Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Seorang Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makan Bersama, Mindful Eating yang Masih Terpelihara

3 Februari 2024   20:31 Diperbarui: 4 Februari 2024   20:35 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persiapan makan bersama. Sumber: dok. pribadi

Dewasa ini, kegiatan makan sedikit demi sedikit mulai mengalami dampak perubahan zaman. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut berdampak pada gaya makan masyarakat. Apalagi ditunjang oleh teknologi digital, di mana semua acara makan bisa terekspos dan tersebar ke seluruh jagad maya dalam waktu yang singkat.

Makan bagi remaja masa kini sudah tidak pada seni menikmati makanan itu sendiri. Pola makan cenderung tak memperhatikan manfaat dari makanan yang ditelan. Mengapa demikian? Karena mereka makan tapi sebenarnya perhatian mereka bukan pada makanan. Lihat saja, aksi makan para remaja dan bahkan mendasar usia dewasa. Makan lebih dipakai sebagai aksi eksistensi diri. Sebelum makan, ada prosesi swafoto.

Jika pun bukan swafoto, maka aksinya adalah melakukan aksi vlog atau siaran langsung lewat platform media sosial seperti live Facebook, Tik Tok dan Instagram.

Bukankah kegiatan-kegiatan tersebut justru membuat nutrisi makanan tidak memberi manfaat ke tubuh? Kenyang. Iya. Akan tetapi sebenarnya hanya kenyang saja. Manfaat makanan berkurang karena pikiran dan niat tidak ada pada makanan. 

Kita makan karena kita butuh asupan energi. Terlepas dari kebutuhan makan karena memang lapar. 

Makan gaya milenial mungkin sedikit banyak melanggar tata krama pola hidup ketimuran Indonesia. Makan sambil dengerin musik, nonton film, nonton bola, main game atau sambil jalan-jalan. Makanan seperti menjadi pemanis aktifitas saja. Tidakkah tubuh kita komplain karena pikiran kita tidak tertuju pada makanan itu.

Tindakan berikutnya adalah makan sambil nonton TV atau komputer dan handphone. Biasanya anak-anak lebih banyak menjadi pelaku makan sambil nonton. Maka terjadilah berat badan berlebih pada anak karena tak mampu mengontrol porsi makan. Mirip-mirip dengan ngemil. Mulut terus mengunyah tapi tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi untuk tubuh.

Makan tidak terkontrol pun sebenarnya kegiatan yang tidak memaknai aksi makan. Misalnya pada pesta untuk acara tertentu.aksi bakar-bakar ikan disertai minum minuman beralkohol. Semakin lama durasi makannya maka akan makin bertambah pula volume alkohol yang masuk ke tubuh. Pada akhirnya tubuh juga yang mendapatkan dampak negatif.

Lalu, di mana mindful eating? Bagi kami warga asli Toraja, terdapat satu kegiatan yang masih terpelihara hingga kini yang sebenarnya telah menjadi aksi mindful eating. Makan bersama masih menjadi kebiasaan yang boleh dikatakan sebagai tradisi. 

Makan siang bersama para tetangga. Sumber: dok. pribadi. 
Makan siang bersama para tetangga. Sumber: dok. pribadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun