Kompetensi literasi dan numerasi siswa di Indonesia tengah menjadi sorotan karena masih di berada di level rendah, khususnya jika dilihat dari skor PISA. Berbagai cara telah diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong peningkatan kompetensi tersebut. Salah satunya dengan mendorong penyusunan perangkat penilaian yang berbasis soal HOTS (Higher Order Thinking Skills).
Terkait dengan hal tersebut, menaikkan kompetensi literasi siswa melalui asesmen/ujian berbasis esai dan uraian adalah strategi yang sangat efektif. Asesmen berbasis esai dan uraian tidak hanya mengukur pemahaman materi, tetapi juga menuntut siswa untuk menyusun argumen, menganalisis informasi, dan mengekspresikan ide secara terstruktur dan logis (keterampilan kunci dalam literasi).
Khusus di sekolah tempat penulis mengabdi, berbekal pengalaman mengajar di Korea Selatan tahun 2024, sekolah pun telah mengambil kebijakan untuk meninggalkan pelaksanaan asesmen/ujian berbasis soal pilihan ganda dan android serta beralih ke mode soal esai/uraian.
Pengalaman Asesmen/Ujian Berbasis Pilihan Ganda dan Android
Berdasarkan pengalaman di sekolah selama kurang lebih 4 tahun, asesmen berbasis Android dan soal pilihan ganda menawarkan kemudahan teknis. Tetapi, format ini memiliki banyak kelemahan dalam mengembangkan dan mengukur kemampuan literasi siswa. Keduanya cenderung memprioritaskan efisiensi, tetapi mengorbankan kualitas penilaian yang holistik.
Soal pilihan ganda pada dasarnya adalah instrumen pengenal, bukan pencipta. Terdapat beberapan kekurangan dalam model soal ini.
Soal pilihan ganda sama sekali tidak memberikan ruang bagi siswa untuk berlatih menulis. Kemampuan menyusun argumen, membangun paragraf yang kohesif, dan menggunakan tata bahasa yang benar adalah inti dari literasi tulis, dan semua ini tidak dapat diukur atau dilatih melalui format pilihan ganda.
Untuk menjawab soal pilihan ganda, siswa sering kali hanya perlu mengingat fakta atau tanggal. Mereka tidak didorong untuk menganalisis, menyintesis, atau mengevaluasi informasi secara mendalam. Akibatnya, pembelajaran menjadi dangkal dan berfokus pada ingatan jangka pendek.
Soal pilihan ganda tidak melatih siswa untuk mengolah berbagai sumber informasi. Siswa hanya perlu memilih satu jawaban dari opsi yang tersedia, bukan mencari, membandingkan, dan memvalidasi informasi dari berbagai sumber untuk membangun sebuah kesimpulan.
Literasi adalah tentang kemampuan berpikir kritis, yaitu kemampuan untuk mempertanyakan, mengevaluasi, dan membentuk opini. Soal pilihan ganda justru meniadakan proses ini karena siswa hanya perlu mengidentifikasi jawaban yang sudah disediakan oleh pembuat soal.
Sistem penilaian otomatis hanya memberi tahu siswa apakah jawaban mereka benar atau salah. Tidak ada penjelasan kualitatif yang membantu siswa memahami mengapa jawaban mereka salah atau bagaimana mereka bisa memperbaiki pemahaman mereka. Umpan balik yang spesifik sangat penting untuk pertumbuhan literasi, dan ini tidak dapat diberikan oleh soal pilihan ganda.
Asesmen Berbasis Android: Memperparah Masalah Literasi
Meskipun perangkat Android bisa menjadi alat yang canggih, penggunaannya dalam ujian dengan soal pilihan ganda justru memperparah kelemahan literasi.
Platform digital memudahkan siswa untuk mencari jawaban di internet atau meminta bantuan dari teman. Kecurangan ini membuat penilaian tidak valid dan tidak dapat mengukur kemampuan literasi siswa yang sebenarnya. Meskipun ada sistem yang bisa mengunci layar peserta ujian, tetapi tetap ada celah yang bisa dimanfaatkan siswa.
Selain itu, gangguan teknis seperti koneksi internet yang lambat, aplikasi yang crash, atau layar yang tidak responsif dapat mengganggu fokus siswa. Fokus adalah prasyarat untuk membaca dan memahami teks yang kompleks, sehingga gangguan ini dapat menghambat proses literasi.
Keyboard virtual pada perangkat Android tidak ideal untuk mengetik teks panjang. Bahkan jika soalnya dalam bentuk esai, proses mengetik yang canggung dapat menghalangi siswa untuk mengekspresikan ide-ide kompleks secara leluasa.
Belajar dari pengalaman, kombinasi asesmen berbasis Android dan soal pilihan ganda menciptakan sebuah sistem penilaian yang efisien untuk diimplementasikan, memudahkan dalam pemeriksaan, tetapi sangat tidak efektif untuk meningkatkan dan mengukur kemampuan literasi. Format ini secara fundamental tidak mendukung keterampilan membaca, menulis, berpikir kritis, dan analisis yang merupakan fondasi dari literasi yang kuat.
Asesmen Berbasis Soal Esai
Soal esai, pada hakekatnya menuntut jawaban yang lebih bebas, luas, dan menantang siswa untuk berpikir secara mendalam dan terstruktur. Soal ini menguji kemampuan siswa untuk menganalisis, menyintesis informasi, dan mengembangkan argumen mereka sendiri. Soal esai sering kali memiliki pertanyaan yang lebih terbuka, mendorong siswa untuk mengeksplorasi ide-ide secara mandiri.
Asesmen berbasis esai mendorong siswa untuk terlibat dalam proses berpikir tingkat tinggi. Menulis esai secara rutin melatih siswa untuk menyusun kalimat yang efektif, mengembangkan paragraf yang kohesif, dan menggunakan tata bahasa yang benar. Ini adalah fondasi penting dari literasi tulis.
Sebelum menulis esai, siswa harus membaca dan memahami berbagai sumber informasi, seperti teks, grafik, atau data, untuk membangun argumen mereka. Proses ini mengasah kemampuan literasi informasi dan analisis kritis.
Esai menuntut siswa untuk tidak hanya mengingat fakta, tetapi juga mengevaluasi, membandingkan, dan menyintesis informasi. Mereka harus mampu mengambil posisi, mendukungnya dengan bukti, dan mengantisipasi argumen balik.
Melalui esai pula, siswa belajar cara mengkomunikasikan ide-ide kompleks secara jelas dan persuasif. Ini adalah keterampilan yang tak ternilai, baik di lingkungan akademis maupun profesional.
Strategi Implementasi yang Efektif
Agar asesmen berbasis esai benar-benar bisa mengukur dan meningkatkan literasi, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan.
Sediakan rubrik yang tidak hanya menilai konten, tetapi juga aspek literasi seperti struktur esai, koherensi argumen, penggunaan bahasa yang efektif, dan keterampilan analisis. Ini membantu siswa memahami ekspektasi dan guru bisa memberikan umpan balik yang lebih spesifik.
Pilih topik esai yang tidak hanya menguji pemahaman materi pelajaran, tetapi juga mendorong siswa untuk melakukan riset tambahan atau menghubungkan materi dengan isu-isu dunia nyata.
Jangan hanya mengandalkan asesmen. Integrasikan kegiatan menulis esai pendek atau ringkasan sebagai bagian dari pembelajaran harian atau mingguan. Ini membantu siswa membangun stamina dan kepercayaan diri dalam menulis.
Setelah penilaian, berikan umpan balik yang spesifik. Soroti kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan, serta berikan saran konkret, misalnya "Perkuat argumen Anda dengan menyertakan lebih banyak contoh dari teks."
Gunakan berbagai jenis esai, seperti esai argumentatif, deskriptif, atau analitis, untuk melatih berbagai aspek literasi.
Asesmen Berbasis Soal Uraian
Jika soal asesmen berbentuk esai dipandang sedikit kompleks karena cakupannya yang luas, maka guru bisa menerapkan soal uraian. Jenis soal ini juga efektif dalam meningkatkan kompetensi literasi dibandingkan soal pilihan ganda. Soal uraian menuntut siswa untuk melakukan lebih dari sekadar mengenali jawaban yang benar, tetapi juga mendorong siswa untuk membangun pemahaman secara mandiri dan komprehensif.
Soal uraian umumnya memiliki jawaban yang lebih terbatas dan terstruktur. Pertanyaan ini mengarahkan siswa untuk memberikan jawaban yang spesifik dan terfokus pada konsep atau fakta tertentu. Meskipun jawabannya tidak hanya satu kata, tetapi kerangka jawaban yang diharapkan oleh guru sudah cukup jelas.
Soal uraian secara inheren melibatkan proses kognitif yang lebih tinggi, yang merupakan inti dari literasi. Jenis soal ini juga mengasah kemampuan menulis. Ini adalah kontribusi paling langsung terkait dengan kompetensi literasi. Saat menjawab soal uraian, siswa harus menulis, menyusun kalimat, dan menyusun paragraf dengan koheren dan logis. Ini adalah praktik berharga yang membangun fondasi literasi tulis.
Implementasi soal uraian memaksa siswa untuk menggali materi lebih dalam. Mereka tidak bisa hanya menghafal fakta; mereka harus menganalisis, menafsirkan, dan menghubungkan konsep-konsep. Proses ini mengubah informasi menjadi pengetahuan yang bermakna.
Literasi bukan hanya tentang membaca dan menulis, tetapi juga tentang berpikir kritis. Soal uraian menuntut siswa untuk mengembangkan argumen, mendukungnya dengan bukti, dan menyajikan sudut pandang yang jelas. Ini adalah keterampilan penting untuk mengevaluasi informasi dan membentuk opini yang beralasan.
Menulis jawaban uraian melatih siswa untuk mengorganisir ide-ide mereka secara terstruktur, dari pendahuluan hingga kesimpulan. Kemampuan untuk menyajikan pemikiran secara logis ini adalah komponen kunci dari literasi komunikasi.
Jika asesmen menggunakan soal pilihan ganda, sering terjadi penentuan jawaban spekulatif. Nah, dengan soal esai atau uraian, akan mengurangi perilaku spekulatif ini. Tidak ada ruang untuk menebak. Siswa harus benar-benar memahami materi untuk bisa menjawab. Ini membuat hasil penilaian lebih akurat dan mencerminkan pemahaman siswa yang sebenarnya.
Kesimpulan
Dalam proses belajar, penerapan soal pilihan ganda tetap dibutuhkan. Jenis soal ini efisien untuk mengukur pengetahuan dasar secara cepat. Namun, soal model esai atau uraian adalah alat pedagogis yang superior untuk menumbuhkan dan mengukur kompetensi literasi siswa secara holistik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI