Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Penyamun di Sarang Perawan

12 April 2024   18:55 Diperbarui: 14 April 2024   05:13 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi. Sumber: dokumen pribadi (Facebook Yulius Roma Patandean) 

Pagi masih berkabut di langit, tetesan embun pun masih menempel segar dengan kejernihannya di tiap dedaunan. Telapak kaki Pong Owen serasa dalam kulkas kala ia menjejakkan kedua kakinya menyusuri tanggul sawah. 

Kira-kira 100 meter jauhnya dari pandangan mata, Pong Owen tiba juga di tepi jalan besar itu. Jalan tersebut adalah satu-satunya jalan besar penghubung kota-kota kecil di daerahnya. 

Sisa hujan semalam mendiamkan segala jenis debu beterbangan pada jalan beraspal yang robek sana-sini. Pong Owen menatap ke arah utara jalan. Pandangannya jauh sambil telinganya memasang antena, akankah segera muncul mobil penumpang?

Pong Owen adalah seorang pria yang berprofesi sebagai guru. Ia mengajar di sebuah sekolah yang berjarak kurang kebih satu jam perjalanan naik kendaraan umum dari kampungnya.

"Ah, hampir jam 6 pagi. Belum ada tanda-tanda si merah datang," gumamnya. 


Setiap hari sekolah, Pong Owen bolak-balik dari kampung ke kota untuk mengajar. Jarak yang relatif jauh tak memupuskan semangatnya untuk mencerdaskan generasi bangsa. Mereka ada berenam yang selalu berjumpa di kendaraan yang sama kala menuju sekolah.

"Makale!" Teriak sopir. 

Bergegas Pong Owen naik si merah, kijang komando non power steering yang berjaya di masanya sebagai mobil rakyat. 

Pikirannya terbelah menjadi tiga bagian di sepanjang perjalanan ke sekolah. Satu pikiran tentang persiapan mengajar di kelas. Pada satu sisi ia memikirkan perjalanannya 60 km pergi-pulang dan satu pikiran lagi melayani candaan kelima rekan kerjanya yang cantik. Mereka adalah ibu Anas, ibu Berthy, ibu Yuli, ibu Jeni dan ibu Debby. 

***

Pengalaman 14 tahun yang lalu itulah yang membuat Pong Owen pada akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah mobil bekas demi mendukung pekerjaannya sebagai guru. Tambahan pula, ia telah memiliki dua orang anak yang hampir setiap hari menemaninya ke sekolah. 

"Makale!" Sahut Pong Owen pada tiga rekannya yang dijemput di rumah ibu Anas. 

Ibu Anas, ibu Debby dan ibu Jeni segera naik Kijang kapsul edisi 2001 yang dikemudikan Pong Owen. 

Giliran penjemputan berikutnya adalah ibu Yuli di depan masjid. Ibu guru dengan ciri khas berkaca mata itu pun telah menunggu beberapa menit. 

"Berangkat!" Kembali Pong Owen menyapa ibu Yuli untuk kesekian kalinya. 

Ibu Yuli yang paling senior dari mereka berenam didaulat duduk di depan di samping Pong Owen. 

Jemputan terakhir adalah ibu Berthy. Ia adalah ibu guru modis sedikit tomboy. Meskipun sudah memasuki usia setengah abad, ia masih terlihat 27 tahunan. 

"Selamat pagi teman-teman."

"Selamat pagi, tas nya letakkan di sela-sela kaki saja ya."

Seperti hari-hari biasanya, perjalanan Pong Owen bersama lima orang bidadari guru selalu dipenuhi canda dan tawa. Pokoknya seru, hingga tak terasa tiba di sekolah. 

Selain ibu Yuli yang berkaca mata, ibu Berthy dan ibu Debby pun juga menggunakan alat bantu penglihatan. 

Ibu Yuli yang polos selalu menjadi sumber canda dan tawa. Masih teringat dengan jelas sesi makan malam bersama mereka beberapa waktu yang lalu. Lucu dan menggelikan. Ibu Yuli hampir memasukkan ke mulut hiasan meja makan yang terbuat dari plastik dikira bagian dari menu makan yang disajikan. 

***

Pada satu kesempatan, Pong Owen dan kelima ibu guru ditugaskan pada satu kegiatan yang sama. Kembali mereka berangkat bersama-sama. Sekali lagi, Pong Owen hadir sebagai laki-laki terganteng di antara mereka. 

Oleh karena telah bersama-sama selama ini, maka tak perlu ditanya lagi kekompakan di antara mereka. Hingga para ibu guru belanja baju seragam, Pong Owen mengiyakan saja. 

Ke mana-mana Pong Owen setia mengantar hingga ke depan pintu pagar dari rekan-rekannya. Tak jarang pula, ibu-ibu guru memperhatikan kebutuhannya. Pernah satu waktu, mereka bergiliran menjaga anak kedua Pong Owen di sekolah. 

Hingga pada suatu waktu, Pong Owen mengupload satu foto kebersamaan dengan kelima rekannya di Facebook. Kostum mereka seragam. Pong Owen berdiri di tengah.

Tak sampai satu menit, ada satu komentar lucu terlampir di foto. 

"Anak Penyamun di Sarang Perawan."

Pong Owen pun merespon dengan emoticon tertawa. 

Memang ada benarnya juga. Selama ini Pong Owen adalah satu-satunya laki-laki yang selalu setia bersama kelima rekannya. Mereka adalah rekan kerja rasa saudara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun