Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menakar Akal Sehat Komentar di Media Sosial

13 Agustus 2018   10:30 Diperbarui: 13 Agustus 2018   10:43 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Judul tulisan ini membuat saya ngeri. Mirip judul karya ilmiah. Wkwkw. 

Saya pengguna media sosial. Aktif pula. Meskipun bagi sebagaian orang, aktif bermedsos adalah perbuatan murahan dan tak bermanfaat, namun saya tidak peduli. Hak asasi manusia. Wkwk.

Saya gemar stalking. Karena penggemar bola, saya ikuti klub kebanggan saya di medsos. Instagram misalnya saja. Di situ saya ikuti perkembangan tim. Persebaya.

Hobi saya, menjelajah komentar dari warganet (netizen) yang maha benar itu di tiap unggahan. Luar biasa. Saya menemukan komentar-komentar yang variatif. Mulai pemuja. Sarkasme. Bahkan, provokasi.

Misal, ketika tim saya menang. Gemparlah puja-puji itu. Sesekali tetangga (suporter klub lain)  ikutan merayakan dengan penghinaan dan seperangkat umpatan. Kalau tim kalah, suara cercaan begitu gempita. Dua arah. Pendukung maupun rival.

Saya juga ikutan stalking klub tetangga sebelah. Sama situasinya. Provokasi dari pendukung klub lain juga ramai. Apalagi kalau komentar satu dibalas. Munculah balasan-balasan yang lucu sekaligus mengerikan.

Ujaran kebencian. Begitulah yang saya simpulkan. Istilah bunah-bunuh dalam konteks komentar menjadi sesuatu yang "lumrah". Itu belum lagi masalah hoaks, yang jadi bahan pergunjingan. Bising dah.

Saat ini, ketika dua pasangan capres-cawapres di deklarasikan. Lihat komentar dari tiap postingan calon. Pemuja dan pembenci, bertindihan. Bersorak. Meminjam istilah Julia Kristeva dalam konteks intertektualitas teks, seperti lingkaran setan.

Konten yang demikian, dilihat dan dibaca oleh pengguna medsos. Tak peduli remaja, dewasa, bahkan anak-anak. Mentalita menghujat yang tidak elegan, adalah makanan sehari-hari yang gurih. Mudah dijumpai saking surplusnya produksinya. Wow. (Tepuk jidad)

Dalam media sosial, kita tak lagi berhadap-hadapan untuk melontarkan komentar. Makanya, sangat mudah sekali bersarkasme ria. Menebar fitnah. Mengamalkan ujaran kebencian.

Jadi, saya pikir kita sedang pada posisi cukup rumit. Seperti yang saya tulis di awal, larangan bermedsos juga bukan solusi yang bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun