*****
Dua curhat di atas adalah contoh dinamika hubungan menantu - mertua. Masalah muncul karean sikap ibu mertua yang suka menceritakan kekurangan dan kelemahan menantu kepada orang lain.
Mudah kita bayangkan, bagaimana rasanya menjadi menantu yang sering dijelek-jelekkan mertua. Bagaimana rasanya ketika kekurangan dan kelemahan menantu menjadi bahan perbincangan publik. Tentu sangat tidak nyaman.
Tahan Lisanmu, Wahai Mertua
Tidak mudah menjadi mertua yang baik. Dari dua contoh curhat di atas, di antara hal yang harus dihindafri mertua adalah membicarakan kekurangan menantu. Tindakan seperti ini, dalam ajaran agama Islam disebut sebagai ghibah --yaitu menceritakan aib orang lain.
Perbuatan ghibah telah dilarang dalam Al-Qur'an, bahkan disebut sebagai tindakan 'memakan daging saudaranya yang telah mati'. Hal ini untuk menyatakan betapa tercela perbuatan mengghibah. Al-Qur'an menyatakan:
"Dan janganlah sebagian kalian ghibah (menggunjing) sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentulah kalian akan merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang"Â (QS. Al-Hujurat: 12).
Penjelasan tentang ghibah, telah disampaikan oleh Nabi saw. Saat berbincang dengan para sahabat, beliau saw bertanya, "Tahukah engkau apa itu ghibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu."
Beliau saw bersabda, "Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain."
Sahabat bertanya, "Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?" Nabi saw menjawab, "Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya." (HR. Muslim).
Pada kenyataannya, tindakan ghibah telah dianggap remeh dan ringan oleh banyak kalangan masyarakat kita. Menceritakan aib orang lain bahkan menjadi komoditas obrolan di lingkungan sosialita. Dalam hubungan menantu -- mertua, tindakan itu sangat menyakitkan dan berpotensi memunculkan kebencian.