Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Merdeka

17 Agustus 2018   14:34 Diperbarui: 17 Agustus 2018   15:00 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Merdeka nganggur. Ia baru saja dipecat. Padahal, selama ini gaji dari pabrik kayu itulah penopang utama ekonomi keluarganya. Dengan dipecat, kelangsungan dapur rumah tangganya diujung tanduk. Ia tak punya tabungan. Sebab gajinya selalu habis. Bahkan, ia kerap menambahnya dengan hutang sana-sini.

-

Suatu ketika ia berada pada titik krusial. Usahanya mencari pekerjaan baru, tak kunjung berhasil. Maka ia putuskan untuk menjadi penjahat. Entah, model seperti apa kejahatannya, belum ia pikirkan. Intinya menjadi penjahat. Lalu ia mulai observasi. Jambret, copet, rampok, tukang gendam, pembunuh bayaran, dll. Ia pelajari detail, mana yang sesuai dengan keahliannya. Juga, risikonya tidak berat-berat amat.

-

Copet. Akhirnya ia memilih jadi pencopet. Ia pergi ke pasar. Berkeliling dari satu stand ke stand lainnya. Di kejauhan, suara riuh rendah menarik perhatiannya. Ia mendekat. Tidak dinyana, kerumunan massa itu tengah menghajar lelaki muda. "Mati kau pencuri" teriak seseorang. Disusul bogem. Ludah. Caci maki. Lalu aksi itu dihentikan polisi. Yang tiba sebelum massa membakar pencopet. Merdeka bergidik.

-

Istrinya, yang lagi hamil enam bulan, minggat. Secarik kertas yang ia temukan di dekat pintu, mengabarkan itu. Sebelumnya, ia kerap cekcok. Istrinya menuntut nafkah. Sementara Merdeka, tidak bisa memberinya. Ia hanya punya marah. Malam sebelumnya, ia menampar istrinya. Saking putus asanya.

-

"Permisi" Merdeka menoleh. Wajah yang tak dikenalnya berjarak satu meter dari wajahnya. Tersenyum. Merdeka bingung. Ia yakin jika tak mengenali orang itu.

"Selamat Bapak terpilih sebagai pemenang undian dari toko kami. Hadiahnya silakan diambil besok. Bersama istri ya." Merdeka melongo.

"Hadiahnya berupa beras satu kuintal. Telor lima kilogram. Uang tunai, 500.000. Jangan lupa bawa KTP dan KK." Merdeka mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia diam saja ditempatnya, ketika orang di depannya itu menjauh. Sayup-sayup dari kejauhan, ia dengar lagu Indonesia Raya. Merdeka tertatih-tatih mencari suara itu. Kakinya melangkah. Menyusuri malam yang parasnya semakin gelap saja.

--

Pagesangan

17 Agt 2016 13:14:05

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun