Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Rindu] Rumah yang Paling Dirindu Kaum LDR

7 September 2016   22:41 Diperbarui: 7 September 2016   22:49 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perjalanan pulang dari Manna Bengkulu ke Pagaralam Sumatra Selatan, sudah beberapa kali aku hanya menjawab, “nanti kutelepon balik.” Tetapi hal itu tak kulakukan. Istriku yang berada di belantara beton di Kota Metropolitan kuyakin sudah cemas.

Ia, istriku. Tahu bagaimana jalanan Manna-Tanjung Sakti Lahat. Kiri kanan jurang. Bawah Sungai Manna siap melahap siapa saja yang lupa, eh kurang hati-hati. Dulu kami pernah mengevakuasi Bus Lubuktapi yang terjun ke Sungai Manna.

Mobil yang kami tumpangi bersama teman-teman penelitian pohon ketimun sejenis  pick up  kecil yang belakangnya ditambahi kursi yang saling berhadap-hadapan. Enam perempuan dari pusat pertanian dan dua orang lelaki dari pusat penelitian serta aku lelaki videographer dan photographer dibelakang mengikuti gaya tarik liukan mobil menyusuri Perbukitan Bukit Barisan Sumatra.

Bukannya tak mau menelpon balik, terkadang sinyal putus ketika mobil tepat berada di antara cerukan bukit. Aku yang kangen bin rindu dengannya pun agak kurang nyaman bila harus terputus menelpon istri.

Ya, aku biasa bilang, “sayang kamu.”  “Love u fever.”  Bahkan terkadang bila aku sedang senang menggodanya maka aku akan bilang, “ia sayangku, manisku, istriku, cintaku,  love u  sudah kangen rindukah denganku.” Istriku biasanya akan terdiam sebentar. Lalu bilang, “gilo.  Ado  wong  dak di sekeliling kau.” Dijamin dia akan adem. Biasanya aku nggak menjawab dan langsung saja menanyakan kabarnya dan juga anak-anak. Dan lain-lain seterusnya. Ritual awal itu.

Ritual akhirnya adalah, “sayang kamu.”  “Love u.”  Tentu dengan penuh perasaan cinta. Dengan suara yang lembut dan warna suara yang syahdu.


Terkadang aku mempermainkannya dengan tak menggunakan ritual awal dan akhir. Setelah lima menit biasanya dia menelpon lagi dan kujawab, “ya.” Diujung telepon kuyakin dia kurang nyaman dan berkata, “Yang mesra dikit oi.” Akupun akan ngakak, dan biasanya diujung sana juga makin cemberut. Langsung ritual akhir, “love u.” Sang istripun sudah  sumringah  di ujung telepon.

Kami pun biasa sering saling goda bila sedang bertugas. Bila aku sedang dalam konsentrasi tinggi, dia akan menggodaku. Begitupun sebaliknya, bila dia sedang rapat maka akan kugoda. Hampir tak pernah tak diangkat setiap teleponku walau rapat sepenting apapun. Diangkat dan bilang, “lagi rapat nanti kutelepon balik kalau sudah.”

Pernah istriku sedang rapat kutelepon dan aku bilang dengan keras,  “love u.  Rapatlah dulu nanti telepon balik ya sayang kalau sudah.”  "Ia," jawabnya.

Usai rapat dia bilang, “gilo bos aku  denger  suaro  teleponmu.” Akupun ngakak. “Marahkah dia?” “Tidak. Bosku senyum bae  lihat mukaku merah,” jawabnya. Kuyakin dia pun bahagia.

Begitulah kelebatan-kelebatan kenangan dengan istriku yang selalu muncul bila aku sedang dalam perjalanan jauh. Menikmati hijaunya perbukitan. Kuningnya padi. Wanginya bunga kopi. Gemericik air di Bukit Barisan Sumatra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun