Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Masih Belajar Menjadi Manusia

Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan. Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Abu dari Langit yang Lupa Turun sebagai Doa

13 Mei 2025   00:24 Diperbarui: 13 Mei 2025   00:24 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Dokumentasi Pribadi Hasil Generate AI/chatgpt.com

Pak Temu meninggal seminggu kemudian. Bukan karena awan panas. Tapi karena tersedak getuk saat sedang mendongeng. Ia dimakamkan di kaki Semeru, di antara pohon yang sudah dua kali diganti karena tertimpa batu vulkanik.

Dalam nisan sederhana yang ditulis tangan, Farel menambahkan kalimat:

"Ia tahu cara membaca gunung, tapi tak tahu cara berhenti mencintainya."

**

Semeru masih batuk. Abu masih turun. Laporan masih dibuat. Tapi tidak ada yang tahu bahwa gunung itu sesungguhnya sedang menangis.

Bukan karena dirinya yang meletus. Tapi karena setiap letusannya hanya dimaknai sebagai angka.

Seismogram tidak bisa menangkap duka.

PPGA tidak bisa mengukur kehilangan.

Dan negara terlalu sibuk menurunkan status sebelum semua benar-benar padam.

**

Suatu hari, Farel datang ke puncak Semeru. Ia membawa abu dari dapur ibunya. Ia menaburkannya sambil berbisik:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun