Sejatinya konsekuensi dihadiahkannya akal sekaligus perasaan kepada manusia ya begitu.Â
Setiap manusia pasti akan mendapatkan rasa jatuh cinta, dan rasa itu bisa terjadi kapan saja dan bisa pula lewat indera apa saja. Dari mata, bisa. Dari suara, bisa. Bahkan dari sentuhan fisik pun bisa.
Meski begitu, persoalan krusial dari tantangan sebelum menikah ini adalah tentang jatuh cintanya.Â
Tak perduli jatuh cinta kepada siapa, apakah perasaan jatuh cinta itu sudah sesuai dengan kadar seseorang yang belum menikah?
Apakah jatuh cinta karena nafsu?
Apakah jatuh cinta karena kekaguman atas ciptaan Tuhan?
Atau, malah jatuh cinta sekaligus ingin segera menghalalkannya?
Di luar dari 3 pertanyaan di atas, memang lebih aman bila jatuh cinta itu datang setelah menikah.
Terang saja, nafsu alias syahwat diri sebelum menikah haruslah dikontrol sebagai perwujudan dari rasa malu. Kalau ini tentang kekaguman atas ciptaan Allah, mungkin akan sedikit lebih aman. Malahan kita bisa bersyukur. Tapi kalau jatuh cinta sembari ingin segera menghalalkan?
Berarti tantangannya cukup berat. Seseorang harus berjuang menata hati, menata diri, menjaga perasaan, serta terus menyegerakan waktu tibanya akad.
Kalau jodoh berarti sudah takdirnya, dan kalau tidak jodoh juga berarti sudah takdirnya. Nah, kalau sakit hatinya? Rasakan saja. Hahaha