Seseorang dengan karakter sugar coating adalah sosok yang memerankan madu dan racun di lingkungan kerja. Mengapa?
Karakter sugar coating adalah upaya membungkus kritik, masalah, atau kebenaran yang tidak menyenangkan dengan kata-kata manis atau pujian yang berlebihan. Bahasa indah dan membuai pendengar banyak terlontar dari sebuah kondisi sugar coating. Ini adalah fenomena yang umum, namun memiliki dampak serius dan merugikan dalam jangka panjang di lingkungan kerja, baik konvensional maupun profesional.
Oleh karena karakter sugar coating ini lebih mengarah ke dampak yang merugikan, berikut beberapa dampak negatinya yang juga pernah saya alami sendiri berkali-kali.
Menghambat Pertumbuhan dan Menunda Perbaikan
Ketika umpan balik (feedback) disajikan terlalu manis atau kritik ditutup-tutupi, pesan intinya menjadi kabur atau salah tafsir. Bawahan yang menerima umpan balik tersebut mungkin berpikir bahwa kinerja mereka sudah cukup bagus, padahal sebenarnya masih jauh dari ekspektasi.Â
Kondisi ini bisa memicu akibat lain, yakni perkembangan individu terhenti, karena mereka tidak mengetahui secara jelas celah atau kesalahan yang perlu diperbaiki.
Selain itu, masalah inti lembaga, perusahaan atau tim tertunda untuk diselesaikan karena tidak ada yang berani menyampaikannya secara jujur dan gamblang.
Merusak Kepercayaan dan Integritas Tim
Dalam lingkungan yang didominasi oleh sugar coating, kejujuran menjadi barang langka. Hal ini akan menimbulkan beberapa hal yang terindikasi negatif.
Pertama, timbulnya budaya kecurigaan. Pujian yang terdengar berlebihan akan dicurigai sebagai taktik atau manuver politik, bukan apresiasi yang tulus.