sehari-hari, cedera batin pun demikian. Seberapa sering kita mengalami penolakan, kegagalan, sakit hati, atau kehilangan seseorang?
Mungkin kita jumpai dalam keseharian, bukan? Dan seperti sakit fisik yang bila dibiarkan akan berakibat lebih buruk, luka batin pun bila dibiarkan dapat berujung atau membesar menjadi semakin parah, hingga menimbulkan komplikasi. Itulah pentingnya kita melakukan penyembuhan emosional atau luka batin.