Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2024 - I am proud to be an educator

Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2024. Guru dan Penulis Buku, menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pelajaran Penting dari Kisah Tupperware

23 April 2025   13:04 Diperbarui: 29 April 2025   14:23 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa produk tupperware. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Tupperware, hampir semua rumah memiliki wadah merek ini. Elegan dan prestisius di kalangan ibu-ibu. Sampai hari ini, puluhan tumbler air minum siswa di sekolah pun masih menggunakan produk Tupperware.

Sekilas sejarah berdirinya Tupperware

Tupperware didirikan oleh Earl Silas Tupper pada tahun 1946 di Amerika Serikat. Tupper adalah seorang insinyur kimia, memulai eksperimennya dengan plastik pada tahun 1930-an.

Pada tahun 1946, Tupper mendirikan Tupperware Plastics Company dan meluncurkan produk pertamanya, yaitu wadah plastik dengan desain yang inovatif dan segel udara yang rapat. 

Memasuki tahun 1950-an, Tupperware mulai menggunakan strategi pemasaran langsung dengan tenaga penjualan yang dikenal sebagai "Tupperware Parties".

Tahun 1958, Brownie Wise, seorang wanita yang sukses sebagai distributor Tupperware, menjadi wakil presiden perusahaan dan membantu meningkatkan penjualan Tupperware secara signifikan.

Tupperware kemudian berkembang menjadi perusahaan global yang terkenal dengan produk-produk penyimpanan makanan dan minuman yang berkualitas tinggi. Namun, seperti yang kita ketahui, Tupperware telah menghadapi beberapa tantangan dalam beberapa tahun terakhir dan melakukan restrukturisasi bisnisnya.

Restrukturisasi Bisnis Tupperware

Tupperware melakukan restrukturisasi bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan menghadapi tantangan pasar global. Beberapa langkah restrukturisasi yang dilakukan Tupperware antara lain:

1. Pengurangan biaya: Tupperware mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi untuk meningkatkan profitabilitas.

2. Fokus pada produk inti: Tupperware fokus pada produk-produk inti yang paling laris dan mengurangi variasi produk.

3. Digitalisasi: Tupperware meningkatkan kehadiran online dan menggunakan platform digital untuk meningkatkan penjualan dan pemasaran.

4. Kerja sama strategis: Tupperware menjalin kerja sama dengan perusahaan lain untuk meningkatkan kekuatan pasar.

5. Pengembangan produk baru: Tupperware mengembangkan produk-produk baru yang lebih inovatif dan ramah lingkungan. Termasuk modifikasi pada warna-warna produk yang lebih digandrungi anak-anak dan ibu-ibu. Warna cerah paling mendominasi.

Restrukturisasi bisnis Tupperware bertujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif.

Produk Ramah Lingkungan

Tupperware memiliki beberapa aspek yang mendukung intervensi terhadap perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan. Kontribusi Tupperware tersebut, yakni:

1. Daya tahan dan umur panjang: Produk Tupperware dirancang untuk digunakan dalam jangka waktu lama, mengurangi kebutuhan akan produk sekali pakai dan membantu mengurangi limbah plastik.

2. Bahan yang aman: Tupperware terbuat dari bahan BPA-free yang aman untuk kesehatan dan lingkungan.

3. Dapat digunakan kembali: Produk Tupperware dapat digunakan berulang kali, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan limbah yang dihasilkan.

4. Desain yang dapat didaur ulang: Tupperware memiliki desain yang dapat didaur ulang, meskipun ketersediaan fasilitas daur ulang dapat bervariasi tergantung lokasi.

Di samping itu, Tupperware juga telah meluncurkan inisiatif untuk meningkatkan keberlanjutan, seperti:

1. ECO+ Line: Tupperware memiliki lini produk ECO+ yang terbuat dari bahan daur ulang dan biomaterial.

2. Program Pengambilan Kembali: Tupperware telah meluncurkan program pengambilan kembali produk lama untuk didaur ulang.

3. Kerja Sama dengan TerraCycle: Tupperware bekerja sama dengan TerraCycle untuk mendaur ulang plastik yang sulit didaur ulang .

Namun, dibalik terobosan teknologi dan inisiatif tersebut, tetap perlu diingat bahwa produk Tupperware masih terbuat dari plastik, yang dapat memiliki dampak lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. 

Tambahan pula, ketergantungan pada fasilitas daur ulang memiliki keterbatasan. Ketersediaan fasilitas daur ulang untuk produk Tupperware dapat bervariasi tergantung lokasi produksinya.

Alasan Tupperware Menutup Bisnisnya

Tupperware menutup bisnisnya karena beberapa alasan utama, antara lain:

Perubahan perilaku konsumen

Setelah pandemi Covid-19, konsumen lebih banyak berbelanja secara online melalui platform e-commerce atau marketplace, sedangkan Tupperware masih menggunakan strategi pemasaran konvensional dengan tenaga penjualan langsung.

Kegagalan beradaptasi dengan pasar

Tupperware tidak mampu berinovasi dalam strategi pemasaran dan distribusi, sehingga kesulitan bersaing dengan pemain baru yang lebih adaptif dan inovatif.

Penurunan permintaan produk

Konsumen mulai beralih ke produk yang lebih ramah lingkungan, seperti wadah berbahan kaca atau stainless steel, sehingga permintaan produk plastik Tupperware menurun drastis.

Masalah keuangan

Tupperware dikabarkan memiliki utang yang besar, yaitu sekitar US$ 1 miliar hingga US$ 10 miliar, dan mengalami tekanan keuangan serius akibat menurunnya permintaan dan kerugian.

Model bisnis yang ketinggalan zaman

Tupperware masih bergantung pada pemasaran langsung dan penjualan melalui demonstrasi, yang tidak efektif di era digital saat ini.

Kombinasi dari faktor-faktor tersebut menyebabkan Tupperware kesulitan untuk bertahan dan akhirnya memutuskan untuk menutup bisnisnya di beberapa negara, termasuk Indonesia .

Tantangan yang Dihadapi Tupperware

Sebelum menutup bisnisnya, Tupperware, perusahaan yang terkenal dengan produk-produk penyimpanan makanan plastiknya, telah lebih dulu menghadapi beberapa tantangan yang menyebabkan penurunan bisnisnya, yakni: 

(1) Konsumen semakin mengutamakan keberlanjutan dan lingkungan, sehingga produk plastik menjadi kurang populer; 

(2) Munculnya pesaing baru dengan produk yang lebih inovatif dan ramah lingkungan; 

(3) Penjualan Tupperware menurun karena perubahan gaya hidup dan preferensi konsumen; dan 

(4) Tupperware menghadapi masalah keuangan, termasuk utang yang besar dan penurunan pendapatan.

Tupperware telah melakukan upaya restrukturisasi dan diversifikasi produk untuk meningkatkan bisnisnya, namun hasilnya masih belum pasti. 

Produk Tupperware memang dikenal pula cukup mahal. Ya, mahal karena kualitas memang mumpuni. Akibatnya, produk serupa pun mulai bermunculan dengan harga miring. Bahkan, imitasi produk Tupperware juga sudah dijumpai sebagai merchandise di acara resepsi pernikahan.

Pengalaman lain yangsaya temukan adalah makin masifnya produk serupa yang menyaingi Tupperware. Misalnya, di Korea Selatan, produk murah berkualitas tinggi dan ramah lingkungan banyak dijumpai di toko Daiso. 

Pelajaran Penting dari Berhentinya Bisnis Tupperware

Melihat tutupnya Tupperware, berikut beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari berhentinya bisnis Tupperware ini.

1. Adaptasi dengan perubahan

Perusahaan harus mampu beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen, teknologi, dan lingkungan.

2. Inovasi

Penting untuk terus melakukan inovasi produk dan strategi pemasaran untuk tetap relevan.

3. Keberlanjutan

Perusahaan harus memprioritaskan keberlanjutan dan lingkungan dalam operasionalnya.

4. Diversifikasi

Diversifikasi produk dan strategi bisnis dapat membantu mengurangi risiko.

5. Manajemen keuangan yang baik

Mengelola keuangan dengan baik dan mengantisipasi risiko keuangan sangat penting.

Pelajaran-pelajaran ini dapat membantu perusahaan lain untuk lebih siap menghadapi tantangan bisnis di masa depan.

Sementara, sebagai konsumen, beberapa hal bisa kita lakukan terkait dengan Tupperware, antara lain: (1) Pilih produk yang terbuat dari bahan yang dapat digunakan kembali, biodegradable, atau memiliki kemasan minimal; (2) Dukung bisnis lokal dan UMKM untuk meningkatkan ekonomi komunitas; (3) Perhatikan label produk dan pilih produk yang memiliki standar kualitas dan keberlanjutan yang baik; (4) Kurangi penggunaan plastik dan pilih produk yang dapat digunakan kembali; dan (5) Berikan umpan balik kepada perusahaan tentang produk dan layanan yang kita gunakan.

Dengan melakukan hal-hal tersebut, dapat diyakini bahwa kita bisa berkontribusi untuk menciptakan pasar yang lebih berkelanjutan dan mendukung bisnis yang bertanggung jawab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun