Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Tantangan Pranikah: Jatuh Cinta Sebelum Waktunya

15 Maret 2021   21:36 Diperbarui: 16 Maret 2021   12:17 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wedding. Foto oleh Foto oleh Lanty di Unsplash

Apa, Menikah?

Tentu saja menikah adalah tujuan terbesar bagi tiap-tiap orang yang ingin menyempurnakan separuh dari agamanya. Bahkan, alasan untuk menjadikan nikah sebagai cita-cita sejatinya lebih kompleks dan detail daripada itu.

Ada yang ingin memperbaiki keturunan, ada yang ingin menyerahkan kekuasaan, ada yang ingin menyiapkan berkarung-karung warisan, bahkan ada pula yang ingin profesinya hari ini bisa diteruskan oleh keturunannya.

Nyatanya semua niat dan harapan ini sah-sah saja. 

Selama salah satunya tidak melenceng dari niat sebagai ibadah, maka selama itu pula perjuangan untuk menggapainya membuahkan pahala dan dipandang sebagai perilaku kebaikan.

Seiring sejalan, yang kita tahu dan kita rasakan adalah setiap kebaikan yang diniatkan serta diusahakan akan mendatangkan hal-hal yang baik untuk diri kita sendiri. 

Ada memang yang niat awalnya untuk orang lain, keluarga, maupun negara. Tapi ending-nya adalah untuk myself.

Meski demikian, menikah sebagai salah satu takdir mubram Allah adalah suatu hal yang tidak bisa kita tebak-tebak tanggal dan waktunya.

Seakan-akan menikah itu mirip seperti ajal, tanggalnya sudah ditentukan namun kapan tibanya masih dirahasiakan.

Karena waktu kapan tibanya masa menikah itu masih semu, maka tidak sedikit orang yang ingin segera membuka tabir rahasia Tuhan tersebut. 

Caranya? Salah satunya adalah menjemput jodoh di manapun ia berada menurut rasa dan kata hati.

Tapi!

Masih mirip dengan ajal, sayangnya sanad alias jalan menjemput jodoh juga beragam. Jika ajal bisa dijemput dengan cara husnul khotimah maupun su'ul khotimah, maka jodoh juga demikian. Bisa dijemput dengan cara baik, dan bisa pula dengan cara buruk.

Cara baiknya seperti apa? Sederhana, memantapkan diri untuk menjadi sosok yang terbaik, dan jika ada bidadari atau bidadara yang dirasa cocok maka langsunglah diadakan kegiatan lamaran. Taaruf dalam beberapa waktu, kemudian memantapkan hati, dan kemudian akad.

Sungguh, So Sweetnya begitu powerfull!

Namun, nyatanya tantangan untuk menjemput jodoh bukanlah hal yang patut dianggap remeh. 

Terang saja, persoalan menikah biasanya akrab dengan hawa nafsu yang kita sendiri pun susah untuk mengontrolnya.

Apa lagi jika umur, sahabat, tetangga, bahkan sanak saudara sudah memberikan kode "sekaranglah waktu yang tepat untuk menikah!", "apalagi yang mau kau tunggu!", maka semakin berkecamuklah hati dan perasaan.

Sejadinya, sebagian orang rela untuk menuangkan hawa nafsunya dengan cara berpacaran. 

Ya, mau bagaimana lagi. Tantangan terberat seorang laki-laki maupun perempuan yang belum menikah itu adalah istiqomah dalam kesendirian.

Tambah lagi, setiap manusia pasti punya masa di mana ia jatuh cinta, bukan? 

Pastinya, dan yang jadi gawat adalah, seseorang telah jatuh cinta sebelum menikah. Kalau sudah begini, maka hasrat diri untuk menikah atau pacaran sama-sama punya peluang.

Mirisnya, tidak semua orang mampu istiqomah melawan dan memendam rasa cinta itu serta menyegerakannya ke arah jenjang pernikahan. 

Ya, lain kepala lain pula masalah hidup. Dan lain warna dompet, lain pula isi dan ketebalan uangnya. Inilah tantangan yang tidak ringan!

Ada seseorang yang secara batin sudah sangat ingin menikah, namun terkendala dengan kondisi finansial yang tidak mendukung.

Di sini, pilihannya juga ada dua. Istiqomah dalam kesendirian sembari bekerja keras mengumpukan mahar, atau malah mencoba meramaikan hati dengan cara berpacaran. Hitung-hitung jadi penyemangat agar lebih gesit cari uang.

Ada pula seseorang yang secara finansial sudah sangat siap untuk menikah, tapi batinnya terkendala karena belum mendapat restu atau malah calonnya yang belum ditemukan.

Kondisi ini juga cukup berat, dan barangkali salah satu pembaca juga pernah mengalami hal seperti ini.

Umur sudah lebih dari 25 tahun, tapi hilal jodol belum kunjung muncul. Secara teori, umur menikah memang tak berbilang, tapi tidak semua insan mampu tegar dan terus tersenyum menghadapi kenyataan bahwa ia masih sendiri.

Belum selesai di sana, ada juga seseorang yang sudah siap menikah baik secara finansial dan batin, namun setelah digali-gali lagi ternyata niatnya belum fokus.

Ya, misalnya ada seorang pemuda yang kerjanya sudah dianggap mapan dan calon nikahnya bisa dibilang "tinggal pilih." Ia ingin menikah, tapi niatnya jadi buyar gara-gara masih sibuk menyelesaikan study serta mau berusaha terlebih dahulu untuk menyenangkan orangtuanya.

Jadi, niatnya masih benar-benar tidak fokus, kan? Terlepas dari kenyataan bahwa jodohnya memang belum Allah serahkan, tetap saja masing-masing hamba punya masalah sekaligus harapan yang besar untuk menikah.

Dan sebagai tambahan daripada itu, seorang perempuan atau laki-laki yang belum menikah juga harus menata diri dan hati untuk menghadapi tantangan besar sebelum menikah. 

Tidak hanya tentang uang, tidak juga hanya tentang restu, tapi juga tentang jatuh cinta.

Entah itu cinta monyet atau malah cintanya orang dewasa, tapi jika keduanya terjadi di saat seseorang belum menikah, berarti sama saja. sama-sama jatuh cinta sebelum waktunya.

Sejatinya konsekuensi dihadiahkannya akal sekaligus perasaan kepada manusia ya begitu. 

Setiap manusia pasti akan mendapatkan rasa jatuh cinta, dan rasa itu bisa terjadi kapan saja dan bisa pula lewat indera apa saja. Dari mata, bisa. Dari suara, bisa. Bahkan dari sentuhan fisik pun bisa.

Meski begitu, persoalan krusial dari tantangan sebelum menikah ini adalah tentang jatuh cintanya. 

Tak perduli jatuh cinta kepada siapa, apakah perasaan jatuh cinta itu sudah sesuai dengan kadar seseorang yang belum menikah?

Apakah jatuh cinta karena nafsu?

Apakah jatuh cinta karena kekaguman atas ciptaan Tuhan?

Atau, malah jatuh cinta sekaligus ingin segera menghalalkannya?

Di luar dari 3 pertanyaan di atas, memang lebih aman bila jatuh cinta itu datang setelah menikah.

Terang saja, nafsu alias syahwat diri sebelum menikah haruslah dikontrol sebagai perwujudan dari rasa malu. Kalau ini tentang kekaguman atas ciptaan Allah, mungkin akan sedikit lebih aman. Malahan kita bisa bersyukur. Tapi kalau jatuh cinta sembari ingin segera menghalalkan?

Berarti tantangannya cukup berat. Seseorang harus berjuang menata hati, menata diri, menjaga perasaan, serta terus menyegerakan waktu tibanya akad.

Kalau jodoh berarti sudah takdirnya, dan kalau tidak jodoh juga berarti sudah takdirnya. Nah, kalau sakit hatinya? Rasakan saja. Hahaha

Kalau sudah sakit hati, rasanya memang tidak enak dan jika perlu mendingan kita hindari saja. namun, ya, begitulah tantangan hidup. 

Enaknya, ya, jatuh cinta kepada seseorang itu kita tahan dan kalau perlu nanti saja. Saat sudah menikah. Di saat itulah kita bisa jatuh cinta sepuasnya.

Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun