Penyusutan lahan persawahan di daerah-daerah menjadi tantangan serius bagi Indonesia dalam mencapai swasembada pangan. Fenomena ini bukan hanya sekadar perubahan pemandangan, tetapi juga ancaman nyata terhadap ketahanan pangan nasional.
Kabupaten Tana Toraja menjadi salah satu daerah yang mengalami penyusutan lokasi persawahan. Pemicu utama berkurangnya sawah adalah pembangunan perumahan.
Pembangunan infrastruktur, perumahan, industri, dan sektor lainnya seringkali mengorbankan lahan pertanian produktif. Lahan sawah yang strategis, dekat dengan akses jalan atau pusat kota, seringkali menjadi target utama konversi.
Petani beralih ke komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan atau kurang berisiko, seperti perkebunan, atau bahkan menjual lahan mereka untuk tujuan non-pertanian.
Bencana seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor dapat merusak lahan pertanian dan membuatnya tidak lagi produktif. Dua tahun terakhir, bencana alam banyak mempengaruhi ketersediaan sawah tradisional produktif di Tana Toraja.
Pertumbuhan kota Makale yang pesat mendorong perluasan wilayah urban ke daerah pinggiran kota hingga pedesaan, yang seringkali merupakan sentra produksi pangan.
Profesi petani seringkali kurang diminati oleh generasi muda karena dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi dan membutuhkan kerja keras. Hal ini menyebabkan kurangnya regenerasi petani dan lahan sawah terbengkalai.
Dampak Terhadap Swasembada Pangan
Berkurangnya sawah secara signifikan berdampak pada upaya mencapai swasembada pangan. Luas panen yang menurun berarti potensi produksi beras juga berkurang, sehingga meningkatkan ketergantungan pada impor.
Daerah yang kehilangan sawah akan menghadapi risiko kekurangan pasokan pangan lokal dan rentan terhadap fluktuasi harga di pasar.
Jika produksi dalam negeri tidak mencukupi, harga pangan cenderung naik karena hukum permintaan dan penawaran.
Alih fungsi lahan sawah menghilangkan mata pencarian bagi ribuan petani dan pekerja di sektor pertanian, yang berujung pada peningkatan kemiskinan di perdesaan.
Praktik pertanian yang tidak berkelanjutan untuk mengkompensasi lahan yang hilang dapat menyebabkan degradasi tanah dan sumber daya air.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah komprehensif. Semua pihak tentunya harus berperan.
Langkah pertama yang sekiranya perlu dilakukan adalah penguatan kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Hal ini terkait dengan implementasi dan pengawasan ketat terhadap regulasi ini sangat krusial untuk mencegah konversi lahan sawah produktif.
Pemerintah daerah juga perlu mendorong intensifikasi pertanian. Peningkatan produktivitas lahan sawah yang ada melalui penggunaan teknologi pertanian modern, varietas unggul, dan praktik pertanian yang baik.
Di sisi lain, ekstensifikasi pertanian juga diperlukan yakni dengan mencari dan memanfaatkan lahan-lahan tidur atau lahan yang belum dioptimalkan untuk pertanian, dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.
Kendala sawah di daerah adalah ketersediaan air. Sehingga perlu revitalisasi irigasi. Perbaikan dan pembangunan sistem irigasi yang efisien untuk memastikan pasokan air yang cukup bagi pertanian.
Tidak kalah pentingnya adalah edukasi dan pemberdayaan petani. Elemen terkait perlu intens memberikan pelatihan dan dukungan kepada petani agar mereka dapat meningkatkan produktivitas, mengelola risiko, dan mengakses pasar. Sangat penting pula untu mendorong generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian dengan memberikan insentif dan jaminan keberlanjutan.
Diversifikasi pangan pun tak boleh terabaikan, yakni mengurangi ketergantungan pada beras sebagai satu-satunya sumber karbohidrat utama dan mendorong konsumsi pangan lokal lainnya.
Swasembada pangan adalah cita-cita yang harus terus diperjuangkan bangsa Indonesia. Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan penyusutan sawah dapat ditekan dan ketahanan pangan nasional tetap terjaga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI