Praktik judi sabung ayam adalah salah satu bentuk perjudian yang sangat sulit diberantas di Indonesia, secara khusus di Toraja, Enrekang dan sekitarnya. Fenomena ini melibatkan berbagai faktor, mulai dari akar budaya hingga masalah ekonomi. Untuk memahami kompleksitasnya, kita perlu melihat dari dua sisi: argumen yang mendukung (pro) dan yang menentang (kontra) keberadaan praktik ini.
Sebelum mulai membahasnya, artikel ini saya tulis di depan arena sabung ayam. Saya sempat dikejutkan oleh adanya tenda dan arena yang tidak jauh dari rumah pribadi saya. Letak arena dalam kebun milik tetangga dan jalur masuk membelah kebun saya.Â
Secara hati nurani, karena saya bukan penjudi, tentu tidak sepakat. Namun, tidak mungkin saya untuk membubarkannya. Ini juga terkait dengan keamanan pribadi. Bukan pula ranah saya, apalagi ada informasi bahwa mereka sudah mendapat izin. Uniknya, bukan warga Toraja yang datang membuka arena tersebut, melainkan dari kabupaten sebelah. Beberapa lapak kaki lima juga sudah bersiap dengan dagangannya. Ada penjual wanita cantik dan seksi. Beberapa pedagang muncul dari area hutan melalui jalan tikus. Saya sempat mengunjungi, menyapa dan berbincang dengan beberapa orang. Saya sempat meminta mereka untuk beraktifitas dengan tertib dan aman serta tidak mengganggu mobilitas jalan desa.
Mengapa Praktik Ini Bertahan?
Bagi sebagian masyarakat, sabung ayam bukan hanya perjudian, tetapi juga bagian dari tradisi. Di beberapa daerah, kegiatan ini dianggap sebagai ritual atau hiburan rakyat yang telah ada turun-temurun. Ayam jago sering kali diperlakukan sebagai simbol keberanian atau status sosial. Praktik ini menjadi acara yang mempererat hubungan antarwarga.
Praktik ini menjadi sumber pendapatan bagi banyak orang. Mulai dari para pemilik ayam, pelatih, peternak, hingga penjual pakan dan peralatan. Di pedesaan, sabung ayam bisa menjadi industri kecil yang menghidupi banyak keluarga, terutama bagi mereka yang kesulitan mencari pekerjaan formal.
Dibandingkan dengan kasino atau perjudian daring, sabung ayam umumnya dilakukan di area terpencil atau pedesaan. Lokasinya yang sering berpindah-pindah dan sifatnya yang tertutup membuat aparat kesulitan untuk melacak dan membubarkannya secara efektif.
Alasan Kuat untuk Memberantasnya
Bagaimanapun juga, sabung ayam selalu digaungkan untuk diberantas karena mengakibatkan penyiksaan hewan. Ini adalah argumen utama yang paling sering disuarakan. Sabung ayam melibatkan kekejaman terhadap hewan.
Ayam-ayam diadu hingga salah satunya mati atau tidak berdaya. Luka yang diderita sangat parah dan sering kali menyebabkan pendarahan hingga kematian. Praktik ini jelas melanggar etika kesejahteraan hewan.
Judi sabung ayam sering kali menjadi pintu gerbang bagi tindak kejahatan lain. Ketagihan judi bisa menyebabkan masalah finansial parah bagi para pemainnya, mendorong mereka untuk mencuri atau melakukan tindakan kriminal demi melunasi utang. Selain itu, praktik ini sering kali disusupi oleh sindikat kriminal yang mengendalikan perjudian, bahkan memicu perkelahian atau kekerasan antar-kelompok.
Secara hukum, judi sabung ayam adalah ilegal di Indonesia. Praktik ini bertentangan dengan hukum pidana dan norma agama. Keberadaannya merusak tatanan sosial, di mana masyarakat cenderung memandang praktik ini sebagai hal yang lumrah, padahal melanggar aturan negara.