Anak yang bersekolah ada yang menaiki pit. Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, jumlah murid yang bersekolah menaiki pit lebih banyak ketimbang jumlah murid yang diantar jemput atau berjalan kaki.
Jarak rumah mereka dari sekolah ada yang jauh, ada yang dekat. Memang jauh dan dekat itu relatif. Sulit disamakan bagi satu dan lain orang.
Yang jelas, murid yang menaiki pit rerata jarak antara tempat tinggalnya dan sekolah, tak terlalu jauh, juga tak terlalu dekat. Jarak yang berada di tengah-tengah ini yang boleh jadi menjadi alasan murid menaiki pit saat bersekolah.
Sementara itu, murid yang jarak dari rumah ke sekolah jauh rerata diantar jemput. Dan, murid yang jarak dari rumah ke sekolah dekat rerata berjalan kaki.
Bukan berarti murid yang diantar jemput karena jauh dan murid yang berjalan kaki karena dekat tak berjuang. Mereka berjuang. Tapi, murid yang menaiki pit karena jauh tak jauh atau dekat tak dekat, tingkat perjuangannya lebih berat.
Itu sebabnya, di dalam catatan ini, saya lebih mengangkat murid yang bersekolah dengan menaiki pit. Sebab, betapa pun, mereka memiliki banyak kontribusi terhadap banyak pihak.
Catatan ini didasari oleh pengalaman saya sehari-hari melihat murid di sekolah tempat saya mengajar. Juga, murid di sekolah lain, yang sesekali saya melihatnya ada yang menaiki pit. Umumnya, hal seperti ini dialami oleh murid SMP dan yang sederajat.
Ada juga murid SD dan yang sederajat. Tapi, jumlahnya sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah murid SMP dan yang sederajat.
Dan, dikatakan bahwa keadaan seperti ini karena memang murid SD dan yang sederajat rerata bertempat tinggal di dekat lokasi sekolahnya. Sehingga, sangat mudah dijangkau dengan berjalan kaki.
Kalau ada yang menaiki pit sudah pasti rumahnya agak jauh dari lokasi sekolah. Tapi, tentu tak terlalu jauh. Sebab, kalau terlalu jauh lazimnya diantar jemput.
Sekalipun ada murid dalam kondisi tertentu, yang rumahnya dekat dengan lokasi sekolah, diantar jemput. Misalnya, murid dalam kondisi badan sedang kurang sehat.
Bukankah ada murid yang semangat belajarnya besar? Sehingga, ia tetap bersekolah sekalipun kondisi badannya sakit. Mereka tak ingin ketinggalan pelajaran. Tentu dalam kondisi seperti ini wajar kalau ia diantar jemput.
Murid SMA/SMK dan yang sederajat nyaris tak ada yang menaiki pit. Umumnya sudah mengendarai motor. Ada juga yang berjalan kaki sebab rumahnya dekat dengan lokasi sekolah.
Baik murid SD dan yang sederajat, SMP dan yang sederajat, maupun SMA/SMK dan yang sederajat yang bersekolah menaiki pit adalah pejuang cita-cita. Tak sebatas cita-citanya. Tapi, juga cita-cita semua pihak, termasuk cita-cita bangsa dan negara.
Sebab, murid yang berada dalam kategori ini harus mengayuh pit dari rumah ke sekolah dalam menempuh pendidikannya. Mereka harus mengeluarkan energi yang ekstra.
Tak hanya energi fisik. Tapi, juga psikis. Bahkan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap harus mereka miliki. Membutuhkan juga kecerdasan sosial dan emosional.
Apalagi, pada masa kini rerata jalan sangat ramai oleh pengendara, baik pengendara motor maupun mobil. Jumlah pengendara motor dan mobil lebih banyak ketimbang jumlah murid yang menaiki pit saat bersekolah.
Belum lagi ada kebiasaan yang buruk. Terutama pengendara motor, yaitu mereka mengendarai motor dengan kencang. Bahkan, ada juga yang sekencang-kencangnya.
Karenanya, energi fisik, psikis, pengetahuan, keterampilan, sikap, kecerdasan sosial, dan emosional dikerahkan semua untuk mengayuh pit dari rumah hingga sekolah. Agar, ada dalam kondisi nyaman dan aman.
Sekalipun beberapa murid di sekolah tempat saya mengajar pernah ada yang disenggol mobil atau motor. Tak sampai parah, tapi tetap saja berdampak buruk terhadap anak termaksud, terutama psikisnya.
Ini memang salah satu risiko yang mereka hadapi dalam melakukan perjuangan untuk meraih cita-cita. Tak ada pejuang yang tanpa risiko, bukan?
Mereka sudah berlelah-lelah mengayuh pit. Masih juga berhati-hati. Menata emosi dan pikiran secara penuh. Agar, dirinya dan pemakai jalan yang lain tetap dalam kondisi nyaman dan aman sampai tujuan.
Belum lagi ketika mereka melihat temannya yang diantar jemput, baik dengan mobil maupun motor. Bukankah bagi mereka, yang masih remaja, ini menjadi tantangan tersendiri?
Lagi-lagi, mereka harus menata emosinya. Agar, tetap teguh mengayuh pit, tak merasa malu dan lesu. Ini sebuah perjuangan yang tak setiap anak dapat melakukannya. Yaitu, perjuangan untuk dirinya sendiri.
Namun, di dalam semua ini perjuangan mereka juga dicita-citakan oleh orangtua mereka. Cita-cita orangtua, yaitu agar sang anak berhasil dalam belajar tak lepas dari jerih lelah sang anak.
Yang, setiap hari efektif sekolah berada di atas pit, panas dan hujan sebagai tantangan sesuai dengan musim tiba. Ini juga risiko alam yang dihadapi oleh mereka.
Dalam hati kecil setiap anak, yang notabene murid, pasti ada doa sederhana. Yaitu, perjuangannya ini kelak kiranya juga dapat untuk membahagiakan orangtua.
Bukankah sering kita dengar dari mulut mereka, entah sengaja atau tak sengaja, berjuang dalam cita-cita ini untuk membahagiakan orangtuanya? Bahkan, kita, yang saat ini sudah tua, waktu masih sekolah juga berdoa seperti mereka.
Selain itu, letih lelah mereka mengayuh pit bersekolah juga bentuk memuliakan lingkungan. Sebab, pit yang dinaiki tak serupa dengan motor atau mobil yang memproduksi karbondioksida, yang dapat menyakiti bumi.
Pun menyakiti kita. Sebab, betapa pun, hidung kita menghirupnya setiap kala, lebih-lebih pada jam-jam sibuk di jalan. Saat orang pergi-pulang bekerja dan murid pergi-pulang sekolah.
Pit tak demikian. Pit tak menghasilkan karbondioksida. Ia menghasilkan keringat anak bersekolah yang menaikinya, yang berjuang meraih cita-cita. Tapi, semoga menyadarkan kita bahwa perjuangannya juga menyelamatkan bumi dan manusia, termasuk saya juga Anda.
Dan, ini artinya, mereka, yaitu murid bersekolah yang menaiki pit, juga pejuang untuk bumi pertiwi alias bangsa dan negara. Maka, sudah seharusnya kebiasaan mulia mereka ini menjadi role model mobilitas orang dalam menjalani kehidupan.
Jadi, siapa pun, termasuk orang dewasa yang bepergian, yang memungkinkan tujuan dapat dijangkau dengan menaiki pit, tak ada buruknya menaiki pit. Tentu dapat saja berjalan kaki kalau memang memungkinkan dijangkau dengan cara yang natural ini.
Sebab, memilih cara yang seperti ini berarti siapa pun Anda telah ikut berjuang meraih cita-cita bagi semua. Seperti, yang telah dilakukan oleh murid-murid yang setiap hari bersekolah setia menaiki pit.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI