Pada suatu pagi yang tak terlalu sibuk, manusia bangun dan tak menemukan dengung. Tak ada nyamuk yang menyelinap ke kuping, tak ada lebah yang memeluk bunga, tak ada lalat yang menjilat sisa manis di sendok logam. Dunia mendadak terlalu senyap, bahkan bagi orang-orang yang sudah terbiasa pakai headset anti-bising.
"Bagus dong, gak ada nyamuk," kata seseorang sambil menyeruput kopi yang tak lagi memiliki aroma semerbak.
Mereka tidak tahu. Bahwa dunia tak pernah benar-benar utuh tanpa serangga.
**
Kumbang pertama pergi diam-diam. Ia tidak mencatat pengunduran dirinya di Google Calendar. Ia hanya terbang ke arah matahari pagi, seperti ziarah sunyi yang tak sempat difoto.
Disusul oleh lebah, semut, belalang, bahkan capung. Mereka tidak membuat petisi. Tidak menulis surat terbuka. Mereka hanya pergi. Lelah disemprot pestisida, difitnah sebagai hama, dibakar bersama semak saat manusia ingin membangun kafe dengan konsep "alam terbuka".
Satu-satunya yang tertinggal adalah seekor kutu buku. Serangga perpustakaan. Ia mati di antara rak entomologi, tepat di bawah buku berjudul "The Insect Crisis".
**
Di ladang, bunga-bunga tumbuh. Tapi mandul.
Di hutan, pepohonan mekar. Tapi benihnya tak pernah jauh dari akar.