Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Malu, Jangan Suka Menceritakan Kekurangan Menantu

27 Juli 2021   06:41 Diperbarui: 27 Juli 2021   06:43 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ibu mertua saya orangnya sangat perfeksionis terhadap banyak hal. Sampai sekarang saya belum bisa menemukan kedekatan seperti dengan orang tua sendiri. 

Sejak dari awal pernikahan kami 11 tahun lalu, saya selalu berusaha untuk berpikir positip terhadap beliau dan memberikan perhatian semampu saya kepada beliau, sebagaimana kepada orang tua saya sendiri. 

Saya berharap beliau akan memberikan feedback yang sama terhadap saya. Namun setelah 10 tahun berlalu, ternyata beliau justru sering membicarakan kekurangan saya kepada orang lain.

Sejak mengetahui hal itu, saya menjadi sangat kecewa dan hopeless dengan sikapnya. Saya sekarang susah untuk mengembalikan situasi hati saya seperti dulu lagi kepada beliau".

Rina, 32 tahun.

"Ini tahun kedua pernikahan kami. Ibu mertua awalnya tidak setuju dengan pernikahan kami, namun tidak disampaikan secara terang-terangan. Saya pun hanya mendengar berita ini dari suami menjelang hari pernikahan. Hubungan saya dan calon ibu mertua sangat dingin saat itu.

Di awal kehidupan pernikahan, hubungan saya dengan ibu mertua tidak terlaku dekat, hingga kami dikaruniai anak pertama. Sejak bayi saya lahir, ibu mertua menjadi sangat akrab dengan saya, sering berkunjung ke rumah dan membawakan banyak oleh-oleh. 

Hingga lama kelamaan, ibu mertua sering mengolok-olok sikap istri dari adik suami saya. Begitu sering beliau menceritakan kejelekan adik ipar saya tersebut.

Namun sekarang saya menjadi khawatir, jangan-jangan ibu mertua saya pun di luar sana sering membicarakan kejelekan saya kepada orang lain. Hal ini yang membuat saya membuat jarak dengan ibu mertua. Bagaimana saya harus bersikap dengan ibu mertua?"

Linda, 24 tahun.

*****

Dua curhat di atas adalah contoh dinamika hubungan menantu - mertua. Masalah muncul karean sikap ibu mertua yang suka menceritakan kekurangan dan kelemahan menantu kepada orang lain.

Mudah kita bayangkan, bagaimana rasanya menjadi menantu yang sering dijelek-jelekkan mertua. Bagaimana rasanya ketika kekurangan dan kelemahan menantu menjadi bahan perbincangan publik. Tentu sangat tidak nyaman.

Tahan Lisanmu, Wahai Mertua

Tidak mudah menjadi mertua yang baik. Dari dua contoh curhat di atas, di antara hal yang harus dihindafri mertua adalah membicarakan kekurangan menantu. Tindakan seperti ini, dalam ajaran agama Islam disebut sebagai ghibah --yaitu menceritakan aib orang lain.

Perbuatan ghibah telah dilarang dalam Al-Qur'an, bahkan disebut sebagai tindakan 'memakan daging saudaranya yang telah mati'. Hal ini untuk menyatakan betapa tercela perbuatan mengghibah. Al-Qur'an menyatakan:

"Dan janganlah sebagian kalian ghibah (menggunjing) sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentulah kalian akan merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang" (QS. Al-Hujurat: 12).

Penjelasan tentang ghibah, telah disampaikan oleh Nabi saw. Saat berbincang dengan para sahabat, beliau saw bertanya, "Tahukah engkau apa itu ghibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu."

Beliau saw bersabda, "Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain."

Sahabat bertanya, "Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?" Nabi saw menjawab, "Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya." (HR. Muslim).

Pada kenyataannya, tindakan ghibah telah dianggap remeh dan ringan oleh banyak kalangan masyarakat kita. Menceritakan aib orang lain bahkan menjadi komoditas obrolan di lingkungan sosialita. Dalam hubungan menantu -- mertua, tindakan itu sangat menyakitkan dan berpotensi memunculkan kebencian.

Hindari Ghibah Menantu

Hendaknya mertua mampu menahan dirinya. Jangan suka mengghibah menantu. Pahami bahwa menceritakan aib menantu kepada orang lain adalah perbuatan yang sangat menyakiti hati dan melukai perasaan. Sudah selayaknya ditinggalkan.

Bagaimana caranya, agar sebagai menjadi mertua mampu menjaga diri untuk tidak mengghibah menantu? Berikut beberapa tipsnya.

  • Mengetahui Akibat Perbuatannya

Telah saya nukilkan ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi saw tentang larangan ghibah. Dalam pandangan agama Islam, perbuatan menceritakan aib orang lain dianggap sebagai tindakan tercela yang berdosa. Disamakan dengan memakan bangkai orang yang dighibah. Tentu sangat menjijikkan.

Karena ghibah masuk perbuatan yang dilarang, maka pelakunya mendapat dosa. Untuk itu, jika sudah terlanjur melakukannya harus bertaubat kepada Allah, sebagaimana isyarat di akhir ayat : "Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang" (QS. Al-Hujurat: 12).

Para mertua harus memahami akibat dari perbuatan ghibah yang dilakukan terhadap menantu. Pertama, ia telah melanggar aturan agama, yaitu dari Al-Qur'an dan sunnah Nabi saw. Kedua, ia telah mendapatkan dosa dari perbuatan itu. Ketiga, menyakiti hati menantu. Keempat, membuat renggang hubungan, bahkan bisa memunculkan permusuhan.

  • Banyak Evaluasi Diri

Salah satu sebab, mengapa orang mudah melakukan ghibah, adalah karena merasa diri lebih baik daripada orang lain. Karena merasa lebih baik, maka mudah meremehkan dan menjelekkan orang lain.

Inilah yang terjadi pada beberapa kalangan mertua, yang merasa diri lebih baik, lebih ahli, lebih hebat, lebih mulia, lebih terhormat, dibanding menantunya. Tidak menyadari bahwa dalam diri mereka sendiri juga memiliki banyak kekuarangan dan kelemahan.

Untuk itu para mertua harus banyak melakukan muhasabah, mengevaluasi diri sendiri. Lakukan introspeksi, bahwa sebagai mertua memiliki banyak kekurangan, kelemahan, dan kesalahan. Jika merasa sempurna, merasa tidak punya kekurangan dan kelemahan apa-apa, berarti ia sudah menjelma menjadi 'dewa' atau menuhankan diri sendiri.

Jika menyadari bahwa dalam dirinya juga banyak kekurangan, tentu akan bisa lebih menahan diri untuk tidak menjelek-jelekkan menantu. Malu jika menceritakan kejelekan menantu, karena dalam dirinya juga banyak kejelekan.

  • Berlatih Berpikir Positif

Mengapa mudah melakukan ghibah? Karena cenderung berpikir negatif terhadap orang lain. Ketika melihat dalam perspektif negatif, seseorang mudah curiga dan mudah mencela. Namun jika melihat dalam perspektif positif, akan mampu menjaga diri untuk tidak menjelekkan orang lain.

Misanya mertua melihat suatu kekurangan menantu. Jika ia berpikir negatif, akan cepat menghakimi. Cepat tersulut emosi lantaran kekurangan menantu. Namun jika berpikir positif, mertua akan lebih mampu menahan diri. Ia akan mengatakan, "Menantuku masih muda. Ia baru berproses belajar menjadi dewasa. Mungkin dulu aku juga begitu saat seusia dia".

Memahami bahwa tidak orang yang sempurna, menjadi faktor penting dalam membangun komunikasi. Tidak ada Sekolah Menjadi Menantu, sebagaimana tidak ada Sekolah Menjadi Mertua. Maka wajar jika sang menantu masih harus banyak belajar, dan masih banyak kekurangan di mata mertua.

Sebagaimana mertua juga harus banyak belajar, dan masih banyak kekurangan dalam menempatkan diri secara tepat. Cara pandang positif seperti ini membuat mertua tidak mudah mengghibah menantu.

  • Fokus Melihat Kebaikan Menantu

Apa jadinya jika mertua selalu fokus mencari kekurangan dan kesalahan menantu? Pasti ia akan sangat banyak menemukannya. Setiap hari ia akan menemukan banyak bukti bahwa menantunya memang banyak kekurangan dan kesalahan. Hal ini karena otak sang mertua dipenuhi dengan kata kunci kekurangan dan kesalahan.

Otak manusia bekerja untuk mencari hal-hal sesuai dengan diinput ke dalamnya. Jika sering diinput tema kekurangan dan kesalahan menantu, maka otak mertua terus menerus bekerja mencari hal-hal yang dianggap otak masuk kategori kekurangan dan kesalahan. Dengan cepat otak menghadirkan konfirmasinya.

Sebaliknya, jika sering diinput tema kebaikan dan kelebihan menantu, maka otak mertua terus menerus bekerja mencari hal-hal yang dianggap otak masuk kategori kebaikan dan kelebihan. Dengan cepat otak akan menghadirkan pembenarannya, bahwa menantu sangat baik dan memiliki banyak kelebihan.

Kehidupan mertua akan nyaman jika fokus melihat sisi kebaikan menantu. Kehidupan menantupun akan lebih bahagia jika memiliki mertua yang menyayangi dan menghargainya.

  • Mengembangkan Sifat Malu

Jika suka menceritakan kekurangan dan kesalahan menantu kepada orang lain, berarti  membuka aib keluarga besarnya sendiri. Menelanjangi keburukan rumah tangganya sendiri. Coba pikirkan dalam-dalam, apa tidak malu menceritakan aib keluarga kepada dunia?

Harusnya mertua merasa malu jika kekurangan dan kelemahan menantu diketahui orang lain. Ia harus menjaga dan menutupi aib keluarga besarnya. Bukan malah mengumbar dengan perasaan bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun