Maka dari itulah, hadirnya kebijakan penyederhanaan kurikulum memang diperuntukkan untuk memangkas kepadatan materi sekaligus mengajak para guru untuk mengembangkan materi ajar yang mengedepankan esensi. Artinya, materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, kan?
Ya, ketika ada materi perilaku jujur misalnya, berarti yang dibutuhkan oleh siswa adalah bagaimana caranya agar mereka tidak membohongi orangtuanya demi mendapatkan uang lebih untuk membeli kuota, bagaimana caranya agar siswa jujur sudah cuci tangan, serta bagaimana caranya agar perilaku jujur itu melekat pada dirinya.
Kedengarannya susah, nih! Semoga tidak, ya. Berdasarkan apsek kebutuhan ini, guru hanya perlu memilah model, strategi dan metode ajar yang mampu menciptakan kondisi agar siswa sering berperilaku jujur.
Caranya? Karena perilaku jujur adalah sebuah karakter, maka siswa butuh pengalaman alias sering-sering menerapkan perilaku jujur.
Pun dengan materi pada mata pelajaran lainnya. Kiranya tidak jauh berbeda. Asal guru sudah berkenalan dengan KI dan KD serta kebutuhan siswa, maka materi ajar tidak perlu terlalu tebal dan menggunung. Cukup hadirkan praktik keseharian agar mereka mendapat pengalaman belajar.
Ketiga, Mengembangkan Materi Ajar
Saat KI dan KD sudah dikenal, saat kebutuhan siswa sudah dipahami, maka saat itulah kerja guru jadi lebih mudah. Ya, guru hanya perlu mengembangkan materi ajar yang sub-subnya sudah tercantum dalam Kompetensi Dasar.
Hanya saja, proses pengembangan materi ini tidak bisa digampangkan begitu saja. Apalagi hanya didasarkan pada satu buku pedoman semata. Bisa gawat, jangan-jangan nanti siswa diajak untuk berpikir sempit!
Untuk melahirkan materi ajar dengan pengembangan yang "wow", seorang guru perlu "berlayar" lebih jauh demi mengumpulkan berbagai sumber. Tidak hanya buku, bisa juga media televisi, blog, atau bahkan media sosial yang menghadirkan konten-konten positif.
Terang saja, siswa akan lebih "merasa belajar" ketika materi ajarnya bersifat kebaruan dan "mengena" dengan isu hari ini. Maka dari itulah, pengetahuan guru terhadap kebutuhan siswa akan sangat nyambung hubungannya dengan materi ajar yang dikembangkan.
Ketika siswa merasa materi itu "usang" karena mungkin lebih bersifat hafalan daripada pengembangan, sintesis dan evaluasi, mudah saja bagi mereka untuk mengurangi perhatian terhadapnya.
Misalnya ada materi ajar PJJ yang berbentuk lembar kerja, tapi jawabannya sudah tersedia di buku halaman sekian, sekian dan sekian.