Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Horor Gara-gara Menyanyikan Lagu Lalan Belek di Sungai

30 Oktober 2021   12:10 Diperbarui: 1 November 2021   01:01 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sungai. Gambar oleh Michal Reno dari Pixabay 

Perlu diketahui Lalan belek diambil dari Bahasa Rejang yang artinya "Lalan pulang atau lalan pulanglah". Adapun lirik "Oi Lalan Belek..." artinya "Duhai Lalan, pulanglah..."

Lirik Lagu Lalan Belek dan Artinya. Dok. Ozy V. Alandika
Lirik Lagu Lalan Belek dan Artinya. Dok. Ozy V. Alandika

Dalam cerita rakyat masyarakat Suku Rejang, kisah Lalan Belek ada dua versi. Versi pertama, Lalan alias Nawang Wulan dianggap sebagai bidadari yang turun dari kayangan kemudian selendang dan pakaiannya disembunyikan oleh Bujang Mengkurung hingga akhirnya mereka menikah.

Adapun versi kedua, Lalan diperankan sebagai seorang gadis yang pergi merantau untuk mengadu nasib namun tak kunjung kembali hingga akhirnya sang Ibu terus menantikan Lalan seraya berkata "Oi Lalan belek..."

Terlepas dari versi yang berbeda, nyatanya kisah Lalan Belek sudah menjadi lagu daerah yang terus eksis hingga hari ini.

Walau begitu, pada waktu kami memancing di sungai saat itu keadaannya memang benar-benar takut. Gara-gara seorang temanku menyanyikan lirik Lalan Belek kemudian disambung dengan cerita mistis, akhirnya bulu "kuduk" kami pun berdiri, badan serasa meriang dan merinding.

Jujur kami mulai takut. Hari itu biarpun cerah namun langit sudah mulai gelap karena sudah hampir Magrib. Biasanya kami pulang setelah ayahku sudah menyadap aren, tapi tiba-tiba saja ada suara "hhmmmm", suaranya seperti orang yang sedang radang dan mau batuk.

Ngerinya, suara tersebut tidak muncul dari tebing maupun dari kejauhan melainkan muncul dari batu besar. Fix! Kami ketakutan dan sungguh-sungguh mengira bahwa itu bisa jadi raksasa yang diceritakan nenek dan orang tua kami. Hiks

Kami pun panik, dan langsung berlarian kembali ke pondok. Tak terpikirkan lagi pancing-pancing yang tertinggal.

Sejak saat itu kami sangat takut pergi ke sungai yang bernama "air merah". Jikapun mau pergi, kami harus bergerombol dan jika perlu ditemani oleh orang tua kami.

Aku sendiri pula demikian. Aku sempat absen hingga seminggu untuk menolak mengambil air guna mencuci batok cetak gula aren.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun